Dissimulate - 02

2K 147 4
                                    

Semua murid menghela napas gusar ketika guru berkepala botak itu muncul dari balik pintu sambil mengelap jambulnya yang sudah memutih.

"Halo anak-anak, siap kuis?"

Kalau dulu Rachel yang akan mengacungkan tangan sembari menjawab siap, maka tidak untuk sekarang.

Semua teman Rachel menoleh ke arahnya sambil mengerutkan keningnya. Ada yang aneh dengan gadis itu.

Rachel hanya menatap mereka datar. Ia yakin, pasti teman-temannya menyuruhnya untuk mengacungkan tangan. Rachel ragu antara mengangkat tangan atau tidak. Lagipula, ini kan tahun pelajaran baru. Pasti materinya tidak susah.

Dengan percaya diri, Rachel mengacungkan kelima jari tangan kanannya.

"Saya siap, Pak."

Pak Hadi, guru berumur lima puluh tahunan itu tersenyum menatap murid teladan dan kesayangannya itu. "Siap menjadi calon menantu saya?"

"Hahaha."

Teman-temannya tertawa terbahak mendengar Pak Hadi yang menggoda Rachel.

Anak Pak Hadi yang kebetulan ada di kelas yang sama dengan Rachel hanya berdecih sambil mengangkat bahunya acuh.

Namanya Lion, laki-laki penyuka dongeng di kelas sebagai perantara tidurnya di bangku paling pojok dekat dengan alat kebersihan itu kembali menelungkupkan wajahnya di balik tas hitamnya.

"Cie..." Marsha menyikut lengan Rachel membuat Rachel terkejut.

"Apaan sih."

"Bakal jadi suaminya singa."

Rachel geleng-geleng kepala. Rachel sudah tahu siapa yang dimaksud singa oleh Marsha. Siapa lagi kalau bukan Lion?

Selain namanya yang terjemahan singa, laki-laki itu juga sering mengerang marah setiap ada yang menganggu masa nyamannya yang tak lain adalah tidur.

Rachel menengok ke belakang sekadar melihat jelas siapa si Lion itu.

OMG!!

Rachel berteriak dalam hati.

Ganteng banget!

"Sudah-sudah, Rachel kamu jangan jatuh cinta dengan anak saya, ya? Nanti saja kalau anak saya sudah tobat."

Pak Hadi kemudian duduk di kursi guru membuka buku tebal yang dibawanya.

"Oh iya karena hari ini pertama masuk jadi kuisnya ditunda dulu ya. Rachel, calon anak saya, silakan maju ke depan menulis materi hari ini nanti saya jelaskan."

Rachel maju dengan yakin. Hanya saja yang ia tidak yakin adalah, tulisannya sama dengan kembarannya.

Tapi, Rachel pernah membaca buku kembarannya di rumah dan ia sedikit mengingat dan bisa belajar menyamainya. Jadi ia bisa aman kali ini

***

Rachel melangkah masuk ke toilet dengan buru-buru ketika ponselnya berdering. Papanya menelepon.

"Halo, Pa?"

"Halo, Nichel. Bagaimana penyamaran kamu? Aman?"

Rachel menghela napas panjang. Papanya memang tak pernah peduli dengan keadaannya. Orangtuanya hanya memikirkan Rachel asli si kembarannya yang saat ini Rachel berada di posisi gadis itu.

Ya, Nichel memang sudah di posisi Rachel, tetapi tetap saja perhatian orangtuanya tetap kembali ke Rachel asli. Ini membuat Nichel melenguh malas dan ingin mengakhiri semuanya.

"Ehm, begini Rachel, kamu pulang nanti mampir ke Gramedia beli novel apa saja. Terus besok kamu bawa ke sekolah biar teman-temanmu tidak curiga, kamu pura-pura baca saja."

Rachel berdecak. Di kamar palsunya sudah terdapat dua rak buku yang isinya novel semua tetapi Papanya memintanya untuk membeli lagi? Buat apa?

"Tapi Pa, di rumah masih ada banyak. Lagian Nichel kan nggak pernah baca begituan."

"Tapi kamu sedang menjadi Rachel, Nis."

Mau tak mau, Rachel mengiyakan Papanya. Sekali-kali lah, tak apa. Demi sebuah misi memang butuh perjuangan.

"Kamu sudah mematuhi aturannya, Nichel?"

"Sudah, nomor satu."

Papanya menghela napas dari sana. "Kok nomor satu doang, sih."

"Ya bertahap lah Pa, Papa yang tenang dong. Percaya sama Nichel."

"Iya-iya, tapi kamu harus jadi anak yang polos. Okey?"

"Iya," dengan malas Rachel mengiyakan dan langsung mengakhiri telepon Papanya.

Rachel beranjak dari toilet, betapa terkejutnya ia ketika mendapati singa di luar toilet.

Astaga, sejak kapan laki-laki itu di sana? Apa ia mendengar semua perkataan Rachel dengan Papanya? Gawat dong!

"Lion..."

Lion menoleh dengan alis sebelah terangkat. Tangannya bersedekap.

"Lo denger semuanya?" tanya Rachel lirih.

Lion tersenyum devil seperti menemukan sesuatu di balik situasi ini. Lion tetaplah Lion, seseorang yang pandai memanfaatkan situasi selain untuk tidur.

"Denger."

Rachel menghela napas.

"Gue harus apa biar lo nggak bilang-bilang?"

Dengan yakin Lion menjawab, "Jadi pacar gue."



























--------------------------

Hai, baru muncul.
Akhir-akhir ini sibuk, maaap yaa. (Ya elah, emang ada yang nungguin lo?"

Hehe.













Salam,

penulis_absurd

DissimulateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang