Dissimulate - 44

1K 69 3
                                    

Mohon maaf ya kalau part ini jelek:(

-Dissimulate-

Di bawah rindangnya pohon berakar seribu, Rachel menikmati ayunan dengan laki-laki bersender di tiang ayunan tersebut.

Sesekali Rachel meliriknya namun lelaki itu tetap tak berkutik sedari tadi. Ia gemas, sudah hampir dua jam mereka di telaga tetapi lelaki berhoodie merah itu tak menunjukkan tujuan mengajaknya ke sini.

"Sebenarnya lo mau ngapain? Kenapa diam saja?"

Alih-alih menjawab, Lion justru terduduk di tanah. Raut wajahnya lesu, tatapannya lurus memandang hijaunya air yang tergenang.

"Lion, gue nggak bisa lama-lama di sini. Lo udah ngajak gue bolos, seakan-akan gue ini pengecut. Lari dari kenyataan!" gerutu Rachel, kakinya kuat-kuat berpijak pada tanah. Lalu mendorong tubuhnya dengan sendi engsel di lututnya. Sebagai wujud ia kesal, ayunan bergelantungan kencang hingga menimbulkan suara besi bergesekan.

"Jadi, selama ini gue mencintai kembaran lo?"

"Namanya Nichel."

Lion mengusap wajahnya gusar. Rachel dapat menyimpulkan bahwa penyebab Lion galau seperti itu adalah kembarannya. Sedikit ngilu di hatinya, namun Rachel mencoba menepis rasa cemburu yang perlahan membuatnya merasa iri kepada Nichel.

"Selama ini lo ke mana?"

"Nggak ke mana-mana, gue hanya istirahat."

"Terus sekolah Nichel, lo yang gantiin?" tanyanya, tanpa menatap Rachel sama sekali. Malah melempari telaga dengan kerikil kecil yang menempel pada sepatunya.

"Dia sedang mengambil tantangan untuk menjadi psikolog tanpa kuliah jika dia berhasil menemukan penyakit langka di sini. Gadis kuat yang gue banggakan selama ini, karena gue nggak bisa sekuat dia." Rachel merasakan semilir angin menghapus kaca-kaca air di matanya.

"Gue telah menyakiti gadis hebat."

"Lo bodoh."

Lion tidak marah ketika Rachel mengatainya bodoh. Benar, ia memang bodoh. Seorang laki-laki yang suka tidur di kelas, yang tidak bisa menghargai seorang perempuan, yang sukanya melanggar aturan, nggak punya tujuan hidup pula.

"Apa gue masih sempat mengucap maaf padanya? Apa masih layak gue mengucap satu kata itu, Rachel?"

Gadis berambut pendek itu turun dari ayunan yang lama-kelamaan membuat kepalanya berkeliling. Ia terduduk di tanah, sebelah Lion. Menepuk pundaknya lama. "Asal lo tahu, sampai detik ini Nichel masih berharap lo temui dia. Meski lo permainkan dia, dia masih menganggap lo laki-laki yang spesial. Dia itu lucu, ya?"

"Selucu gue yang pura-pura kuat saat tahu lo mencintainya," lanjutnya dalam hati.

Rachel sadar, ini saatnya ia berbalas budi pada gadis yang lahirnya lebih tujuh menit darinya. Selama ini Nichel selalu mengalah pada Rachel, baik dari kecil maupun remaja. Tidak seharusnya ia bersikap egois pada adik sendiri.

Iya, Rachel yakin keputusan untuk mengalah adalah suatu yang tepat.

"Lo harus temui dia, Lion. Sebelum dia benar-benar pergi. Jangan lemah dong jadi cowok."

Lion menoleh Rachel, betapa terkejutnya ia melihat setetes air mata meluncur membasahi rok abu-abu gadis itu.

"Kok lo nangis? Emang Nichel bakal pergi ke mana?"

"Dia harus melaksanakan tugasnya, tapi dia akan kembali."

Percayalah, Rachel menangis bukan karena itu. Tetapi karena merelakan orang yang dicintainya ke saudara kembarnya sendiri. Jika ia baik-baik saja, ia bohong. Namun Rachel percaya, rasa tidak rela ini hanya sesaat. Ia akan berjuang mengikhlaskan cowok itu. Lagipula, stok laki-laki masih banyak, 'kan?

"Kalau lo benar-benar mencintainya, temui dia sekarang sebelum jam tiga. Di bandara."

***

Reysa mengetuk pintu rumahnya pelan, tak ada yang membukakannya ia lantas membuka sendiri. Langkahnya perlahan menuju kamar mamanya di lantai dua.

"Ma?"

Meski takut, Reysa mencoba membuka pintu, dilihatnya mamanya sedang terbaring sembari menatap ponsel. Wanita itu melihat putri kesayangannya dengan jengkel.

"Mau ngapain?"

Reysa menarik napas panjang, Reysa harus berani ngomong! Begitu kalimat yang terus dirapalkannya sejak wejangan dari Nichel di sekolah.

"Reysa mau ngomong sesuatu sama Mama. Mama lagi sibuk, ya?"

"Ngomong aja."

"Mama masih marah?" Reysa menarik-narik roknya, gugup. Dari segi mamanya yang merespon singkat, sepertinya wanita itu masih marah padanya.

"Reysa cuma mau bilang sama Mama, kalau Reysa nggak bisa nurutin Mama yang harus peringkat satu di kelas, yang harus ikut olimpiade di luar kota. Mama tahu, 'kan? Setiap malam Reysa belajar, buat apa? Buat Mama. Buat bisa jadi yang terbaik di sekolah. Reysa tidak pernah malas-malasan belajar, tapi Mama selalu marah kalau Reysa peringkat dua di kelas. Mama selalu ingin Reysa jadi yang terbaik."

Reysa mengelap air matanya sejenak sebelum melanjutkan. "Setiap malam Reysa berdoa supaya bisa membanggakan Mama, tapi hasil Reysa tidak pernah buat Mama puas. Tanpa Mama sadari, Reysa pun ingin punya Mama yang baik. Reysa selalu berharap Mama selalu ada waktu buat Reysa. Ngajarin Reysa belajar menghitung, masak. Kenyataannya Mama selalu pergi ninggalin Reysa, tapi Mama selalu aja berharap Reysa pandai dalam segala hal. Yang Reysa butuhkan kasih sayang Mama bukan tuntutan Mama. Bagaimana Reysa bisa hebat kalau Mama Reysa sendiri nggak pernah ngajarin apa-apa sama Reysa?"

Setelah mengucapkan kalimat panjang, Reysa berlari menuruni tangga dan meninggalkan rumah besar itu. Baginya percuma ia berada di sana. Orangtuanya selalu pergi tanpa pamit, datang tanpa permisi, menuntut tanpa mengerti. Ini yang Reysa benci dari keluarganya sendiri. Ia pikir, perempuan itu makhluk yang paling pengertian. Rupanya tidak. Perempuan dan laki-laki sama saja.

Gadis itu diklakson beberapa pengendara karena menyeberang tanpa tengok kanan-kiri. Reysa tak peduli, tabrak ya tabrak saja. Dia sudah lelah.

Lega, ia merasa sesuatu yang membuatnya sesak sudah tak ada lagi. Benar kata Nichel, kita harus belajar mengungkapkan.

Gadis yang masih memakai seragam sekolah itu berjalan tak tentu arah. Tak pandang kondisi jalanan seramai apa. Seakan dunia ini adalah miliknya. Ia ingin egois hari ini saja, bebas hari ini saja. Ia tak mau berpikir apapun satu hari penuh.

Tapi, apakah bisa ia hidup seperti itu dalam sehari?




TBC ...
24 November 2019.








Halooooooooo:)

Terima kasih yang sudah betah sampai part 44 ini💜

Mau pamit lagi nih, Selasa sudah PAS jadi nggak mau buka wattpad dulu:) hehe






















Yang punya storial.co boleh follow aku ya, larikpilu

DissimulateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang