Dissimulate - 28

1.2K 90 3
                                    

Fadlan masih tidak menyangka jika teman di masa kecilnya kini berubah menjadi sosok yang hebat. Dia memandang gambar seorang gadis berambut pendek di ponselnya. Gadis itu adalah Nichel.

"Gue nggak nyangka bisa ketemu lo lagi. Gue kira Rachel itu lo, tapi seketika gue ingat kalau lo punya kembaran."

Fadlan tersenyum sendiri. Kini ia percaya bahwa waktu memang baik, pertemuan kembali itu nyata. Benar-benar ada, dan berefek yang luar biasa. Fadlan tidak tahu perasaan apa ini. Rasa senang sekali ketika bertemu kembali, rasa tidak rela bila Nichel berada di dekat Lion, rasa khawatir, rindu. Semua bercampur mewarnai hari-harinya yang kelabu. Bahkan di dekat gadis itu pun, jantung Fadlan berdetak kencang. Bukan hanya jantung, hati, pankreas, paru-paru, usus, lambung, pun ikut berpartisipasi.

"Semoga lo ingat gue, Chel," ujarnya sambil tersenyum hangat. Lambat, lalu terlelap.

***

Mata Nichel mengatup rapat begitu sinar mentari mulai memasuki ventilasi kamarnya. Suara beberapa alarm pun tak mampu membuatnya terbangun. Sungguh nyata kekuatan magnet ranjangnya.

"Nichel bangun! Sekolah! Tiga puluh menit lagi telat!"

Nichel menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhnya. Nicho berkacak pinggang menatap putrinya yang seperti kerbau begini.

"Kamu tuh udah kayak kebo masih ngebo! Bangun, sekolah! Kamu yang sekolah atau Papa yang sekolah, huh?!"

Kali ini Nichel menutup telinganya dengan bantal. "Ck, Papa aja deh yang sekolah. Nichel males ah."

"Lhah-lhah, nggak ada malas-malasan!" Nicho bersikeras membangunkan gadisnya itu. Mau tak mau Nichel duduk, menyandarkan punggungnya dan menatap Papanya sebal. "Nichel ngantuk, mager. Papa nggak tau perasaan Nichel." Nicho melotot.

Nichel menunduk begitu tatapan Papanya yang tajam nan mengerikan itu menyorotnya. Sejujurnya, ia malas bersekolah akibat kejadian malam di rumah Lion dua hari yang lalu. Lagipula, kemarin Fadlan berkata, Devin hilang. Jadi untuk apa Nichel bersekolah jika bukan untuk meneliti Devin? Setelah mengetahui Devin memiliki gangguan jiwa, tujuan Nichel bersekolah hanya untuk mengamati cowok itu.

"Papa yakin, kamu pasti bisa menyelesaikan tantangan itu kurang dari dua bulan. Sekarang mandi, Papa mau kerja." Nicho meraih kedua tangan Nichel dan menariknya.

"Ayo, semangat!"

***

Rachel duduk tegang di bangkunya. Sesekali ia melirik ke belakang namun tak mampu melihat Reysa. Rachel agak trauma dengan gadis itu. Untunglah ia seorang psikolog jadi tak susah mengatur mentalnya.

"Eh, Devin sekolah lagi!" Marsha histeris di tempat duduknya.

Rachel melongok ke pintu kelas di mana ada dua orang cowok yang satu membawa topeng mainan seperti biasanya.

Rachel tersenyum. "Devin ...," batinnya.

Devin menatap tajam semua teman-temannya begitu Fadlan meninggalkannya di depan pintu kelas. Fadlan memang tidak sekelas dengan Devin dan tidak mungkin juga Fadlan akan mengekor kemanapun Devin melangkah.

"Kalian semua menyamar!!!" Tiba-tiba Devin berteriak.

Waktu berjalan satu detik. Dari yang duduk di tempat masing-masing, berubah menggerombol di pojokan. Beberapa cewek berteriak ketakutan sedangkan yang laki-laki berusaha menenangkan Devin. Ada juga yang bersembunyi di balik korden dan di bawah meja. Jaga-jaga apabila Devin menyerang tiba-tiba.

Justru Rachel mendekat, "Devin ...."

"Rachel jauh-jauh!" Marsha mencegah Rachel ketika Rachel berjalan semakin mendekati Devin. Di saat semua ketakutan, gadis itu justru tertarik. Teman-temannya menatap Rachel ngeri.

"Kamu bukan Rachel! Kamu sedang menyamar!"

Devin memasang topeng Ultramannya, tangannya mengepal seolah bersiap melawan siapapun yang akan menyerangnya.

"Devin, di depan sekolah ada monster yang akan menyerang Fadlan. Gue yakin, lo bisa melawannya. Gue antar ke gerbang, yuk?" ucap Rachel, mengelus punggung Devin hingga emosi Devin menyurut.

Akhirnya, dengan satu tipuan Devin menurut untuk dibawa ke depan sekolah. Diam-diam Rachel menelepon ambulan rumah sakit jiwa terdekat untuk menjemput Devin.

"Maaf Devin, ini demi kebaikan lo."

"Mana monster itu?!"

"Sepertinya monster berlari ke rumah sakit. Dia tahu kalau lo mengejarnya."

"Kurang ajar!"

"Sekarang Devin naik mobil putih itu, ya? Devin cari monster di rumah sakit. Biar aku yang jaga Fadlan di sini. Devin sayang Fadlan, 'kan?"

Devin mengangguk patuh. Rachel tersenyum senang. Setelah memastikan Devin aman di ambulan, Rachel berbalik menuju ke kelas. Tak lupa mengambil ponselnya untuk mengirim pesan ke seseorang.

Fadlan:

"Devin gue bawa ke RSJ. Gue rasa lo harus ikhlasin dia sementara. Dia butuh pertolongan, Lan."

***

Ketika Rachel memasuki kelasnya, berbagai tanda tanya bermunculan dalam benak teman-temannya. Dan ke mana Devin sekarang? Bahkan teman-temannya kini masih setia menggerombol di pojok sebelah kanan yang sederet dengan meja guru.

"Rachel lo nggak papa, 'kan?" Marsha berlari mendekati Rachel dan memeluknya. Rachel tersenyum, lalu membalas pelukan Marsha. "Aman kok."

"Teman-teman, sekarang aman kok. Devin sementara tidak masuk kelas untuk beberapa hari ke depan. Kalian tidak usah takut." Rachel memberi pengumuman.

Semuanya bernapas lega dan kembali ke tempat duduk masing-masing sebab pelajaran akan segera dimulai.

Marsha berbisik ke telinga Rachel sambil mengambil buku paket di dalam tasnya. "Devin sekarang di mana?"

"Ada lah pokoknya. Yang penting sekarang aman."

Meski bertanya-tanya, Marsha mengangguk saja. Lagipula guru sudah memasuki kelas mereka jadi tidak mungkin mereka melanjutkan mengobrol.

Rachel melipat tangannya di meja. Bersiap berdoa. Ia mendongak, heran melihat Lion yang berjalan melewati tempat duduknya. Bukankah Lion duduk di pojok kiri? Oh, mungkin saja Lion ingin cari kesempatan dekat dengan Reysa. Itu bisa jadi, bukan?

Tak disangka. Tangan Lion menyentuh meja Rachel. Gadis itu mendongak, kebingungan. Namun Lion bahkan tidak menatapnya sama sekali. Ketika Rachel menunduk kembali, ia menemukan kertas kecil yang terlipat.

Rachel membukanya, ia yakin kertas itu dari Lion. Sebelum Lion menyentuh mejanya tadi tak ada apapun selain buku tulis. Tidak mungkin juga buku tulisnya membelah diri.

Kertas tersebut bertuliskan,
"Gue mau ketemu sama lo nanti istirahat pertama di taman belakang. Harus datang!"

Tiba-tiba perasaan Rachel tidak enak.

TBC ....






Yeah, akhirnya bisa update.
Akhir-akhir ini hilang semangat:(
Maap ya kalau jelek:)

Jumpa lagi,
larikpilu

DissimulateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang