[8]

858 167 23
                                    

Pagi-pagi sekali, ketika kami sedang membereskan ranjang, Raelynn menghampiriku supaya kami bisa berjalan bersama menuju ruang makan untuk sarapan.

“Aku tidur dengan nyenyak semalam. Bagaimana denganmu?” Raelynn mengekoriku sementara aku berusaha menjauh darinya. Matahari bahkan belum terbit dan kami sudah harus kembali beraktivitas. Kurasa aku hanya tidur selama tiga jam lebih.

“Menurutmu?” aku bertanya balik.

“Bagaimana aku bisa tahu? Aku kan bukan kau.”

Setelah menemukan tempat duduk, aku menyuapkan makanan cepat-cepat ke dalam mulutku, lalu aku menjawab, “Lumayan nyenyak.”

“Rasanya aneh sekali tidur di ranjang tingkat. Apa kau juga merasa begitu?”

“Apa kau akan menanyaiku mengenai segala hal?” tanyaku, jengkel. Raelynn mengangkat kedua bahu dan mulai memakan makanannya sendiri.

“Aku cuma tidak tahu harus bicara dengan siapa. Biasanya kakak perempuanku yang selalu mendengarkanku. Dia pendengar yang baik.”

Aku berhenti menyuapkan makanan. Gerakan rahangku melambat dan gumpalan rasa bersalah memenuhi rongga dadaku, terlebih setelah menyadari sikapku yang memang tidak begitu ramah.

“Aku sudah terbiasa tidur di ranjang tingkat,” kujawab pertanyaan Raelynn sebelumnya. “Karena tempat tinggalku tidak punya cukup kamar, aku dan nenekku tidur di kamar yang sama; kami tidur dengan ranjang tingkat. Aku yang tidur di bagian atas. Lama-lama kau bakal terbiasa.”

Raelynn mengembuskan napas berat. “Membayangkan tinggal di sini sampai diperbolehkan pulang membuatku tidak berselera makan. Orang tuaku tidak bakal membayar jaminan untuk memulangkanku. Kakakku mungkin akan berusaha, tapi orang tua kami tidak akan mengizinkannya. Kami punya adik laki-laki kembar dan keduanya masih harus sekolah. Ayahku cuma seorang buruh tani dan Ibu seorang asisten penjahit.” Raelynn menyuapkan sesendok makanan ke mulut dengan gerakan lesu. “Apa keluargamu bakal membayar jaminan supaya kau bisa keluar?”

Aku yakin Immy tidak butuh jaminan untuk mengeluarkanku. Dia bisa saja menggunakan sihirnya dan mungkin hal itu akan menimbulkan kekacauan kalau dia tidak hati-hati. Kecuali, dia ingin melakukannya dengan damai, maka dia pasti bersedia membayar jaminan untukku. “Aku cukup yakin aku bakal keluar dari sini, entah bagaimana caranya.”

Sebuah pemikiran mendadak muncul dalam kepalaku. Semoga kalimatku setelah ini tidak membawa masalah, “Dan kalau aku berhasil keluar, mungkin aku akan mencoba mengeluarkanmu.” Dari ekor mata, aku bisa melihat Raelynn menatapku dengan mata membulat sempurna.

Dia menggeser tempat duduknya lebih dekat denganku. “Janji?” cicitnya.

Kuharap ini bukan janji yang buruk. Aku meraih tangannya dan mengaitkan kelingking, telunjuk, lalu menyatukan jempol kami. “Kalau aku mengingkarinya, aku adalah manusia paling jahat sedunia.”

Raelynn tertawa girang dan merentangkan tangan. Sebelum dia memelukku, aku mendorongnya menjauh. “Kalau kau melakukan itu, aku bakal membatalkan semuanya," ancamku, membuatnya merengek kesal.

Setelah menghabiskan makanan, aku langsung menuju gudang pejagalan, di mana kami mengambil gerobak yang sudah diisi oleh daging dan membawanya ke kandang naga. Raelynn sendiri ditugaskan ke tempat yang berbeda, aku tak sempat melihat ke mana ia pergi.

Ada sepuluh naga yang harus kuberi makan dan kuharap mereka tidak rewel. Belum lagi dalam sekali jalan, hanya satu naga yang bisa kuberi makan. Itulah sebabnya butuh banyak pekerja dalam hal memberi makan naga. Atap kandang yang semula tertutup bergerak terbuka sepenuhnya. Aku cukup terkesima dengan atap kandang yang ternyata bisa dibuka-tutup. Naga-naga sudah mulai bangun dan menggeram rendah sehingga tercipta paduan suara yang ganjil.

IltasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang