29 : Cerita

760 83 3
                                    

BAB 29

"

Lo pernah gak ngerasa kehilangan?"
"Pernah, dan sudah."
"Kehilangan apa?"
"Keluarga."

Rian kembali ketempat Anya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rian kembali ketempat Anya.

"Mau main lagi ga nih jadinya?"

Anya tidak menyahut,
Rian tersentak saat melihat Anya menangis.

"Nya, kenapa? Duh, maafin gue, gara gara gue ya?" Tanya Rian dengan nada paniknya.

Tangis Anya semakin menjadi, dia menutup wajahnya sambil menunduk.

"Duh nya, jangan nangis dong."
Rian jadi panik dan gak bisa berbuat apa apa, dia bingung mau ngapain, Rian gak pernah ngatasin cewek nangis.

Tangis Anya belum berhenti malah semakin kencang di tambah tubuhnya bergetar.

Membuat Rian merasa bersalah.

"Nya, udahan dong nangis nya, yah?"

"Gue bakalan nurutin kemauan lo, apa aja deh, gue traktir, lo mau makan apa? Tapi berhenti nangis nya."

Seketika Anya berhenti menangis, membuat Rian bernapas lega.

"Anya?"

Perlahan gadis itu mengangkat kepalanya, Rian sudah siap dengan segala kemungkinan yang terjadi.

"Nya?"

Anya menatap Rian dalam diam.

"HAHHAAHAHA LO LUCU TAU NGGAK."
tawa Anya pecah.

Seketika ekspresi Rian berubah datar,
"Jadi gue di kerjain?"

"Hahahhaha iya kena lo sama gue hahahaha, haduh sakit perut gue hahahah."

Anya tertawa terpingkal pingkal sambil memegang perutnya.

Rian terpaku, dia mengamati gadis itu dalam diam, ada yang aneh pada tawa Anya.
Jelas jelas Rian melihat Anya menangis, dan pipinya basah karena bekas air mata.
Tawa nya sumbang, tidak seperti tertawa yang sewajarnya.

"Nya, stop." Kata Rian

"Hahhaha Kenapa, hm?"

"Sevanya, gue bilang berhenti ketawa." Nada bicara Rian yang dingin membuat Anya terpaku
"Oke oke fine, gue berhenti."

.......

Langkah mereka membawa kedua nya mengelilingi tempat itu, perlahan tapi pasti, berjalan beriringan menikmati suasana sore yang teduh.
Pukul 3 lebih dua puluh, matahari hari ini memang sangat bersahabat, cerah tapi juga tidak terik.

Anya memberhentikan langkahnya di atas jembatan yang di bawahnya terdapat kanal kecil.

Membuat Rian dengan otomatis Ikut berhenti.

Rian membalikan badan nya, membuat punggungnya bersandar pada pegangan jembatan itu.
Sementara Anya masih menatap lurus ke arah kanal.

"Lo pernah gak ngerasa kehilangan?" Tanya Rian tiba tiba

"Maksudnya?" Kata Anya seraya menautkan alisnya.

"Ya Misalnya, Kehilangan seseorang yang berharga dalam hidup lo."
Rian hanya memancing supaya Anya cerita, itu saja. Siapa tau jika Rian tau masalah Anya, dia bisa membantu Gadis itu. Setidaknya menjadi pendengar dan pemberi solusi.
Gadis itu terlalu tertutup sehingga Rian tidak tahu lagi harus apa.

Setelah terdiam cukup lama akhirnya Anya mengangguk.

"Pernah, dan sudah."

"Kehilangan apa?"

"Keluarga."

"Emang nya keluarga lo kenapa?"

Anya menarik napasnya dalam dan menghembuskan nya perlahan.
Awalnya Anya sedikit sangsi cerita ke Rian, tapi setelah di pikir pikir, gak masalah juga.

Dia mulai bercerita dan Rian menyimak, menjadi pendegar yang setia.

"Dulu, bokap sama gue sering banget main bulutangkis, terus gue di masukin ke club karena gue interest banget, tapi nyokap gue gak setuju, dia pengen gue belajar dan dapet beasiswa kaya kakak gue. Bokap gue punya perspektif lain, dia ngedukung gue, katanya seorang anak punya kebebasan menentukan masa depan nya, dan karena  beda pendapat nyokap sama bokap jadi berantem, dulu umur gue masih 8 tahun.

Dia memberi jeda dan menghela napasnya, tidak mudah baginya untuk mengingat kembali masalalu, membuat nya membuka luka lama.

"Di setiap gue tanding, bahkan dapet piala, dia gak pernah dateng buat nonton gue. Lo pernah liat Medali di ruang tengah rumah gue kan? Itu medali terakhir yang gue dapet. Pas setelah dapetin itu, nyokap bawa kakak gue pergi keluar negri dan gak lama setelah itu bokap meninggal, bahkan nyokap gue gak dateng dihari pemakaman nya."

"Kehidupan gue mulai berubah, gue selalu nanya kapan nyokap pulang buat ketemu gue, kata nenek, nyokap gue bakalan pulang tahun depan, tahun depan, dan tahun depan nya lagi, gue nunggu, tapi nyokap gak pernah pulang.  kalo ada acara sekolah atau hari ibu yang mengundang ibu kesekolah, gue selalu iri temen temen gue dianter sama ibu nya ke sekolah. Sampe umur 15 tahun gue gak mempan lagi di bohongin. Dan semenjak itu gue tau kalo nyokap gak pernah sayang sama gue."

"Gue sampe mikir, gue salah apa sebenernya?
Nyokap selalu ngirimin uang tiap bulan, menuhin semua kebutuhan gue. Tapi gue gak perlu semua itu, gue cuma butuh dia ada di rumah. Itu aja.

"Gue selalu nyari perhatian ke dia, telepon dia, tapi gak pernah di angkat, dia gak mau ngomong sama gue, selalu di alihin ke kakak gue. Gue gak tau lagi gimana caranya buat gimana dia bisa ngeliat gue, nganggep gue ada. Gue buat ulah di kampus, bolos, kabur pas dihukum, dateng telat, semata mata buat bikin dia pulang dan seenggaknya nemuin gue di sekolah, tapi sama sekali gak ada pengaruhnya."

"Percobaan bunuh diri itu juga termasuk aksi pemberontakan lo?"

Anya mengangguk sekilas membuat Rian tertegun.

"Dan sekarang dia ada di rumah, setelah sekian lama akhirnya dia balik, dan lo tau dia balik karena pekerjaan.

Rian paham sekarang, dia bisa menebak cerita Anya selanjutnya.

"Gue gak bisa satu rumah sama dia, gue benci sama dia Rian."

"Jadi lo kabur dari rumah?"
Anya mengangguk, kakinya terasa lemas tidak dapat menopang tubuhnya lagi.

Rian membawa gadis itu ke dalam pelukan nya. Seketika tubuh nya gemetar. Anya menangis terisak. Pemuda itu meletakan dagu nya di atas kepala Anya dan mengusap surai rambutnya.

"Maafin gue." Ucap Rian dengan lembut

Setelah di rasa tenang, Rian melepaskan pelukan nya.

Setelah di rasa tenang, Rian melepaskan pelukan nya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

TBC

The way I love You [Rian Ardianto] TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang