Dissimulate - 47

1.1K 83 5
                                    

Sampai menutup mata - Acha Septriasa 🎶

Sampai Akhir - Judika🎶

Selepas kau pergi - La Luna🎶

🎶🎶🎶

Dengarkanlah lagu itu, sebagaimana aku mendengarkannya kala mengetik akhir dari cerita ini.

🎶🎶🎶

Apakah menahanmu pergi aku berhak?
-Lion Damara

Percayalah, akupun tak ingin melihatmu menitikkan air mata karena kepergianku.
-Nichel Anansta

Ada hal lebih menyakitkan dari kehilangan, yaitu menahan rindu setelah kepergiannya.
-Grandiva Hestu Nicholas

-DISSIMULATE-


"Begini, kami tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Sebelum pasien di bawa ke rumah sakit, dia telah kehilangan nyawanya. Kekuatan peluru yang mengenai tubuhnya sangat kuat. Bahkan terkena paru-parunya. Maaf, Tuhan telah menuliskan takdir ini di Lauhul Mahfuz. Bersabarlah, semua sudah direncanakan oleh-Nya."

Reysa mematung dengan lemas, ia terkulai lemah di samping Papa Nichel. Namun sedetik kemudian pria itu berlari memasuki ruangan dengan tak sabar.

"NICHEL!!"

Nicho terus mengguncangkan pundak gadis pucat di depannya, cairan bening terus menetesi pipi gadis itu.

"Kamu jangan bercanda, Nak..."

Oke, Nicho mengaku keadaan berhasil mengalahkannya. Memang takdir selalu berkuasa atas manusia. Ia terima itu, tetapi ia tidak bisa menerima bahwa gadisnya meninggal hanya karena menolong seseorang yang pernah melukai gadisnya.

Reysa mencium tangan Nichel, mengusapnya pelan. "Nichel, gue boleh nggak minta sesuatu sama lo? Gue mohon banget. Gue mohon, lo bangun dan kita tukeran posisi. Gue nggak kuat lihat lo dalam keadaan begini. Apalagi semuanya karena gue. Lo tahu? Ini menyakitkan Nichel, apa lo balas dendam sama gue? Gue yakin lo nggak akan melakukan itu, tapi gue mohon jangan siksa gue dengan perasaan bersalah. Jadi, bangun ya? Biar gue yang istirahat, biar gue yang berhenti berjuang melewati tajamnya perjalanan. Biar gue yang pergi, Nichel..." Reysa mengelap air matanya sejenak sebelum melanjutkan, "Asal lo tahu, lo manusia paling baik yang pernah gue kenal. Lo hebat Nichel, semua orang mengangumi kehebatan lo. Masa depan lo yang terjamin itu ... hiks ... purna cuma gara-gara gue."

Nicho membiarkan Reysa mengutarakan isi hatinya. Ia tahu, Reysa sangat merasa bersalah.

"Lo harus bangun, lo harus melanjutkan perjalanan lo. Gue yang lebih begini, Nichel. Gue nggak tahan setiap hari orangtua gue selalu kasarin gue. Ibu gue selalu nuntut gue buat jadi pandai, gue di dunia seperti terlahir hanya untuk memuaskan keinginan orangtua. Setiap malam gue selalu menangis di kamar berharap semuanya berubah. Sampai gue ingin bakar tubuh gue waktu itu. Tadi, gue seneng banget karena ada yang mau bunuh gue. Tapi, kenapa harus lo? Kenapa lo tolongin gue dan berakhir lo yang kena? Kenapa lo melarang gue untuk pergi tapi pada akhirnya lo yang pergi?!!!!"

Setelah mengucap banyak kata, gadis itu menenggelamkan kepalanya. Kasur hijau yang tengah jadi sandarannya tersebut sudah basah kuyup. Reysa teringat, kebaikan gadis itu saat menolongnya di kamar mandi kala ia hampir dilecehkan dan tetap memaafkannya meskipun ia sudah jahat padanya.

"Nichel ..." Suara diujung pintu tak lagi dihiraukan oleh makhluk di dalam ruangan itu.

Rachel yang badannya sudah lemah berhambur memeluk adiknya. Dilihatnya terlebih mata elang yang terkatup rapat. Bibir pinknya yang berubah pucat. Pipinya yang merona setiap ia mengejek gadis itu kini berubah semerah kertas.

Gadis yang dulu selalu ia ajak bertukar pendapat, pikiran, bahkan berebut mainan itu tak membalas pelukannya.

Rachel merasa sebelah jiwanya telah melayang tinggi. Pergi, dan tak akan kembali.

"Ichel..." Rachel mencoba memanggil Nichel dengan panggilan masa kecilnya. Rachel begitu ingat ketika Nichel merengek meminjam sepeda mereka yang Rachel embat. Perlahan satu persatu buih-buih kenangan menggelapkan pandangannya hingga gadis itu tak sadarkan diri.

"Rachel!!" Nicho menahan tubuh putrinya agar tak terjatuh. Kemudian merebahkannya di ranjang yang lain. Lalu pria itu memanggilkan dokter.

Dibalik Rachel yang pingsan, Lion merasa bibirnya bergetar dan matanya memanas. Kakinya pun ia paksa untuk bertahan menopang tubuhnya.

Lion memandang Marsha yang menangis tanpa suara sampai sesenggukan di lantai dan sedang ditenangkan Hana.

"Coba lo lihat betapa kehilangannya orang-orang disekitar lo, Papa lo, Kakak lo. Semuanya. Mereka menyayangi lo. Kenapa lo pergi disaat gue hendak menyatakan perasaan gue yang sebenarnya? Yang lo tunggu-tunggu? Kenapa lo nggak kasih gue kesempatan buat perbaiki semuanya, hmmm? Ke ... napa?" Lion mengaitkan jemarinya dengan Nichel, basah dirasakan kulitnya.

"Bahkan tangan lo pun nggak cukup untuk menampung air mata Papa lo."

"Gue cinta lo! Gue sayang lo. Dan lo harus bangun!"

Selepas itu, Lion tak lagi bersuara. Letak kelemahannya terkuak, cowok itu tak kuasa menatap gadis yang dicintainya terbaring lemah tak berdaya. Bahkan air matanya sudah meluncur bebas menghapus peluh di pipinya yang putih.

Ia memejamkan matanya seraya mencium tangan Nichel untuk terakhir kalinya. Bayangan ketika mereka sedang berada di danau, naik perahu bersama. Hingga ingatan tentang Lion yang berpura-pura mencintai gadis itu hingga ia lupa bahwa ia hanya berpura-pura.

Lion merasa semesta sangat menghukumnya. Menghukum manusia yang menyakiti gadis itu.

"Sudahlah, Lion. Nichel pasti sedih lihat lo begini. Ingat, setiap manusia pasti akan punya jadwal untuk kembali pada-Nya. Dan Nichel pun pasti bangga, ia meninggal dalam keadaan menolong Reysa. Bukankah ia paling suka menolong? Lion, percuma kamu menangis seperti ini. Nichel tidak akan terbangun karena Tuhan telah memanggilnya dan mengajaknya pulang. Nichel telah kembali kepada penciptanya. Justru dengan lo begini, langkah dia jadi berat. Lo harus ikhlas. Percayalah, gue pun merasa kehilangan sama seperti lo." Hana mengusap punggung cowok itu sekaligus Marsha. Marsha geleng-geleng kepala. "Ini tidak adil untuk Nichel, Hana. Ibunda Reysa secara tidak langsung membunuh sahabatku! Dia menyuruh anak buahnya untuk menghukum Reysa tetapi ujungnya? Nichel yang kena!"

"Marsha, apapun yang tampak tidak adil di mata lo, akan Allah adilkan dengan cara-Nya. Positif thinking saja, Marsha." Hana memeluk Marsha dan Nichel. Mereka layaknya Teletubbies versi besarnya.

Langit hitam di balik kaca putih menjadi saksi perpisahan gadis hebat nan kuat dari dunia penuh lika-liku ini. Bahkan ia pun tak menyetujui kepergian gadis itu. Rintik air membuktikan bahwa langit sedang merasa kehilangan bulan sabitnya di bibir Nichel.

Dan hari itu, tugas Nichel resmi berakhir. Berakhir dengan cara yang salah. Dengan cara yang disesali orang disekitarnya. Papanya, Mamanya yang tengah penerbangan menuju Indonesia, sahabatnya, semuanya.

Pukul 17.17 WIB, Nichel pamit dari kehidupan fana, menuju kehidupan abadi.

-END-







6 Desember 2019.
20.47 WIB
Jepara, Jawa Tengah.










Oleh,
Larikpilu.







Gadis yang sedang mengakhiri masa 16 tahunnya beberapa jam kemudian.













Sampai jumpa di epilog 💜

DissimulateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang