Benerin kalau ada typo, ya. ini revisinya buru-buru ehe:)
-Dissimulate-
Fadlan menegakkan tubuhnya setelah usai mengikat tali sepatunya yang tiba-tiba terlepas, lalu melanjutkan berlarinya. Sudah sekitar sepuluh menit yang lalu ia berlari mengelilingi kompleks perumahannya, namun cowok itu belum merasa lelah juga.
Sebab, ia memiliki harapan bertemu dengan seseorang yang selama ini dikaguminya. Seseorang yang menjadi teman di masa kecilnya. Sayangnya, seseorang itu lupa akan Fadlan yang terus berharap bisa bertemu kembali.
Fadlan tetap menerima itu. Karena sekarang, mereka sudah satu sekolah. Dan benar, seseorang itu melupakan dirinya. Dengan bodohnya Fadlan masih mengangumi seseorang itu.
"Gue coba lewat depan rumahnya aja kali, ya? Udah deket juga," Fadlan membatin. Pada akhirnya ia memantapkan kaki untuk melangkah melewati rumah seseorang yang selalu nangkring di hatinya.
Sepi. Begitu kondisi rumah seseorang tersebut. Pertama kali Fadlan bermain ke sini pun, suasananya selalu sepi.
"Fadlan?"
Fadlan tersentak kaget begitu ada yang memanggilnya dari belakang. "Ni-nichel?"
Nichel tersenyum menatap Fadlan yang masih terkejut. "Jogging, ya?"
Fadlan mengangguk kaku. Sesungguhnya ia memang menginginkan bertemu dengan dia, tetapi mengapa jantungnya tidak bisa biasa saja?
"Em ... mau bareng?"
"Boleh?"
Nichel terkekeh, "Udah, ayo!" Nichel meraih tangan Fadlan sekilas lalu melepasnya ketika Fadlan sudah berlari kecil.
"Rachel masih sakit, ya?
"Akan selalu sakit, mungkin." Tatapan Nichel berubah sayu begitu Fadlan membahas tentang Rachel. Larinya kian melambat. "'Kan sekarang gue jadi Rachel. Orang lain kenal gue sebagai Rachel."
Fadlan mengangguk mengerti. Mereka beberapa saat terdiam sebab sedang melewati gang yang sangat kecil. Hanya mampu di lewati satu orang saja.
"Istirahat dulu, Lan." Nichel duduk di teras depan rumah orang. Fadlan mengikutinya.
Lan? Seketika Fadlan merasa flashback.
Jakarta, sebelas tahun yang lalu.
Fadlan waktu itu berumur sekitar enam tahun, ia sedang belajar naik sepeda. Karena ia merasa sudah pandai, Fadlan kecil menaiki sepedanya sampai jalan raya. Ia terjatuh begitu kaget melihat seorang gadis tengah menangis di depan gerbang. Fadlan kira gadis itu adalah hantu sebab rambut panjangnya yang menjuntai menutupi tubuh kecil gadis itu. Tetapi rupanya bukan.
Fadlan menuntun sepedanya menghampiri gadis itu. Tak memedulikan lututnya yang sedikit berdarah tergores kerasnya aspal.
"Kamu kenapa?"
Gadis itu mendongak. Fadlan jadi bisa melihat mata bulat tetapi menampakkan luka di sana. "Aku berantem sama kembaran aku. Terus aku dimarahin Mama." Setelah menjawab pertanyaan Fadlan, gadis itu kembali menangis.
"Mau naik sepeda? Aku boncengin kok."
Mata gadis itu sekejap berubah berbinar. Wajar saja ia sangat senang, ia memang sedang berantem karena sepeda dengan kembarannya.
"Tapi aku, 'kan belum kenal kamu."
Fadlan kecil menjulurkan tangannya. "Kenalin, nama aku Fadlan. Bisa dipanggil Alan, bisa dipanggil Lan, bisa dipanggil Dlan. Atau terserah kamu mau panggil apa?" Fadlan tersenyum menampakkan giginya, bola matanya bahkan sudah tak terlihat lagi.
"Namaku Nichel."
"Ya udah ayo naik, 'kan sudah kenal."
Nichel mengangguk lalu duduk di boncengan sepeda Fadlan yang kebetulan sepeda cewek.
Namun, sebelum mereka benar-benar naik sepeda, Mama Nichel keluar dan menarik Nichel serta memaksanya untuk masuk ke dalam halaman rumah.
"Jangan sembarangan ikut sama orang, nanti kalau kamu diculik bagaimana? Udah, masuk." Begitu katanya waktu itu.
Pertemuan mereka berakhir dengan perkenalan. Tak ada pertemuan lagi selanjutnya meski Fadlan seringkali bersepeda melewati rumah Nichel, tetapi rumah itu selalu sepi bagai tak berpenghuni. Kecuali ketika Nichel benar-benar kembali tepat di manik mata sayunya.
Dan, waktu memang baik kepadanya. Mereka dipertemukan kembali meski Fadlan sebagai orang asing bagi Nichel.
"FADLAN!!!!"
"Eh, monyet terbang!" Latah Fadlan. Nichel terbahak melihat raut wajah Fadlan yang seperti orang ketakutan.
"Ngelamunin apa lo? Sampai berkhayal ada monyet terbang. Emangnya ada monyet punya sayap? Eh, bisa jadi dong. Kalau monyet itu bidadari."
"Ngaco lo! Fadlan geleng-geleng kepala. Meskipun muka Fadlan sudah kembali normal, tak membuat tawa Nichel berhenti. Betapa manisnya gadis itu ketika tertawa bahagia seperti itu. Seakan masalahnya semalam tak pernah terjadi bagi Nichel. Fadlan pun mengakui kadar manis senyum Nichel yang membuatnya ikut tersenyum sendiri. Jantungnya berdegup, otaknya bertanya-tanya. Perasaan apakah ini?
"Kenapa lihatin gue?"
"Hah?" Fadlan menggelengkan kepalanya lalu mengalihkan pandangannya. Ia salah tingkah sendiri. Siapapun yang sedang terciduk diam-diam memandang seseorang pun akan merasa salah tingkah.
"Lo kangen, ya, sama Rachel?"
"Kagak."
"Oh, iya! Gue mau nanya sama lo!"
Fadlan menoleh ke arah Nichel kembali, ia sangat deg-degan menunggu apa yang akan ditanyakan Nichel. Atau mungkin Nichel sudah mengingat siapa Fadlan di masa lalu gadis itu?
"Devin ke mana? Kok beberapa hari ini dia enggak masuk?"
Fadlan menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. Ia pun sebenarnya tidak tahu alasan yang tepat mengapa Devin menghilang.
"Lan?"
"Devin ... dia ... hilang," jawabnya terbata.
"Hilang? Hilang gimana?"
"Ya ... hilang beneran."
Perasaan Nichel berubah menjadi tidak enak. Seperti ada sesuatu yang harus ia urus tentang menghilangnya Devin di sekolah.
"Ya dia kabur dari rumah apa gimana?"
"Iya, kabur. Orangtuanya sekarang sibuk mencari Devin. Gue berharap, Devin mau di bawa ke rumah sakit. Kasihan, jiwa dia benar-benar parah."
"Devin sakit jiwa?!!" Nichel menutup mulutnya dengan kedua tangan ketika Fadlan memberi instruksi untuk diam. Mengingat mereka sedang duduk di teras rumah orang.
"Maaf, gue kaget banget."
"Gak papa."
"Lan, please, tolong gue, ya? Tolong cari Devin sampai ketemu. Gue mau nolongin dia."
Alis Fadlan tertaut, "Nolongin gimana?"
Nichel justru berjalan mondar-mandir sambil menggigit kukunya. "Duh, gimana, ya? Tapi jangan bocorin rahasia ini ya. Sebenarnya, gue ini psikolog yang sedang mencari pasien yang hilang di Singapura. Gue diutus Tante Crysel untuk cari penyakit langka di Indonesia. Gue yakin, Devin itu adalah orang yang selama ini gue cari."
"Lo ... bercanda, 'kan?"
TBC ....
Diriku ngaco sekali tentang Nichel yang menjadi psikolog padahal tidak sekolah SMA sebelumya:(
Jumpa lagi,
larikpilu
KAMU SEDANG MEMBACA
Dissimulate
Teen Fiction[COMPLETED] Highest rank: #1 in bermukadua (06-06-19) #1 in hidden (09-07-19) #1 in hide (06-12-19) #763 in teen (06-12-19) #585 in teen (26-12-19) Dis.sim.u.late From latin dissimulant-'hidden'. Memiliki arti berpura-pura, menyembunyikan, menyamar...