"Lo pacarnya Lion?"
Bukan hanya Rachel yang terkejut melainkan Fadlan dan penumpang lainnnya. Bagaimana tidak? Pak supirnya mengerem mendadak membuat penumpang memajukan tubuhnya.
"Pak hati-hati dong," gerutu penumpang di depan Rachel.
"Maaf-maaf, tuh siapa tadi yang mau berhenti di Gramedia?" tanya Pak Supir menoleh ke belakang.
Rachel dan Fadlan turun. Rachel memberikan beberapa lembar uang begitu pula dengan Fadlan.
Rachel merasa terselamatkan dari pertanyaan maut dari Fadlan. Tetapi sialnya Fadlan malah menanyakan kembali.
"Jadi gimana tadi jawabannya?"
"Enggak." Rachel menjawab dengan yakin serta melakukan langkahnya terlebih dahulu.
Fadlan mengikutinya, sebenarnya laki-laki itu mendengar perbincangan antara Rachel dan Lion sebab Fadlan berada dalam tempat yang sama.
Rachel berlagak memilih novel, sejujurnya ia tidak tahu novel apa yang bagus dan sering dibaca kembarannya. Tetapi, Fadlan kan tidak tahu, jadi Rachel boleh ngawur.
"Ehem."
Fadlan berdeham mengalihkan pandangan Rachel. Kening Rachel berkerut, tetapi Fadlan tidak peka kalau Rachel sebenarnya menanyakan apa yang sedang terjadi dan membuat Fadlan berdeham.
Entah mengapa dekat dengan Fadlan membuat Rachel tidak nyaman. Akhirnya Rachel dengan terpaksa mengambil sembarang salah satu novel di rak remaja dengan cover berwarna kuning di mana ada bunga matahari tergambar indah di sana.
"Nichel."
Buku yang Rachel bawa langsung terjatuh. Entah itu suara nyata atau bukan yang jelas membuat Rachel semakin takut. Bulu kuduknya berdiri.
Rachel mengambil novel itu, bergegas menuju kasir. Ia berpikir harus cepat-cepat pergi dari tempat ini.
"Nichel gue yakin lo denger gue bilang."
Rachel menghentikan langkahnya yang gemetar. Bahkan novel yang tengah di peluknya pun bergerak tipis. Jadi benar, suara itu suara nyata yang tersumber dari mulut Fadlan. Tapi ... bagaimana ia bisa tahu kalau nama gadis itu bukan Rachel melainkan Nichel?
"Gue denger semuanya ketika lo teleponan dengan Papa lo. Lion bohong, dia nggak tahu apa-apa."
Rachel meremas novelnya. Ia memejamkan mata, merutuki kebodohannya yang menghidupkan speaker ketika Papanya menelepon tadi.
"Lan...." Rachel menoleh Fadlan yang berada tak jauh dari ia berdiri sambil menundukkan kepalanya.
"Gue nggak akan bocor kok."
"Gue harus apa biar lo nggak bilang-bilang?"
"Apa ya?" Fadlan mendongak ke atas, berpura-pura berpikir.
Rachel menunggu Fadlan usai berpikir. Masalah ini, tidak boleh ada yang tahu.
"Lo harus jadi temen gue aja."
Rachel menghembuskan napas lega ketika permintaan Fadlan tidaklah sulit. Cukup perjalanan hidupnya saja yang sulit, jangan ditambah.
"Serius?"
Fadlan mengangguk dengan senyum sabitnya.
"Makasih ya."
"Tenang aja. Yuk, pulang."
Fadlan berjalan mendahului Rachel. Rachel memandang tas hitam yang menutupi punggung laki-laki itu. Entah mengapa, ia merasa ada sesuatu yang tersembunyi dari Fadlan.
Rachel manggut-manggut sendiri. Ia tidak boleh diam saja, ia harus berhasil menemukan apa yang Fadlan sembunyikan karena ia adalah gadis penyuka rahasia.
Fadlan menoleh Rachel. "Chel ayo."
"Eh?" Rachel nyengir lalu bergegas menyusul Fadlan. "Lan tapi lo jangan manggil gue Nihcel ya, Rachel aja."
"Gampang."
Rachel tersenyum. Fadlan baik sekali. Kalau di lihat dari segi cover, Fadlan memang terlihat idaman dan menawan. Rambutnya rapi meski berponi sedikit, hidungnya mancung kalau dilihat dari samping, matanya sipit. Dia juga rajin baca, buktinya membeli novel.
Rachel terkagum dalam diam. Mungkin, tipe cowok seperti Fadlan lah yang kembarannya harapkan.
-Dissimulate-
Selamat menunaikan ibadah puasa bagi yang menjalankan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dissimulate
Ficção Adolescente[COMPLETED] Highest rank: #1 in bermukadua (06-06-19) #1 in hidden (09-07-19) #1 in hide (06-12-19) #763 in teen (06-12-19) #585 in teen (26-12-19) Dis.sim.u.late From latin dissimulant-'hidden'. Memiliki arti berpura-pura, menyembunyikan, menyamar...