Dissimulate - 22

1.2K 80 4
                                    

Mulmed: Lion dan Haikal.

-Dissimulate-

Rachel menoleh ke kaca lagi, memastikan bahwa dugaannya memang benar. "Lion ini kok arahnya ke sini? Mau ke mana?" Rachel merasa arah yang diambil Lion salah. Bukannya cowok itu sudah tahu rumahnya? Kenapa nyasar?

"Ke rumah aku dulu ya, biar nanti waktu acara ultah, kamu nggak nyasar soalnya aku nggak bisa jemput."

Rachel mengangguk dan tersenyum. Meski hatinya merasa berat untuk menarik kedua sudut bibirnya, tapi raganya selalu memaksakan untuk membuktikan bahwa dirinya baik-baik saja.

Perasaan Rachel tidak enak, ketika sudah sampai di depan rumah megah bercat putih di depannya.

"Yuk, turun."

Rachel mengikuti Lion turun dari angkot. Sebenarnya Rachel agak takut bertemu dengan Papanya Lion. Mengingat Papanya adalah guru sekolahnya yang suka sekali menggodanya dengan Lion. Lalu bagaimana ekspresi Pak Hadi ketika melihat Lion membawa Rachel?

"Chel?" Lion melambai-lambaikan tangannya di depan muka Rachel, cewek itu melamun. "Kenapa?"

Namun Rachel menggeleng pelan sambil tersenyum, "Enggak kok."

"Ya udah masuk yuk."

Lion sudah berjalan dulu. Entah mengapa Rachel justru memandang nanar tangannya. Astaga, mengapa Rachel berharap Lion menggandeng tangannya? Rachel, sadar! Lion bukan siapa-siapa.

Rachel akhirnya pun mengekori ke mana Lion melangkah. Ternyata cowok itu membawa Rachel ke dapur. Bertemu dengan pembantu di rumahnya.

"Papa belum pulang ya, Bi?"

"Belum, Den, bolos lagi, ya?"

Lion menjawabnya dengan menyengir. Rachel menyimak pembicaraan mereka dengan muka datar.

"Uluh-uluh, siapa ini, Den?" Wanita berusia hampir limapuluh tahun bertubuh gemuk itu mendekat ke Rachel. Rachel tersenyum lalu mengalaminya. "Rachel, Bi."

"Uluh-uluh, geulis pisan. Den Lion teh pintar cari jodoh. Nama Bibi teh Ida, panggil wae Bi Ida."

Rachel tersenyum kaku, sejujurnya ia agak bingung dengan bahasa Bi Ida tapi ia hanya mengangguk saja. Sedangkan Lion acuh, cowok itu mengambil minum di kulkas.

"Duduk Neng, Bibi buatin minum dulu, ya?"

"Enggak usah Bi, air putih aja."

Bi Ida mengangguk lalu mengambil air putih.

Mata Rachel berkeliling menatap dapur yang mewah ini. Catnya masih serba putih. Sepertinya orangtua Lion menyukai warna putih.

"Aku ganti baju dulu ya, Chel?"

"Iya, Li."

Sepergian Lion, bibi mendekat dan berbisik. "Neng Reysa, Neng teh perempuan pertama kali yang dibawa Den Lion ke rumah."

Bahu Rachel merosot ketika bibi menyebut namanya Reysa bukan Rachel. Bukannya tadi Rachel sudah berkenalan? Apa, Lion sesering itu bercerita tentang Reysa sampai Bi Ida mengira Rachel adalah Reysa?

"Den Lion teh sering cerita ke Bibi soal Eneng. Katanya, Neng tuh orangnya cantik, baik, pinter, sopan. Bibi teh sampai penasaran sama Eneng."

Rachel terkekeh, ia pun bingung harus menjawab bagaimana. Separuh hatinya merasa sakit. Tapi ... mungkin Lion belum cerita soal hatinya yang sudah beralih, atau mungkin memang Lion berbohong padanya? Dan hati cowok itu masih tertinggal di hati Reysa?

"Neng?"

"Eh, iya, Bi?"

"Kenapa atuh?"

Rachel tersenyum menggeleng. Ia juga bingung dengan dirinya yang banyak tersenyum hari ini. "Lion suka cerita apa aja Bi soal Ra--Reysa?"

Bi Ida mengerutkan keningnya, mencoba mengingat-ingat. Tapi wanita itu pada akhirnya menggeleng. "Aduh, Bibi teh lupa. Maklum ya Neng sudah tua. Hihi."

Rachel tertawa pelan melihat ekspresi Bi Ida yang sangat lucu menurutnya.

"Menurut Bi Ida, Lion gimana orangnya?"

Bi Ida tertawa mendengar pertanyaan Rachel. Rachel mengerutkan keningnya, memang ada yang salah dengan ucapannya?

"Den Lion, ya? Dia itu nakal, Tuan sampai pusing mikir gimana cara buat Den Lion tobat. Makanya Neng, Bibi percaya sama Neng kalau Neng Reysa bisa merubah Den Lion. Den Lion pernah bilang kalau dia sayaaaaaaaaaaaang banget sama Eneng. Jadi pasti kalau Neng yang melarang pasti didengar. Lucu ya anak muda jaman sekarang."

Bagai dihantam jarum berkali-kali. Rachel merasa hatinya sakit bertubi-tubi mendengar ucapan Bi Ida. Beberapa jam yang lalu Lion baru saja mengatakan kalau cowok itu menyayanginya. Tapi sekarang, entah mengapa Rachel jadi meragukannya.

"Ehem. Yang ngomongin gue juga ada." Tiba-tiba Lion sudah di belakang Rachel dan Bi Ida. Membuat Bi Ida tersentak kaget lalu buru-buru kabur sebelum Lion menceramahinya karena sudah membocorkan rahasianya.

Rachel geleng-geleng kepala melihat aksi Bi Ida yang lucu. Padahal sudah menuju renta usia tetapi kelakuan seperti anak muda.

"Yuk, pulang."

Rachel menatap penampilan Lion dari atas hingga bawah. Cowok itu memakai ikat kepala berwarna hitam dan kaus merah hitam ada bintang kecil di bagian atasnya. "Mau ke mana?"

"Nganterin kamu pulang."

Rachel cukup tercekat ketika Lion memanggilnya kamu bukan lo lagi. Ia baru sadar ternyata sudah sedari di angkot tadi Lion memanggilnya dengan sebutan 'kamu'.

"Terus habis itu mau main?" tanya Rachel lagi. Tidak mungkin Lion memakai ikat kepala jika cowok itu tidak terjun ke jalanan alias nongkrong di pinggir jalan.

Lion nyengir, "Iya, mau ketemu temen sekalian undang mereka. Mau balikin angkot juga."

Rachel hanya mengangguk saja. Mereka mulai berjalan keluar. Lagi-lagi Lion berjalan lebih dulu.

Rachel menghela napas panjang.

Sadar diri, Rachel.

TBC...






Pendek aja ya.










Jumpa lagi,
larikpilu

DissimulateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang