Di bawah cahaya lampu terang, di atas kursi kayu jati berukiran motif khas Jepara itu, duduklah dua gadis yang sedang berbincang-bincang, sesekali keduanya terkekeh.
"Btw papa lo nggak nyariin?"
Marsha menunduk mendengar pertanyaan itu. Kemudian ia menggeleng lemah, wajah cerianya berganti murung.
"Pastinya enggak."
Rachel menepuk pundak Marsha, menenangkannya. "Ya udah, lo di sini dulu. Lagian gue nggak punya temen di rumah."
"Papa lo ke mana?"
"Pulkam."
Terdengar ketukan pintu mengalihkan fokus keduanya. Rachel berdiri menuju pintu utama membukakan pintu. Rupanya Papanya pulang, membawa sesuatu di dalam plastik berwarna merah.
"Papa!" Rachel memeluk Papanya, rindu.
"Anak Papa, Marsha mana?"
"Di dalem."
Rachel melepas pelukannya, "Apa itu, Pa?" katanya sembari menunjuk kantong plastik di tangan Papanya.
Papanya mengangkat kantong plastik di tangan kanannya, "Ini horog-horog buat kamu sama Marsha. Semoga nggak basi ya."
Mata Rachel berbinar. Sudah lama gadis itu tak memakan makanan khas kota kelahirannya. Kota beridentik dengan ukirannya dan pahlawan wanita R. A. Kartini itu dan makanan yang terbuat dari tepung pohon aren itu membuat perutnya terasa lapar.
Saat ini, Nicho sedang mandi sedangkan Rachel dan Marsha menikmati makanan tersebut.
"Ini makanan apa sih, Chel? Kok gue baru pertama kali nyoba." Marsha makan dengan lahap. Biasanya di rumah ia akan makan makanan empat sehat lima sempurna, tapi kini ia mencoba menu baru dari luar kota. Bentuknya unik, membentuk gumpalan yang menurutnya seperti ... jelly? Tapi bukan jelly.
"Namanya horog-horog, enak kan? Ini kalau gue kecil gue suka beli ini kalau ke pasar. Tapi sekarang udah nggak pernah."
"Orangtua lo dari Jepara ya?"
"Iya, dua-duanya."
Ketukan pintu terdengar lagi, bahkan lebih kencang dari sebelumnya. Ini tidak mungkin kalau Nicho --Papa Rachel-- karena ia sedang berada di kamar mandi.
Rachel mengintip dari jendela, orang asing. Ia takut kalau orang itu berniat menyelekainya. Akhirnya ia kembali ke ruang makan menemui Marsha.
"Siapa, Chel?"
"Nggak tahu, om-om pakai jas kantoran."
Seketika Marsha tersedak makanannya. Wajahnya berubah panik.
"Papa! Itu pasti Papa! Gue harus gimana?"
Sementara Rachel berkedip heran, kalau itu Papa Marsha kenapa harus panik?
"Chel kok lo malah bengong sih?"
"Terus gue harus gimana?"
Marsha menepuk jidatnya, "Ya bantu mikir gue harus gimana. Apa gue sembunyi aja ya?"
Rachel masih tidak paham. Ia menggaruk belakang kepalanya sambil menyengir. "Sembunyi? Main petak umpet maksudnya?"
Astaghfirullah. Kenapa makhluk yang diakui sebagai sahabatnya ini tidak peka-peka?
"MARSHA PAPA TAHU KAMU DI DALAM!!"
Pintu di rumah Rachel bisa rusak bila Papa Marsha terus mengetuknya kencang. Memang tangannya tidak sakit?
Nicho keluar dengan kening berkerut. "Siapa tuh, Chel?"
"Katanya sih Papanya Marsha."
Marsha menggigit bibir. Sejujurnya ia masih ingin di sini, tapi ia tidak enak merepotkan keluarga Rachel. Kini ia sudah ketahuan Papanya kalau ia menginap di rumah Rachel. Jadi, mungkin ini malam terakhirnya satu rumah dengan Rachel.
"BUKA ATAU SAYA DOBRAK PINTU INI!!!!"
Papa .... Marsha meringis, suaranya Papanya bahkan bisa terdengar ke tetangga. Tetangga Rachel pasti mikir yang tidak-tidak. Mungkin, lebih baik Marsha mengemasi barang-barangnya. Karena jika ia bersikeras di sini, Papanya pasti akan menggangu kesejahteraan keluarga Rachel.
Rachel dan Papanya menuju pintu, sedangkan Marsha menuju kamar yang ditempatinya.
"Ada apa ini? Kenapa Anda merusak pintu rumah saya?" Nicho menatap tajam pria berjas hitam di depannya. Meski ia gagal menjadi seorang polisi tetapi aura mencekam tetap melekat pada wajahnya dan Nicho pun pernah belajar tentang tatacara menjadi seorang polisi sebab ia dulu sangat-sangat menginginkan profesi itu.
"Di mana kamu menyembunyikan anak saya?!"
"Lalu kenapa Anda mencari anak Anda di rumah saya? Memangnya Anda kira saya penculik?"
Pria itu tertawa.
Menyeramkan. Tapi Nicho sama sekali tidak takut. Hanya Rachel yang bersembunyi di balik punggung kekar Papanya.
"Tidak usah bohong! Anak kamu teman anak saya! Pasti dia kabur dan nginap di rumah ini! KATAKAN DI MANA ANAK SAYA?!!!"
Rachel tersentak kaget, Nicho menggenggam tangan putrinya, mengatakan bahwa semua akan baik-baik saja.
Bahkan Marsha yang tengah menuruni tangga cukup tercekat mendengar teriakkan Papanya yang menurutnya terlalu ngegas. Ia sudah muak mendengarnya berteriak setiap hari. Papanya tidak pernah halus padanya. Ia lah seorang pria yang selalu memaksanya untuk belajar setiap hari tanpa terkecuali dan selalu menuntut Marsha untuk peringkat pertama di kelas.
Marsha sudah muak dengan itu semua. Kadang ia jenuh dengan hidupnya yang hanya diisi dengan materi dan rumus-rumus yang membuat otaknya berkeliling. Tapi, ia tidak berani melanggar perintah Papanya karena itu bisa melukai ibunya sendiri.
Ya, papanya selalu mengancam melukai Ibunya dan itu adalah kelemahan Marsha.
Marsha menangis sambil menggenggam erat tali tasnya. Ia menunduk tak berani menatap manik mata Papanya yang selalu menatap orang tajam.
Melihat kehadiran Marsha, pria yang sedari tadi marah-marah tersebut menarik tangan Marsha dengan kasar.
"Jangan malu-maluin saya, kamu!"
Kata-kata tersebut sudah beberapa kali masuk di telinga Marsha. Selalu begitu. Memang Marsha kelihatan memalukan kah apabila Marsha tidak menjadi seorang pelajar yang pandai diantara yang pandai?
"Pulang!!"
Marsha melirik Rachel yang ketakutan. "Makasih Chel, Om, aku pamit."
"Jangan kasari dia! Dia tidak butuh itu, yang dia butuhin-"
"DIAM KAMU! KAMU TIDAK TAHU APA-APA!!"
Marsha menunduk. Keluarga Rachel baik sekali, membelanya. Rasanya Marsha ingin menukar Papanya dengan papa Rachel saja.
"NGGAK USAH IKUT CAMPUR URUSAN SAYA ATAU KALIAN AKAN HANCUR DALAM SATU DETIK?"
Satu detik?
Seketika Rachel ingat, ada sesuatu dengan satu detik. Dan ia berhubungan dengan waktu tersebut."Satu detik....."
TBC....
---------
KAMU SEDANG MEMBACA
Dissimulate
Ficção Adolescente[COMPLETED] Highest rank: #1 in bermukadua (06-06-19) #1 in hidden (09-07-19) #1 in hide (06-12-19) #763 in teen (06-12-19) #585 in teen (26-12-19) Dis.sim.u.late From latin dissimulant-'hidden'. Memiliki arti berpura-pura, menyembunyikan, menyamar...