Dissimulate - 08

1.6K 110 6
                                    

Seperti biasa, jamkos adalah waktu paling ramai urutan kedua setelah pulang.

Lion sedari tadi di dorong-dorong Haikal untuk segera duduk di sebelah Rachel. Kebetulan Marsha sedang di panggil guru BK karena ia pemegang absen di kelas dan BK sedang menghitung absen.

"Cepet, Yon, kesempatan emas ada di pihak lo."

Lion berdecak malas. Ia ngantuk, dan tidak bisa diganggu gugat. "Minggir gue mau tidur."

Lion menelungkup wajahnya di meja. Tas ransel hitamnya berubah menjadi bantal empuk dan nyaman.

Haikal menjambak rambut Lion sampai si pemilik meringis kesakitan.

"Buruan, Lion," kata Haikal di lembutkan.

"Lo aja kenapa sih?" Lion menguap.

Haikal semakin kesal. "Ini dare lo, lo punya hutang sama gue. Gih, buruan."

"Argh!!" Lion mengerang membuat seisi kelas menatapnya horor. Jangan-jangan jiwa singa Lion telah keluar?

Lion berdiri, kedua tangannya di rentangkan ke depan seperti hantu yang berjalan. "Gendong gue."

"Dih, apaan ogah!" Haikal bergidik ngeri lalu mendorong punggung Lion dari belakang jadi Lion bersyukur sekali karena tak perlu repot-repot berjalan.

"Semoga berhasil, Lion ku."

"Jijik."

Lion menghela napas. Ia memandang Rachel yang sedang sibuk membaca novel barunya. Terlihat dari sampulnya yang masih berkilau. Tatapannya beralih ke tempat duduk sebelah Rachel, cowok itu cepat-cepat duduk lalu menelungkupkan kepalanya bersiap tidur. Lagipula, Haikal menyuruhnya duduk aja kan? Lalu sekarang dia sudah duduk.

Rachel terkejut, ia menatap Lion heran.

"Gue diusir Haikal, gue numpang duduk di sini."

Kalimatnya memaksa. Seakan ia ingin duduk di sini, maka ia harus boleh duduk di sini tanpa persetujuan dari sang pemilik. Egois.

Rachel mengalihkan perhatiannya pada cerita yang mengisahkan tentang dua sejoli remaja yang sedang jatuh cinta karya penulis terkenal. Sebenarnya Rachel tidak fokus membaca, karena ada Lion di sampingnya. Jantungnya juga berdegup tidak normal.

"Jaket gue mana?"

Astaga. Rachel pikir Lion sudah tidur.

"E ... ini," Rachel mengeluarkan jaket navy milik Lion dari tasnya dengan tangan gemetar.

Lion menyambar jaket itu lalu menggunakannya sebagai bantal. Benar-benar benar tuh cowok.

Rachel kembali membaca. Sesekali melirik laki-laki itu yang sudah terlelap dengan muka menoleh ke arahnya membuat Rachel salah tingkah. Ternyata, laki-laki itu bertambah ketampanannya ketika sedang tidur.

Rachel tersenyum tipis.

"Chel perpus yuk, Marsha yang ngajak, barusan dia ngirim pesan ke gue." Reysa tiba-tiba berada di samping Rachel padahal tadi cewek itu fokus menggambar.

Rachel mengangguk tanpa pikir panjang, karena ia pikir Reysa benar-benar mengajaknya ke perpustakaan. Bukan sekadar pelarian atas rasa cemburunya.

Reysa cemburu Rachel selalu mendapat perhatian di kelas seolah Rachel adalah tokoh utama di kelasnya.

"Yuk," Rachel bangkit dan menutup novelnya.

Melihat kepergian Rachel dan Reysa, Haikal mengepalkan tangannya geram dengan Lion yang malah tidur di tempat duduk Marsha.

***

Devin bernyanyi lagu yang diciptakannya sendiri meski nada dan liriknya amburadul. Topeng kesayangannya ia letakkan di atas meja, samping buku kumpulan rumus matematika yang tengah di bacanya.

Rachel menatap laki-laki itu dengan penuh heran. Dia selalu sendiri dan seakan betah dengan dunianya yang sendiri.

Rachel celingak-celinguk mencari Marsha. "Lah Marsha mana?"

"Belum ke sini mungkin."

Rachel manggut-manggut lalu berjalan menuju tempat baca di mana hanya terdapat Devin di sana sebab ini jam pelajaran dan hanya kelasnya yang kosong.

"Devin, ini gue Rachel. Duduk sini boleh kan?"

Devin menoleh Rachel dengan tatapan tajam. Rachel merasa terkejut karena ia pikir Devin tidak akan menghiraukannya.

"Kamu bukan Rachel...."

Rachel gemetar, Devin tahu semuanya? Sebagai alibi agar menyakinkan kalau apa yang dikatakan Devin salah, Rachel duduk sambil cengengesan. "Maksud Devin apa?"

"Kamu bukan Rachel, kamu menyamar jadi Rachel."

Apa Devin cenayang? Bagaimana ia bisa tahu itu?

Rachel mulai panik, untung saja Devin berbicara pelan dan membuat orang lain tidak mendengar apa yang ia katakan.

"De-Devin tahu darimana? Ada-ada aja deh."

Devin menggeleng.

Menyeramkan.

Rachel menyesal telah mendekati Devin.

"Kamu sedang menyamar. Kamu pasti penjahat!" Devin mulai menaikkan suaranya.

Rachel takut, ia harus segera menjauh.

Fadlan datang, ia terkejut melihat raut wajah Devin yang agak merah. Sepertinya laki-laki itu sedang menahan marah.

"Devin lo kenapa? Balik kelas yuk."

Fadlan menarik Devin tetapi Devin masih menatap Rachel tajam dan malah sekarang memasang topeng mainannya.

"Aku mau melawan penjahat, dia sedang menyamar. Dia akan menyerangku!"

Rachel tidak paham apa maksudnya. Suara detakan jantungnya terdengar. Rachel melumat bibir bawahnya. Napasnya naik-turun.

"Devin, dia Rachel. Dia bukan menyamar."

Devin seperti hendak menyerang Rachel kalau dilihat-lihat terkesan mereka sedang bermain akting film action. Apalagi topeng yang dikenakan Devin topeng Ultraman.

Rachel menggeleng pelan. Devin masih menatapnya, bahkan ketika diujung pintu pun Devin menunjuk-nunjuk Rachel.

"Chel."

"Eh monyet!!" Reysa menempelkan telapak tangannya di jidat Rachel. "Napa lo? Tadi kayak suara Devin lagi marah-marah ya?"

Rachel bingung. Sepertinya Reysa tidak mendengar teriakan Devin.

"Terus juga kayaknya Devin nyebut nyamar-nyamar gitu. Emang ada apa sih?"

"I-itu, gue nggak tahu. Tiba-tiba gue ajak dia bicara, dia berteriak."

Reysa menghela napas. Dia terkekeh. "Jangan deketin dia lagi." Reysa menepuk pelan bahu Rachel. Rachel menatap itu tak mengerti. "Dia memang begitu sama perempuan, gue juga nggak tahu sih. Setiap ada yang deketin dia, pasti langsung marah."

Rachel tidak tahu harus berbicara apa.

"Ya elah, muka lo tegang banget. Yuk, kantin beli minum."








DissimulateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang