Dissimulate - 45

1K 82 8
                                    

"Jaga dia untuk kembaranku, ya."

-Dissimulate-

Gadis berambut pirang itu terduduk lesu di ranjangnya. Sesekali ia melirik jam dinding di kamarnya lalu menghela napas panjang. "Perasaan gue nggak enak," gumamnya. Sedari pagi tadi ia memiliki firasat buruk yang buatnya tak tenang. Terlebih Rachel, satu jiwanya belum pulang ke rumah hingga siang ini.

"Lion ajak Rachel ke mana, sih? Dia nggak mau antar gue ke bandara apa?"

Ia berkacak pinggang, lalu bangkit dari duduknya. Menatap foto berbingkai kerang yang tergantung rapi di samping jam dinding. Di foto itu dirinya dengan Rachel saling berpelukan dan tertawa riang. Memakai gaun putih dan topi putih. Mamanya yang menyukai fotografi tersebut berhasil memotret putri kembarnya dengan sempurna meskipun objeknya candid.

Nichel tersenyum tipis, mamanya saat ini sedang berada di Prancis, sedang meneruskan perusahaan Kakeknya. Nichel akan menyusul wanita hebat tersebut.

Dering ponselnya berhasil mengalihkan perhatiannya. Diraihnya benda pipih di nakas itu lalu menempelkannya pada telinga. "Halo, Tante?"

"Kabarnya hari ini kamu berangkat, ya?"

"Iya, bagaimana Devin, Tan? Apakah dia mulai bisa mengenali orang-orang di sekitarnya?"

"Lumayan. Dia sudah hampir sembuh, sakitnya tidak terlalu parah. Saat ini dia perlu memaafkan seseorang yang menyakitinya di masa lalu. Kamu hati-hati, ya. Tak ingin menjenguk Devin, kah?"

Nichel diam sejenak, sejujurnya ia ingin bertatap muka dengan cowok yang sekarang tak perlu membawa topeng ultraman lagi. Tetapi, ia tidak punya waktu. "Kalau Devin sudah sembuh, titip salam aja, deh. Nichel sudah mau berangkat ini."

"Ya sudah, Tante tutup, ya? Jangan lupa kabarin Tante tentang perkembangan belajarmu di sana."

Telepon dimatikan. Lagi-lagi Nichel terdiam. Rasanya begitu berat meninggalkan negara yang sedang berkembang ini. Terlebih kenangan kecil dan konyol yang pernah ia lewati selama kurang lebih setengah tahun.

Pintu kamarnya diketuk, muncul seorang pria berkemeja biru berjalan ke arah gadis itu dengan raut wajah gusar. "Kakakmu ke mana? Kenapa tidak bisa Papa hubungi, sudah jam berapa ini? Saatnya kamu berangkat."

"Pa, sebentar lagi, ya? Nichel ingin bertemu seseorang dulu."

Papanya menghela napas, "Nichel, kamu bisa berpamitan ketika kamu sampai di sana."

Nichel menggelengkan kepalanya. Tidak, ia tidak bisa. Hatinya meminta untuk menyelesaikan urusan hati dengan Lion. Tapi, apakah Lion masih peduli padanya? Bahkan keberangkatannya saja cowok itu tidak tahu. Setelah berpikir lagi, sepertinya tak perlu menemui cowok itu. Tak ada untungnya juga. Lagipula Nichel tak mau langkahnya menjadi berat setelah berbincang dengan Lion. Nichel terlalu percaya diri Lion akan mencegahnya.

"Nichel nanti kamu terlambat, biarlah kakakmu itu tidak mengantarmu. Yuk!" Nicho berdiri, menyeret dua koper Nichel dan membawanya ke bagasi mobil.

Di perjalanan gadis itu terus memandang ke luar kaca. Berharap melihat Lion yang saat ini masih bersama Rachel. Kepergian gadis itu meninggalkan patah hati yang luar biasa.

Pengalaman konyol yang ia dapatkan. Menjadi pribadi orang lain yang sekarang ia sadar, ia tidak bisa menjadi orang lain dan orang lain tak bisa menjadi dirinya. Kota ramai ini kelak akan ia rindukan. Setiap malam ia akan rindu tidak bisa tidur karena suara bising di jalanan. Angkot yang berdesakan setiap berangkat dan pulang sekolah, dan telaga penuh kenangan bersama Lion.

Menyebut nama lelaki itu, ia lantas teringat awal mulanya bertemu cowok nakal itu. Bagaimana ia dulu dijodohkan sahabatnya hingga cowok itu mengajaknya berpacaran waktu di kamar mandi dengan mengaku mengetahui rahasia Nichel. Nichel terbahak dalam hati, masa-masa sepele inilah yang akan membuatnya ingin kembali ke kota yang tak pernah tidur ini.

"Jakarta, aku pamit. Jaga dia untuk kembaranku, ya."

Nichel memejamkan matanya. Ia tak mau membahas perihal Lion lagi.

"Rachel Papa suruh ke bandara saja, di sana sudah ada Marsha, Hana, dan Fadlan. Sepertinya ada yang kurang, ya?"

Kening Nichel berkerut, "Maksud Papa?"

"Itu loh cowok yang kamu pandangi fotonya semalam."

Mata Nichel membulat. Jadi, semalam papanya mengintipnya? Astaga, bagaimana Nichel sampai tak menyadarinya? Ia kan ... malu.

"Sudah, jangan malu-malu sama Papa. Papa setuju kok kamu sama dia."

"Apa Papa masih berkata setuju jika Papa tahu cowok itu disukai oleh kedua gadis Papa?" Nichel membatin.

"Itu, kan Reysa?!"

Sontak Nichel menengok ke arah telunjuk papanya. Di depan warteg nampak seorang gadis dikelilingi tiga pria berperawakan brewok nan kekar.

Meski laju mobilnya pelan, Nichel turun begitu saja membuat papanya menjerit. "NICHEL MAU NGAPAIN KAMU?!!"



TBC...

Sabtu, 30 November 2019.
















Jawab pertanyaanku di bawah ini, ya! Yang nggak jawab semoga ...















Semoga diberi hidayah serta Inayah agar mau membuka hati nuraninya untuk seorang larikpilu ini.

Pertanyaannya:

1. Apa yang perlu diperbaiki dari cerita ini?

2. Harapan kalian untuk cerita ini?


Okeh, itu aja.

Sampai jumpa,

DissimulateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang