BAB 44
Hampir dua pekan ini, Rian merasa aneh, seperti ada yang hilang.
Dia menghela napasnya dan duduk termenung,Sania merenyitkan Dahinya.
"Kenapa Rian?"
Rian tersentak dan menatap Sania.
"Gak papa San, cuma lagi banyak pikiran aja."
Nenek datang dari dapur, membawa nampan yang berisi kue coklat yang baru di keluarkan dari oven.
Wangi aroma coklat yang kuat menyeruak dalam indra penciuman.
"Ini kue coklat, dimakan nak."
"Makasih nek, jadi ngerepotin."
"Gak papa, ayo di cobain."
Rasanya Rian pernah makan, tapi di mana ya?
Oh iya, waktu itu Anya pernah membawa kue coklat itu ke pelatnas."Enak nek, saya pernah makan, waktu itu di bawain sama Anya."
"Ohya? Pantes, waktu itu dia pernah bawa, Nenek sempet heran, Anya gak suka coklat tapi dia bawa kue coklat, ternyata untuk mu."
"Iya, Anya suka matcha." Ucap Rian dengan senyuman.
Sania menoleh dan menatap Rian. Nampaknya Rian tau banyak mengenai Adiknya itu.Mata Rian tak sengaja memandang ke arah dinding, mendapati Medali dan foto Anya saat Juara bulutangkis masih di pajang.
Dia jadi ingat saat pertama kali main kesini, gadis itu masih kaku.
"Kamu udah kenal lama ya sama Anya?"
"Sekitar setengah tahun."
"Oh iya,Anya mana san, dari tadi kok ngga keliatan?" Lanjut Rian sambil memandang sekeliling.
Sania menggeleng, "Tadi pergi sama mama."
Senyum Rian mengembang lagi. Ternyata hubungan Anya dengan mama nya sudah membaik, syukurlah.
"Wah ada siapa ini?"
Rian tersenyum kemudian menunduk, memberikan salam pada Ibu Sania.
"Saya Rian, tante, temen nya Sania."
"Wah ganteng ya."
"Apaansih ma."
Kemudian sita ke dapur menemui ibu nya.
"Anya jadi masuk Club?"
"Iya, barusan aja saya anterin dia kesana, bu."
Perbincangan Dua orang itu membuat Rian membeku.
KAMU SEDANG MEMBACA
The way I love You [Rian Ardianto] TAMAT
Dla nastolatkówRian. Remaja irit ngomong yang gemar bermain tepok bulu angsa, dan misterius. Anya. Gadis dingin, minim ekspresi dan mempunyai banyak rahasia. Rian dan Anya Sepasang insan manusia yang dipertemukan oleh takdir. Mempunyai kesamaan rasa, yaitu sama sa...