Dissimulate - 35

1K 88 4
                                    

Lion mengepalkan tangannya kuat-kuat begitu sampai di dalam kelas. Amarahnya ia luapkan dengan menggebrak meja di depannya. Untung meja tersebut terbuat dari kayu, coba saja terbuat dari besi, peyok sudah tangan Lion.

Mata Lion berkeliling, cowok itu sadar tidak ada Rachel di kelas. Ke mana cewek itu? Daripada penasaran, cowok itu menghampiri Marsha.

"Rachel mana?"

Marsha terkejut tubuh Lion tiba-tiba di sampingnya. Sekaligus kesal mengapa Lion baru menyadari tidak adanya Rachel.

"Nggak masuk," jawab Marsha ketus.

"Kenapa?"

"Nggak tahu."

"Kok nggak tahu, sih?!" Lion sewot. Ia pikir Marsha berbohong padanya.

"Iya lah nggak tahu, karena gue nggak tempe."

"Gila nih cewek." Lion mengacak rambutnya kemudian melangkah keluar kelas. Ia meraih ponselnya di saku celana, mencoba menghubungi gadis yang dicarinya namun nomornya tidak aktif.

"Masih hidup nggak sih nih orang?" Lion keki sendiri.

"Ngapain sih lo nyariin Rachel? Lo nggak sadar udah nyakitin hati dia? Kemarin lo buang dia gitu aja sekarang lo nyariin dia?" Marsha melipat tangannya di dada. Cewek itu hendak ke perpustakaan bersama Hana, kebetulan melewati Lion yang sedang berbicara sendiri. Sungguh Marsha tidak rela jika Rachel merasakan hal yang sama. Ia tidak mau sampai Rachel sakit hati lagi karena cowok itu.

Lion berkacak pinggang, "Gue mau ngomong sama dia."

"Ngomong apa? Ngomong kalau lo jadiin dia taruhan biar dapetin Reysa tapi ujungnya Reysa nggak pilih lo? Hah? Miris banget deh lo!"

Marsha geleng-geleng kepala, "Dia sedang sakit, Lion. Please, lo nggak usah ganggu dia. Dia harus fokus olimpiadenya."

Setelah memaki Lion, gadis itu menggandeng tangan Hana dan membawanya masuk perpustakaan. Di kelas sedang jamkos membuat mereka jengah. Mereka juga bosan menonton hiburan konyol oleh teman-temannya. Yang paling tidak, nyanyi-nyanyi tidak jelas. Atau tidak, bermain reog seperti murid kurang asupan kasih sayang saja.

Kepergian Marsha membuat Lion terduduk di teras kelasnya. Entah mengapa ia ingin menjadikan Rachel pelarian setelah insiden penolakan tadi.

Sekali lagi, ia menelepon Rachel. Masih tidak aktif. Ia menghembuskan napas lelah dan membaringkan tubuhnya. Menutupkan matanya, beralih ke alam bawah sadar.

Tak peduli beberapa guru yang melintasinya. Bodo amat, ia sedang ingin mengistirahatkan pikirannya. Barangkali ada petunjuk mengenai Rachel. Sungguh, Lion merindukan gadis itu.

***

"Sus, pasien yang bernama Rachel Anansta ada di kamar mana?" Reysa sesekali menengok kanan-kiri sekadar jaga-jaga bila ada yang melihatnya.

"Maaf, pasien yang bernama Rachel Anansta tidk terdaftar di rumah sakit ini."

Kening Reysa mengerut, "kemarin emang di bawa ke sini kan, Kak?" tanya Reysa pada sepupunya, Meysia.

"Iya, kok bisa nggak ada. Apa pindah, Sus?"

"Kalian siapanya ya kalau boleh tahu?"

"Te-" belum sempat Mey menjawab pertanyaan suster, Reysa memotong dan mengatakan bahwa mereka sahabatnya. "Tolong sus, kasih tahu kita. Kita khawatir banget sama Rachel."

Raut wajah suster tampak menimang sesuatu. Mungkin suster tersebut takut dengan mereka kalau berbuat jahat.

"Maaf, keluarga pasien tidak memberikan izin memberitahukannya kepada siapapun."

Reysa membuang napas gusar. "Ya udah, makasih, Sus."

"Iya, sama-sama."

Mereka keluar rumah sakit dengan hampa. Tak ada informasi sedikitpun mengenai gadis yang dicelakainya kemarin.

"Seharusnya kemarin lo nungguin dia sampai malem," cibir Mey.

Reysa menatap sepupunya tak percaya, "kok jadi nyalahin gue sih? Kemarin kan ada mamanya Fadlan. Gimana kalau ketahuan coba? Lo sih cari idenya gini amat. Ilang kan si Rachel."

"Ya bagus dong, itu tandanya dia nggak jadi olimpiade. Terus lo gantinya deh." Mey tersenyum picik.

Benar juga, pikir Reysa. Kini ia tertawa kecil meskipun mulanya mencak-mencak tidak jelas. "Kenapa nggak kepikiran sampai situ ya?"

Mey geleng-geleng kepala. Lalu meninggalkan Reysa di belakang yang masih tersenyum bahagia.

"Gara-gara cewek nggak jelas mobil gue lecet," Mey mengaduh. Mengelus-elus cat merah yang berubah hitam di bagian depan.

Ya, merekalah yang sengaja membuat Rachel dan Fadlan masuk rumah sakit.

Kadang, manusia berubah jahat karena tersakiti. Kadang juga, manusia berubah psikopat karena menginginkan sesuatu.

***

Sore ini, Lion nekat berkunjung ke rumah Rachel sembari membawa sekantong plastik berisi buah-buahan. Ia memarkirkan motornya di luar pekarangan rumah Rachel agar Rachel tidak berniat kabur untuk berjumpa dengannya.

Sekaligus surprise, pikirnya.

Dalam kejauhan, Lion melihat dengan jelas seorang gadis berambut sepunggung sedang menyirami bunga di halaman rumahnya. Rumah Rachel. Tapi itu bukan Rachel, hanya mirip. Atau ... kembar mungkin?

Tapi, bagaimana bisa?

Memakai kacamata putih, postur tubuhnya terlihat lebih kurus ketimbang biasanya. Lion berpikir positif, mungkin itu akibat dari sakit.

Gadis itu menengok, menatap Lion. Kemudian menjatuhkan cerek sehingga membasahi kakinya. Ia terkejut dengan kehadiran Lion.

"Rachel!!" Lion berteriak, melambaikan tangannya. Lalu berlari menghampiri.

"Iya, gue Rachel Lion."

TBC ...

29 September 2019.

Gimana pendapatnya tentang part ini?




Jumpa lagi,
larikpilu

DissimulateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang