Dissimulate - 38

1K 77 10
                                    


-Dissimulate-

Suara surga menyeruak ke seluruh penjuru sekolah. Hal tersebut mengakibatkan banyak murid bergegas ke parkiran dan melarikan diri dari sana. Guru bahasa Inggris yang kebetulan sedang berada di kelas Rachel terpaksa berhenti mengajar dan membubarkan kelas.

"Bel menyelamatkanku." Lion terbangun dari tidurnya, merapikan buku-buku di mejanya yang menjadi tiket menjelajahi alam mimpi.

"Akhirnya yang ditunggu datang juga."

"Nunggu bel bunyi kayak nunggu tempurung kelapa berubah segitiga. Lama bener." Reza menggerutu asal.

"Bahasa lo keren," Faisal menimpali.

Sedangkan Rachel, Marsha, dan Hana sudah berada di luar kelas. Ketiga gadis itu berjalan sambil berbincang-bincang.

"Lo naik angkot, Chel?" Marsha bertanya kepada Rachel.

"Iya, lo?"

"Gue dijemput."

"Iya gue juga dijemput. Lo sendirian dong?" Nada Hana sedih. Rachel tertawa kecil melihatnya. "Ya elah, gue terbiasa sendiri kok."

"Ekhem." Lion berdeham di belakang mereka yang berhasil membuat mereka menoleh padanya dengan kening berkerut.

"Mau ngapain lagi lo?" Sarkas Marsha, ia menginterupsi Rachel untuk segera menjauh dari cowok tak tahu diri itu.

"Mau ngajak Rachel pulang bareng."

"Heh! Lo tuh nggak sadar apa? Kemarin lo buang Rachel gitu aja, terus sekarang lo pungut dia lagi! Lo kira dia apaan? Nggak, gue nggak setuju lo bareng Rachel!!"

Rachel mengelus pundak Marsha, "jangan gitu, Lion udah minta maaf kok sama gue. Dan gue juga udah maafin dia. Manusia pasti punya salah, Sha."

"Chel..."

Rachel tersenyum semanis mungkin untuk menenangkan rasa khawatir Marsha tersebut. Marsha hanya bisa mengembuskan napas kasar karena ia tidak punya hak untuk menuntut Rachel harus menurut padanya. Lagipula, Marsha tahu ada yang harus diselesaikan antara Lion dan Rachel yang tak lain adalah perasaan.

"Lo jaga diri ya? Kalau dia jahat sama lo lapor gue. Biar gue tebas kepalanya." Marsha melirik Lion tajam.

"Lama-lama lo kayak monster tahu nggak?" Lion geleng-geleng kepala, beralih menggenggam tangan Rachel dan mengajaknya menuju parkiran.

Ya Tuhan, kenapa mereka tega sekali membuat Marsha iri?

"Gue kapan kayak gitu, Ya Allah?" lirih Marsha dramatis.

Hana menimpali, "Oh, Marsha mau gandengan juga kayak Rachel? Hana bisa kok menggandeng Marsha."

Kepolosan Hana membuat Marsha semakin menghentakkan kakinya ke tanah dan menjerit tak terima.

"HUAAAAA!"

***

Telah sampai di depan rumah Rachel, Lion membuka helmnya dan berlari mengekori Rachel.

"Lo mau ngapain?"

Lion menggaruk rambutnya. Bingung, ia juga tak sadar sudah mengejar gadis itu.

"Gu-gue ... mau ...."

"Mau apa, Lion? Mampir?"

"Nggak deh, cuma mau ngucapin selamat berjuang untuk besok. Semoga juara ya. Gue ada di hati lo kok."

Nichel, yang sedang mengintip dari jendela ruang tamu terkejut dengan kalimat yang diucapkan Lion. Jadi ... Lion beneran jatuh cinta padanya? Atau hanya tipu belaka seperti sebelumnya?

"Iya, makasih Lion." Rachel menunduk.

"Gue cabut, ya?"

"Iya."

Lion memberi kecup jauh sebelum bergabung dengan pengendara lainnya. Rachel menatapnya sampai menghilang. Ia tidak tahu mengapa, hatinya merasa senang mendengar ucapan Lion tadi. Ia merasa Lion jadi perhatian padanya.

Rachel memasuki rumahnya dengan mengucap salam. Tiba-tiba Nichel berada di belakangnya ketika Rachel baru saja menutup pintu.

"Ya Allah, kaget gue."

"Kok Rachel bisa bareng Lion?"

Ya, begitulah Nichel. Kalau memanggil saudara kembarnya suka gonta-ganti. Kadang Kakak, kadang hanya menyebut namanya saja.

"Dia ngajakin. Jangan salah paham."

"Duh, sakit kepala gue mikirin tuh cowok. Nggak punya pendirian banget sih, aneh, nggak jelas." Nichel duduk di sofa dengan kasar. Rasa kesalnya menjalar.

"Ya salah lo punya kepala."

Nichel menatap Rachel kesal. Semua orang juga tahu kalau sakit kepala karena punya kepala. Anehnya, ia baru sadar sekarang. Kenapa ia tidak menyopot kepalanya saja daripada pusing karena sakit kepala?

Rachel geleng-geleng kepala. Adiknya tersebut memang kerap kali mengeluh sakit kepala. Tetapi apa daya ia tak bisa menyembuhkan selain membuat lelucon yang garing.

Rachel ikut duduk di sofa. "Fadlan gimana keadaannya?"

"Udah baik, besok bisa berangkat sekolah."

Rachel manggut-manggut saja. Gadis itu membuka buku paket yang diberikan Pak Hadi untuk mempersiapkan olimpiade besok.

"Lo ingat nggak, gue waktu kecil pernah kenal sama Fadlan? Yang waktu itu gue berantem sama lo gara-gara rebutan sepeda?"

Rachel menerawang, mencoba mengingat kejadian beberapa tahun yang lalu. "Ingat sih kalau soal berantem karena sepeda. Tapi gue nggak ingat Fadlan sama sekali. Rumah dia deket kan, tapi nggak pernah tuh kita se-SD. Mungkin dia pernah pindah terus balik lagi," jawab Rachel panjang lebar. Ditanya apa jawabnya muter dulu.

"Hmm, tapi Fadlan bilang, gue ini teman masa kecilnya. Tapi gue nggak ingat dong. Gue cuma ingat satu cowok yang rambutnya dijambul, punya gingsul. Tapi aku lupa nama dan wajahnya." Nichel mencoba mengingat lebih jauh. "Dia waktu itu bilang, 'kalau nanti kita udah becal, kita halus pacalan'."

"Lion kali."

Brakkk.

Gadis kembar tersebut mengalihkan perhatiannya ke arah kaca yang menampilkan bunga di luar rumah nampak gerak-gerak.

"Astaga, gue lupa nutup kordennya!" Pekik Nichel yang kemudian berlari ke luar rumah. Betapa terkejutnya ia menemukan Reysa di depan gerbang rumahnya yang terbuka.

"Reysa!!!!"







TBC ....

19 Oktober 2019.






Hai, masih tetap bertahan menunggu cerita ini, kan?
Jika iya, terima kasih ya:)

Maaf nih kalau kurang memuaskan:(

Jumpa lagi,

larikpilu

DissimulateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang