Kamu ada di sini, buat aku tersenyum, meskipun hanya sebatas drama tanpa panggung. Tak apa, asal aku diberi kesempatan menikmati kehadiranmu, tak peduli kamu menganggap aku ada atau tidak.
-RUntuk sahabatku yang dicintai gebetanku, aku titip dia ya. Jangan buat dia kecewa.
-M-Dissimulate-
Semua sudah mengemasi barang-barang di meja ke tas terkecuali Rachel yang masih melamun memikirkan Devin yang sejak tadi menatapnya horor.
Menurutnya, Devin akan marah lagi dan sepertinya Rachel harus buru-buru keluar dari kelas ini sebelum Devin mengamuknya.
"Hey."
Lion duduk di sebelah Rachel dengan cara mengusir Marsha. Marsha mengalah dengan menghampiri Reysa.
Rachel terkejut.
"Mau lihat Princess naik motor, 'kan?" Lion tersenyum lebar. Seakan membujuk Rachel namun gagal karena Rachel segera bangkit dari duduknya.
"Eh, tunggu gue dong!"
Rachel sempat menoleh Marsha dan Reysa yang juga menatapnya. Rachel merasa bersalah karena tatapan kedua sahabatnya seakan membencinya.
"Gue duluan."
Melihat Rachel keluar kelas, Lion segera mengejarnya.
Marsha dan Reysa saling pandang.
"Kenapa jadi Rachel?"
Reysa mengedikkan bahunya. "Entahlah."
"Bukannya dia suka sama .... ?"
Lagi, Reysa hanya mengangkat bahunya. Matanya menerawang ke atas. Membaca jalan masa lalu.
Kelas sepuluh, semester satu.
Gadis berinisial M sedang duduk sendiri di bawah pohon mangga yang lebih tinggi dari atap sekolah mereka yang satu lantai.
Matanya fokus membaca deretan huruf yang berjejer rapi di buku tebal pada tangan kirinya. Tangan kanannya memegang bolpoin yang tumbang ketika tiba-tiba ada yang melempari batu padanya namun meleset mengenai pulpennya.
"Siapa, sih?" Ia mengaduh. Tetapi pada akhirnya ia kembali fokus membaca. Rambut kuncir satu-nya terseret angin siang. Terombang-ambing seperti ekor kuda berjalan yang ditumpangi pak kusir. Meski di bawah terik matahari tak dapat mengurangi semangat belajarnya.
"Hai, fokus banget sih."
Rachel datang dan duduk di sebelah gadis itu sambil membawa dua botol minuman air mineral. "Nih, minum dulu."
Gadis itu menoleh Rachel dan mengambil minuman yang diberi sahabatnya lalu meneguknya hingga sisa setengah. "Lo udah minum?"
"Udah. Eh, cieee, dilihatin Lion tuh."
Rachel menoel gadis berinisial M itu. Lalu gadis itu pun tersenyum malu, pipinya memerah menandakan gadis tersebut salah tingkah.
"Rachel ih."
"Hahaha." Rachel terbahak sampai tersedak. Wajahnya langsung memucat. "Eh gue balik kelas ya."
"Loh itu muka lo kenapa pucat gitu? Lo sakit, Chel?"
Rachel menggeleng pelan. "Gapapa."
"Gue anter deh."
Lion, yang bersembunyi di balik pepohonan kecil kini menampakkan batang hidungnya dengan berkacak pinggang. "Ck, ganggu banget sih Rachel."
Dari situlah kebencian Lion kepada Rachel bermulai sebab Rachel selalu bersama sahabatnya yang ingin sekali Lion dekati namun enggan jika gadis itu bersama Rachel dan berniat akan membalas dendam suatu hari.
Lion harus tahu, bahwa gadis yang kini dikejarnya karena sebuah perjanjian bukanlah gadis yang ia janjikan untuk ajang balas dendam.
Karena Rachel yang dulu bukanlah Rachel yang sekarang.
***
Rachel menoleh ke belakang tanpa mengurangi kecepatan berjalanannya. Gadis itu sudah seperti dikejar hewan peliharaan karena sudah melintasi area terlarang.
"Aduh..." Gadis itu meringis menatap lututnya yang memerah terbentur batuan kecil yang membuatnya terjatuh sebab tak fokus berjalan. "Ish, ini gara-gara Devin nih ngelihatin gue terus."
Susah payah gadis itu beranjak dari jatuhnya, ia melihat Devin semakin berjalan kearahnya. Buru-buru Rachel berlari. Mata Devin yang serem dan topengnya yang aneh membuat Rachel harus menghindari laki-laki itu. Apalagi kejadian di perpustakaan yang Devin menuduhnya menyamar. Memang benar sih, ia menyamar. Tapi, bagaimana Devin bisa tahu?
"Kayak dikejar anj*ng aja lo." Lion melintas di gerbang sekolah bersama motor kesayangannya.
Napas Rachel memburu. Ia menatap Lion sekali lagi. Ini terpaksa, ia tidak punya cara lain lagi selain menaiki motor Lion tanpa izin. Lion begitu terkejut, "Eh, lo ngapain naik motor gue?"
"Yon, please, anterin gue kali iniiii aja." Rachel memohon.
Lion menatap wajah gadis itu dari spion yang tampak ketakutan. Lion tidak tahu apa penyebabnya. Yang jelas Lion tahu kalau di sekolahnya tidak ada anj*ng atau hewan-hewan lainnya yang mungkin bisa mengejar gadis itu sampai ketakutan.
"Yon cepetan!"
"Iya-iya."
Lion menghidupkan motor meski masih bingung sebenarnya kenapa gadis itu. Entah mengapa Lion ikut gugup sendiri hanya karena melihat wajah Rachel yang panik. Padahal awalnya ia ingin mengajak pulang seorang gadis yang sudah lama diincarnya sebelum kenaikan kelas sebelas.
Ketika sudah jauh dari sekolah, Rachel menoleh dan menghembuskan napas lega karena Devin sudah tak lagi terlihat. Sepertinya ia harus pindah kelas agar ia tidak terganggu oleh Si Devin yang menyeramkan itu.
"Lo kenapa sih?"
"Apa?!" Rachel mengencangkan bicaranya agar Lion mendengar, suara bising jalanan ditambah kendaraan murid-murid membuat telinganya berfungsi kurang normal.
Lion menolehkan kepalanya ke kiri sedikit, tetapi tetap menghadap ke depan. "Rumah lo di mana?!"
"Di atas tanah!"
Lion sengaja mengencangkan laju motornya sehingga Rachel sedikit mencondongkan bahunya ke depan karena terkejut. "Santai aja dong!"
Lion tertawa kecil, "Siapa suruh bercanda."
"Bukannya lo udah tahu rumah gue ya?"
Lion mengerutkan keningnya yang lumayan lebar untuk seorang cowok, menandakan bahwa laki-laki itu sedang berpikir. "Oh iya juga ya."
"Terus ngapain nanya?"
"Biar ada topik ngobrol sama lo."
Perlahan, Rachel tersenyum. Hanya saja ia tidak tahu bahwa ucapan Lion hanyalah sebatas drama.
-----------
Maaf ya, lama tidak update.
Jangan lupa mampir ke cerita aku yang udah tamat ya, judulnya "REMORSE"
Terimakasih.
Sampai jumpa di part selanjutnya.
Salam rindu, wkwk
KAMU SEDANG MEMBACA
Dissimulate
Teen Fiction[COMPLETED] Highest rank: #1 in bermukadua (06-06-19) #1 in hidden (09-07-19) #1 in hide (06-12-19) #763 in teen (06-12-19) #585 in teen (26-12-19) Dis.sim.u.late From latin dissimulant-'hidden'. Memiliki arti berpura-pura, menyembunyikan, menyamar...