Dissimulate - 46

1K 88 7
                                    

"Apapun yang terjadi, semua adalah takdir. Pada akhirnya, kita harus ikhlas menerima sederet kalimat paksaan itu."

-Dissimulate-

Reysa memegang perutnya, sudah jauh ia melangkah dari rumahnya. Dan sekarang ia lapar. Dengan merogoh saku roknya, ia menemukan dua lembar sepuluh ribuan. Tersenyum, lalu menuju warteg di dekatnya berada.

"Oke cukuplah buat besok juga," gumamnya. Ia berniat kabur dari rumah. Entah ia akan tidur di mana, yang jelas ia tak mau ketemu wanita yang telah mengandungnya selama sembilan bulan itu.

Sedari pagi ia belum makan sama sekali, untung uang jajannya masih utuh. Sekarang sudah jam hampir setengah tiga. Badannya sudah lemas.

"Eh, neng cantik sendirian aje."

Reysa mengangkat wajahnya, didapatinya tiga pria tengah menghadang jalannya. Sedikit Reysa bisa melihat tato di lengan salah satu dari mereka. Gadis itu melangkah mundur, namun ketiga pria itu pun mengikutinya.

"Kok mau kabur, sih? Nggak mau ngobrol sama kite dulu?"

Bibir Reysa bergetar, ingin sekali ia melarikan diri namun raganya tak kuat lagi. Ingin terkulai lemah tapi ia takut terjadi apa-apa dengannya apabila ia pingsan di sana.

"Kabur ya dari rumah kok masih pakai seragam?"

"Bukan urusan kamu!" jawab Reysa dengan terus melangkah mundur. Ketiga pria tersebut saling pandang kemudian terbahak.

"REYSA!!!"

Reysa dan ketiga pria tersebut sontak menoleh ke sumber suara. Di mana ada seorang gadis berjaket jeans sedang berlari ke arahnya.

"Kalian siapa? Berani-beraninya sama perempuan!"

"Nichel kamu pergi aja. Bahaya," lirih Reysa begitu melihat senjata tajam terselip di balik jaket masing-masing pria itu kala mereka menoleh.

Reysa tak mau Nichel kenapa-napa. Cukup ia saja yang melukai gadis itu di masa lalu.

"Gue nggak akan biarin lo dijahati sama mereka, Rey! Gue sahabat lo!!"

Bahkan, disaat Reysa sudah membunuh mental gadis itupun, ia masih dianggap sahabat padahal ia lebih layak disebut bangsat.

"Nih cewek sok-sokan banget. Ih, jadi gemes deh."

Pria yang berucap itu menoel dagu Nichel yang kemudian ditepis olehnya. "Jangan sentuh-sentuh! Mending kalian pergi! Gue bisa teriak!!"

Ketiga pria tersebut lantas terbahak lagi.

"Teriak? Bayi yang lagi lahir juga bisa. Hahaha."

Nichel menggenggam tangan Reysa, mengajaknya bersiap berlari. Tetapi gelagat mereka mudah terbaca oleh pria berperawakan tinggi di depannya. Yang mereka yakini adalah bosnya.

"Jhahaha, tadi sok-sokan nantang, sekarang malah mau kabur. Sepertinya mantap kalau kita cincang!!"

Mata Reysa membelalak, gadis itu menggenggam kuat tangan Nichel. "Gue takut, Chel."

"Lo tenang aja," bisiknya.

"Tangkap!!!" Mereka berani menyentuh dua gadis yang tengah menjerit ketakutan. Nicho sudah tak bisa diam saja. Ia tak mau gadisnya disentuh oleh pria brengsek itu.

"LEPASIN ANAKKU!!!"

"Kok kamu ngajak-ngajak keluarga, sih, cantik? Kalau begini kan kite ikutan bawa keluarga biar besanan. Hahahaha!"

"Jangan sakiti Ayahku!!!"

Dari dekat, Nicho menatap Nichel tajam. Satu kalimat yang terlontar dari Nichel membuatnya geram. Bagaimana mungkin Nichel justru melindunginya? Bukankah seharusnya ia yang melindungi gadis itu?

DissimulateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang