Dissimulate - 26

1.1K 93 3
                                    

"Seburuk apapun perbuatan kamu, kalau dia memang sahabat sejati, dia pasti akan memaafkan kamu tanpa syarat."

-Dissimulate-

Marsha membuka pintu toilet, wajahnya sumringah menunjukkan kelegaan. Ia tersenyum sambil menoleh kanan kiri mencari keberadaan Rachel namun tak jua menemukan sosoknya.

"Loh, Rachel mana? Jadi dia beneran ninggalin gue pas lagi sayang-sayangnya? Hiks." Marsha mengelap pipinya seolah air mata bercucuran di sana. "Tega kau, Rachel. Hiks."

Marsha berlari karena memang ia penakut jika bukan di rumahnya. Di mana ia belum terbiasa berada di tempat itu maka ia akan menjelma menjadi penakut.

Semua tamu sudah beralih duduk dan membentuk lingkaran sendiri-sendiri. Acara pembacaan doa sudah selesai dan sekarang waktunya untuk bersantai.

"Rachel mana, An?" tanya Marsha begitu sampai di sebelah Anita.

Anita memasang wajah geram. Ia berkacak pinggang, tetapi Marsha dibuat melongo dengan respon Anita tersebut. "Lo mau senam, An?"

"Jangannn panggill gue 'Ann'!" ucapnya penuh penekanan. Sampai giginya menimbulkan suara. Anita berubah menjadi monster hanya dalam waktu satu detik.

"Emang kenapa? Nama lo Anita jadi gue panggil An."

"An itu bisa jadi anj*ng, gue nggak mau pokoknya. Panggil 'Nit' gitu kan gue jadi kelihatan kalem."

Marsha menatap Anita tak percaya. Gadis itu geleng-geleng kepala. Sekejap, ia tersadar sedang mencari Rachel. Dan di halaman belakang ini pun Rachel tak ada menampakkan batang hidungnya.

"Rachel nggak ada. Kan tadi pergi sama lo."

"Loh? Di WC nggak ada dia."

"Omaigat!" teriak Anita sembari menangkup wajahnya dengan kedua telapak tangan, tak lupa mulut terbuka lebar serta mata yang hampir menculat dari tempatnya.

Marsha yang tidak mengerti maksud Anita pun bergidik ngeri lalu berlari meninggalkan Anita. "Anita kesurupan!!"

***

Sudah beberapa menit Rachel menangis berada di ruangan gelap, tak ada cahaya sedikitpun. Meski di langit bulan bersinar terang, namun cahayanya tak sampai masuk ke gudang ini.

Tak ada suara tikus, tokek, atau apapun hewan menggelikan itu. Tetapi tetap saja Rachel takut berada di sana.

Klek. Pintu dibuka, menampakkan dua orang gadis sedang berdiri angkuh di depan Rachel.

Reysa menghidupkan lampu lalu menutup pintu kembali. Bahkan menguncinya. Saking angkuhnya ia sampai tidak sadar kalau ia mengunci kurang rapat.

Lampu kuning itu menyorot wajah Rachel yang sudah di aliri air mata. Hal tersebut tak membuat rasa kasihan muncul di benak Meysia maupun Reysa.

Meysia membawa gunting, mengangkatnya ke atas seraya tersenyum picik. Rachel geleng-geleng kepala seakan memohon untuk mereka tidak melakukan hal buruk. Ia kira Meysia akan menggunting rambutnya yang sudah pendek tetapi justru ....

"Karena rambut lo udah pendek, jadi gue gunting dress lo ini, ya?" Meysia tersenyum licik, tangan kanannya meraba bagian perut membuat Rachel merasa geli.

"Gunting bagian mana enaknya, Kak?" Reysa bertanya. Rachel menatap sendu manik mata Reysa yang dulunya teduh. Kalau tahu akibatnya sampai seperti ini, sudah dipastikan Rachel segera menjauhi Lion dari jauh-jauh hari.

"Di sini aja kali, ya?" Meysia menunjuk bagian dada Rachel. Sontak membuat Reysa berbinar dan menganggukkan kepalanya cepat.

Meysia mulai menggerakkan gunting mengarah ke bawah. Membelahnya menjadi dua bagian. Namun Rachel menggerakkan tubuhnya membuat gunting meleset hampir mengenai kulitnya.

Krek, krek, krek.

Rachel memejamkan matanya sambil menutup sebelah telinganya dengan bahu. Andai saja tangannya tidak diikat pasti ia akan menggunakan tangan tersebut untuk menutupi telinganya yang merasa panas mendengar suara gunting tersebut.

Satu kelemahan Rachel, ia takut mendengar suara gunting.

"Hehe, dah selesai."

"Kayaknya ada yang kurang deh, Kak."

"Apa?"

"Itu wajahnya biar bersih dari air mata harus kita ..."

"Siram," sambung Meysia diikuti tawa menggelegar.

Reysa maju beberapa langkah agar sampai tepat di muka Rachel. Pertama Reysa melempar kacamata yang menghiasi mata bulat Rachel.

Byur. Reysa benar-benar menyiram Rachel. Rachel merasakan pekat di wajahnya. Bibirnya pun merasakan manis tetapi menjadi pahit karena perlakuan mereka.

Brakkkk.

Baik Rachel, maupun kedua psikopat itu menoleh ke arah pintu. Betapa terkejutnya psikopat tersebut ketika terciduk oleh Marsha dan Anita. Anita memberhentikan rekaman video tentang aksi pembunuhan mental yang sedari tadi direkam diam-diam olehnya. Akan ia sebar video itu sampai warga pelosok pun, agar masyarakat dunia akhirat tahu siapa psikopat di yang perlu diwaspadai saat ini.

Anita memang cerdas bukan?

Marsha mengambil gunting yang tergeletak di lantai lalu menjambak rambut Meysia yang panjang nan kesayangan itu.

Kres kres kress.
Marsha menggunting bagian bawah asal-asalan membuat Meysia memekik kencang.

"OMG!!! RAMBUT BERBIE GUEE!!!"

"Itu balasan untuk orang psikopat kayak lo, Mesa!! Ayo, An, kita bawa Rachel pulang sekarang."

"MEYSIA B*BI!!! YA AMPUN RAMBUT GUEEE!! DASAR MARSHA KAMBING!!"

Dalam kondisi alay Si Meysia, Marsha dan Anita pun melepas tali dan lakban dari tubuh Rachel. Rachel menutup bagian tubuhnya yang tadi dressnya di gunting oleh Meysia menggunakan tangan.

"Gue bawa jaket kok, yuk!"
Anita membantu Rachel berdiri. Namun gagal sebab didorong oleh Reysa.

"Awas kalau kalian berani ngelaporin gue dan Kak Meysia!! Habis sahabat lo!!"

Reysa dan Meysia pergi begitu saja meninggalkan mereka bertiga yang menatap mereka berdua berapi-api.

"Makasih ya Sha, Nit. Kalau enggak ada kalian pasti gue udah di-"

"Syuttt, itu nggak penting. Yang penting lo nggak luka, kan?" Marsha memeluk Rachel, Anita mengikuti.

"Hati gue terluka."

"Bawa dia pulang, Mar."

Marsha mengangguk lalu memapah Rachel berjalan. Sesampainya di mobil Anita Rachel memejamkan matanya. Ingin ia menangis dan berteriak. Ingin ia membalas perbuatan Meysia dan Reysa, tetapi, kalau ia membalas dendam, semua orang pasti curiga dengannya. Rachel selama ini dikenal sebagai orang yang sabar dan tak pernah memberontak sekalipun ditindas. Berbanding balik dengan Nichel yang akan langsung lempar tangan begitu ada orang yang berani macam-macam dengannya.

"Lo jangan benci sama mereka ya, Chel? Biar Tuhan yang balas mereka. Ingatlah karma yang nikmatnya di atas segalanya."

"Iya, Chel, lo juga harus jauhin Lion. Gue nggak mau tahu pokoknya lo kudu move on."

Mata sayu Rachel berkaca-kaca, ia tersenyum meski air matanya berderai. Butiran itu meluncur bebas. Tak dapat dipungkiri kalau Rachel sangat syok dengan kejadian tadi.

"Eh, lo bisa lihat meski nggak pakai kacamata?"

Deg!

T B C . . .  .








Kenapa jadi gini ya ceritanya? :(

Gajelas:(










Jumpa lagi,

larikpilu

DissimulateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang