Dissimulate - 42

1K 79 5
                                    

"Gue kasih tahu, ya. Semakin lo merendahkan Rachel, semakin menunjukkan kalau lo lebih rendah dibanding dia!!"

-Dissimulate-

"Rachel sakit apa, Nichel?" desak Bu Atta sekali lagi, Nichel menggaruk tengkuknya bingung. Jujur, dalam rangka membongkar rahasia keluarganya apakah suatu kedosaan?

"Rachel sakit anu, Bu."

Bu Atta menghela napas, "Kamu jangan bikin saya badmood."

Nichel mengambil napas panjang kemudian menegakkan tubuhnya tegas. "Tapi jangan bilang-bilang ya, Bu, ini rahasia. Sebenarnya Rachel pernah mengalami kecelakaan parah, kakinya mengalami patah tulang sampai beberapa bulan ini dia nggak bisa jalan. Memang sih, masih bisa sekolah, tetapi Rachel juga memiliki penyakit mental Sindrom Quasimodo atau gangguan dismorfik tubuh, dimana penderitanya akan memiliki pertimbangan yang obsesif dan berlebihan terhadap cacat fisik yang dimilikinya. Saya sudah berkali-kali berkata kalau ia tidak cacat tetapi Rachel tetap keras kepala."

Bu Atta dibuat melongo oleh jawaban gadis berambut pirang yang tengah duduk di depannya. "Astaga, lalu bagaimana mentalnya sekarang?"

"Alhamdulillah, ada sedikit perubahan meskipun dia kadang masih tidak PD. Bahkan kadang masih takut kalau ketemu orang asing, makanya lima bulan ini dia menghilang dari Jakarta."

Bu Atta mengangguk paham.

Nichel nyengir. "Kebetulan sekali saya harus mencari seseorang di sekolah ini. Dan akhirnya saya menemukan Devin yang sekarang dirawat di rumah sakit."

"Sakit apa dia? Saya belum ada waktu menjenguknya? Kabarnya, kamu ya yang membawa dia ke rumah sakit?"

Nichel berdeham keras, seakan menyindir Bu Atta kalau ia lebih hebat dari guru BK tersebut.

"Capgras Delusion, kelainan psikologis yang membuat seseorang merasa sangat yakin bahwa teman, anggota keluarga, atau orang lain yang mereka kenal telah digantikan oleh seorang penipu. Dalam kasus langka, seseorang yang mengidap sindrom ini bahkan sama sekali tidak mengenali bayangannya sendiri saat bercermin — percaya bahwa cerminan yang dilihatnya adalah orang lain yang berpura-pura sebagai dirinya."

Bu Atta menyimak penjelasan Nichel. "Alasannya?"

"Disebabkan oleh terputusnya koneksi antara bagian otak visual dengan daerah otak yang memproses reaksi pengenalan wajah. Putusnya bagian ini bisa diakibatkan oleh cedera otak pasca trauma, dan gejala mental yang lain. Akhirnya psikiater di sana memutuskan untuk merawat inap pasien di kamar tertentu agar tidak ada orang asing disekitarnya. Karena dapat mengakibatkan penyakitnya makin parah. Kiranya begitu, Bu."

Bu Atta tersenyum bangga pada gadis berparas jelita itu. Ia geleng-geleng kepala saking takjubnya. Meskipun ia sebenarnya tidak paham dengan yang dijelaskan Nichel secara merinci tersebut.

"Saya akan menindaklanjuti kasus Devin, Nichel. Terima kasih, ya kamu sudah menyelamatkan teman kamu. Sekarang kamu boleh kembali dan Rachel tidak dikeluarkan dari sekolah."

Mata Nichel berbinar, akhirnya tak sia-sia ia ngomong panjang kali lebar kali tinggi sampai menemukan rumus volume balok. "Serius, Bu?"

"Saya jamin."

Tak sadar, Nichel melompat-lompat kecil membuat Bu Atta terkekeh.

Tak sadar pula, ada tiga gadis yang sedari tadi mengintip dari jendela dan mendengarkan apa yang mereka bicarakan dari awal.

***

"Nichel nggak balik-balik, gue jadi khawatir." Fadlan duduk di bangku kantin sejak lima belas menit yang lalu. Cowok itu telah memberi kabar pada Nichel bahwa ia menunggunya di sana namun gadis itu tak jua menyusulnya.

"Iya, gue jadi takut kalau Rachel dikeluarkan."

"Gue berhasil dong." Suara tegas itu membuat Marsha, Hana, dan Fadlan menoleh ke belakang.

"Nichel akhirnya." Marsha memeluk Nichel. Mereka berpelukan, melepas rasa khawatir yang sedari tadi berderu. Hana hanya tersenyum kikuk melihat mereka berpelukan sedangkan ia tidak diajak. Ini menyebalkan.

Hana menoleh Fadlan, tetapi sedetik kemudian ia kembali menunduk karena cowok itu sedang menatapnya balik.

"OH JADI INI NIH RATU DRAMANYA!! JADI INI PENYELUNDUP ITU?!!"

Meysia berkacak pinggang diikuti dua teman kelasnya yang memakai rok ketat dan rambut panjang digerai itu.

Meysia memicingkan matanya. Meneliti rambut pirang Nichel hingga sepatu berpolet putih itu. "Bukan murid sini, ya? Makanya sok-sokan!"

Nichel kali ini melapangkan dadanya. Sadar, ia bukan siswi sini. Lagipula, barusan ia berhadapan dengan guru BK. Tidak mungkin juga ia harus balik ke sana lagi gara-gara mencari ribut. Tujuannya datang ke sekolah untuk terakhir kalinya, hanya untuk menyelamatkan Rachel dari bully-an.

"Gue rasa lo lebih pengkhianat dari gue, karena lo menikung kembaran lo sendiri, selain menikung Reysa!! Apa, sih, istimewanya Lion sampai lo buat kembaran lo itu sakit jiwa?"

Sudah cukup. Nichel menarik napas panjang guna mengurangi bilik kirinya yang memompa darah lebih cepat. Ia tidak mau hipertensi, akhirnya ia memilih sabar, sabar, dan sabar.

"Kenapa lo diam? Takut, ya kembaran lo yang sakit jiwa itu dikeluarkan gara-gara lo yang nyamar jadi dia?"

Byur!

Nichel menyiram wajah Meysia dengan jus melon di meja sebelahnya. Tak peduli milik siapa yang jelas ia tidak tahan ingin menyumpal mulut hina itu. Mati-matian Nichel menjaga kakinya untuk tidak menendang Meysia ke planet Pluto.

Gadis tak tahu diri.

"Gue kasih tahu, ya. Semakin lo merendahkan Rachel, semakin menunjukkan kalau lo lebih rendah dibanding dia!!"

Nichel jadi bimbang, antara memilih tetap di Jakarta atau kembali ke negara tetangga, yang jelas tak ada makhluk gila seperti Meysia dan Reysa.

Nichel hanya takut Rachel terluka batin dan fisiknya. Gadis itu merasa percuma menjadi psikolog kalau ia sendiri tak bisa menjaga mental duplikat raganya.

"Kenapa nggak merendah lagi? Atau karena lo udah serendah-rendahnya? Justru di sini yang gila Lion itu elo Meysia!!"

"Sudah, Chel." Hana menarik Nichel untuk menjauh dari sana. Mengingat adu suara lantang dari keduanya sangat menarik perhatian pengunjung di kantin siang itu.

"Sudah apanya, Hana? Gue nggak terima Rachel diperlakukan seperti ini! Rachel dan dia sama-sama manusia, Han! Sama-sama makan nasi dan minum air putih! Rachel itu udah gue anggap diri gue yang lain!!"

Hana diam dibentak Nichel. Marsha yang merasa Nichel telah kehilangan kesabarannya hanya menepuk pundak Hana agar tidak sakit hati.

"Kasihan ibu lo ngajarin sopan santun sejak kecil. Kasihan wanita paruh baya yang mengandung lo selama sembilan bulan, Mey, dia pasti sangat kecewa karena kelakuan lo yang nggak bisa menghargai seorang perempuan. Yang tak lain adalah Rachel." Nichel menghentikan ucapannya sejenak, belum gadis itu berbalik dan berkata, "Gue pamit. Salam buat Reysa lo itu."

Nichel beranjak dari sana dengan menggeret tangan Marsha dan Hana. Fadlan yang merasa dirinya diabaikan itu mengekor.

"Ibu lo kecewa, Mey." Fadlan menepuk pundak Meysia yang merosot dengan kata-kata terakhir Nichel.

Gadis itu ... merindukan Ibunya. Yang hilang, tak dapat ditemukan. Karena wanita kejam itulah, ia membenci perempuan, termasuk dirinya sendiri.

TBC ...
8 November 2019.

Duh, maaf ya teman-teman baru bisa update. Minggu-minggu kemarin untuk mengerjakan tugas:((

Oh ya mau bilang, kalau Minggu depan nggak bisa update karena ada acara pariwisata sekolah. (Aku kasih kepastian, aku baik nggak kayak dia)

Okeh

Jumpa lagi,
larikpilu

DissimulateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang