Dissimulate - 32

1K 83 7
                                    

Sekarang, penyebutan tokoh utamanya Nichel ya. Karena sudah beberapa yang mengetahui identitasnya.

Maaf kalau jelek.

Happy reading 💜

------

Jangan berniat meminta maaf jika hanya untuk memperbaiki keadaan. Tetapi minta maaflah ketika kamu sadar, kamu salah. Kamu mengalah. 💜

-Dissimulate-

Memikirkan ucapan Fadlan semalam tak akan membuat Nichel fokus pada guru wanita berambut pendek yang kini sedang menulis rumus di papan tulis.

Seingat Nichel, teman masa kecilnya yang cowok, hanya satu. Anehnya ia tidak mengingat siapa dia.

"Mikirin apa, sih, lo?" Marsha bertanya, namun matanya tertuju ke arah papan tulis, tangannya menari di atas kertas.

"Temen gue, waktu masih kecil."

"Ye, yang punya IQ tinggi mah beda, ya? Bisa mengingat kejadian-kejadian di masa lalu," ucap Marsha mendekat ke telinga Nichel, takut terdengar oleh teman-temannya.

"Nggak kok, pasti semua orang mengingat minimal satu kenangan di masa kecil. Iya, 'kan?"

Marsha mengangguk mengiyakan. Nichel pun tersenyum. Reysa yang melihat mereka berbisik-bisik merasa rindu pada suasana dulu. Biasanya, mereka bertiga setiap ada rahasia selalu menjaga bersama. Kini, ia dilupakan oleh mereka.

"Ini salah gue. Gue harus minta maaf nanti." Reysa berucap dalam hati dan meyakinkan bahwa meminta maaf adalah satu-satunya cara untuk meluruskan.

Ya, ia akan minta maaf istirahat nanti.

***

Reysa setengah berlari menuju perpustakaan. Sebelumnya gadis itu sudah ke kantin semenjak Nichel keluar kelas. Niatnya meminta maaf masih ada, jadi sekarang ia sedang berjuang mencari keberadaan gadis itu.

Nichel tidak ada di perpustakaan. Ke mana lagi Reysa harus mencari?

"Rachel ke mana, sih?" gumam Reysa sedih. Ia terduduk di teras depan perpustakaan yang terdapat air mancur kecil. Taman mini inilah yang disukai siswa-siswi dari perpustakaan sekolah mereka. Membuat suanana membaca di perpustakaan menjadi nyaman, juga tempat yang cocok untuk foto-foto.

"Ngapain lo nyari Rachel? Bukannya sekarang lo jadi pengkhianat?"

Mersha melipat tangannya di dada, gadis di belakang Marsha hanya bisa memasang wajah bingung. Karena ia tidak tahu kalau persahabatan yang dikenal paling solid kini terpecah belah. Gadis itu, teman sebangku Reysa. Namanya Hana.

Reysa berdiri tanpa beban. Tampangnya menampakkan kebencian sebab Marsha tidak berada di pihaknya, namun hatinya memancarkan kemurahan.

"Nggak, Reysa! Lo harus minta maaf," ucap Reysa berulang-ulang.

"Gue ada perlu sama dia," ucap Reysa sedikit gemetar.

"Gue nggak izinin kecuali lo juga perlu sama gue."

Hana menggaruk kepalanya bingung.

"Yuk, Han, balik kelas." Hana pun mengangguk saja meski ia tidak mengerti situasi macam apa ini.

Sedangkan Reysa menghentakkan kakinya kesal. "Nyebelin banget sih si Marsha entheber."

"Reysa?"

"Eh Marshaentheberkeceburember!" Reysa memegangi telinganya dengan mata tertutup rapat.

Pak Hadi, guru Fisika kelas sebelas itu memegangi dadanya, terkejut. "Dasar murid sableng."

"Eh, Bapak?" Reysa nyengir lalu mencium punggung tangan Pak Hadi. "Ada apa, Pak?"

"Tolong kamu panggil Rachel, ya? Bilang saya yang nyariin bukan anak saya yang ganteng itu. Suruh ke kantor, ya? Terima kasih, Resa."

Reysa tersenyum mengangguk. Sebenarnya ia kesal karena namanya dipelesetkan menjadi Resa. Ini membingungkan, ia saja tidak tahu di mana keberadaan Rachel, lau bagaimana ia harus memenuhi amanah Pak Hadi selaku calon mertuanya?

Akhirnya Reysa menelepon Fadlan berniat meminta tolong, Reysa menceritakan bahwa ia akan meminta maaf pada mantan sahabatnya itu. Fadlan bilang, Rachel ada di belakang Reysa. Sontak Reysa menengok, benar, ada Rachel yang berjalan hendak ke kelas.

"Eh, Rachel tunggu!"

Nichel menatap Reysa penuh tanda tanya di atas kepalanya. Terlebih gadis itu memegang pergelangan tangannya. Bukankah sekarang Reysa membencinya?

"Kenapa?"

"Lo dicari Pak Hadi, cepetan ke sana udah ditungguin." Reysa melepas cekalannya hati-hati. Matanya berhenti menatap Nichel.

"Gue kira lo mau minta maaf, Rey."

"Ya udah, makasih."

Tanpa sepengetahuan Nichel, Reysa mengekori langkahnya menuju kantor guru lebih tepatnya tempat duduk Pak Hadi guru fisika mereka. Gadis itu dengan berani, mengintip di balik kaca berkorden hijau muda sedikit transparan sehingga memudahkan ia melihat apa yang dilakukan oleh Nichel di dalam. Reysa penasaran, mengapa Nichel dipanggil oleh calon mertuanya. Kebetulan sekali kursi Pak Hadi pinggir jendela, maka Reysa mendengar apa yang terlontar dari bibir keduanya.

"Begini Rachel, nilai ulangan kamu hari lalu sangat memuaskan. Kebetulan sekolah kita diundang untuk mengikuti lomba cerdas cermat sains. Saya menunjuk kamu sebagai siswi fisika yang mewakili SMA kita. Kamu bersedia, Nak?"

Reysa menutup mulutnya. Tubuhnya seketika lemas tak berdaya mendengar ucapan Pak Hadi itu. Jujur saja, selama ini ia dituntut orangtuanya untuk terus belajar demi melanjutkan cita-cita orangtuanya yang ingin menjadi dosen Fisika.

Matanya berair, tujuannya belajar telah diraih oleh orang lain.
"Lo rebut cita-cita kecil gue, Chel," ucapnya dalam hati sembari membalikkan badan meninggalkan koridor ruang guru yang sunyi itu.

Seketika niat meminta maafnya terhanyut oleh ucapan calon mertuanya itu. Tergantikan niat buruk saat Reysa berpapasan dengan sepupunya, Meysia.

Sang bidadari yang menyamar menjadi psikopat karena tersakiti.

TBC....

Part ini ditulis dari tanggal 4 September. Alhamdulillah selesai pada hari Jum'at tanggal 20 September pukul 19.47.
Oke itu gapenting.

Buat kalian yang sabar menunggu cerita ini berlanjut, terima kasih, ya. Maaf membuatmu tidak nyaman.

Follow twitter baru saya larikpilu

DissimulateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang