[43]

604 139 9
                                    

Berkat Ben yang memberi tahu masalah ini ke Theo saat kami singgah ke Matumaini, para anggota dewan bisa tiba ke Bara Cierna, tepat sebelum kami terbang pergi dari tempat itu.

Pimpinan tertinggi dari dewan penunggang dan dewan penyihir datang langsung untuk melihat lokasi kejadian. Kami menunjukkan tempat Asmodeus berada, terbaring dalam keadaan masih hidup sekaligus tidak. Ketika tubuhnya diangkut pun, tidak ada perlawanan sama sekali.

Para dewan berhasil meringkus beberapa pengikut Asmodeus yang tak sempat kabur. Sisanya berhasil melarikan diri dan sedang dalam pengejaran. Aku tidak menyangka Imrie dan Dante memilih menyerahkan diri sekaligus mengaku bahwa mereka sempat ikut rencana Asmodeus. Padahal di tahap ini, mereka bisa saja mengelak dan terhindar dari hukuman.

Selama petugas dewan melakukan pemeriksaan ke seisi kastil, satu hal yang membuatku paling mual adalah penemuan sekitar lima belas mayat manusia yang bergelimpangan di salah satu ruangan. Di lantai ruangan tersebut tergambar pentagram dari darah; kertas dan buku mantra berserakan di mana-mana. Berdasarkan konfirmasi dari petugas dewan penyihir ditambah ceritaku, bisa dipastikan bahwa tubuh-tubuh itu digunakan oleh Asmodeus untuk sihir berskala besar yang dia rapalkan pada keluarga dan teman-temanku di Bumi.

Seminggu setelah hari itu, kami semua menghadiri persidangan untuk para pengikut Asmodeus. Roan sebagai selaku pimpinan Matumaini pun turut hadir, ditambah keluarga dari para pelaku-walau sebagian besar tidak punya keluarga lagi. Amethyst, aku, dan Ben duduk bersama di kursi paling belakang. Kami harus mendengar pengakuan dari dua puluh orang sebelum akhirnya giliran Imrie tiba. Sama seperti orang-orang sebelumnya, dia diminta untuk menjelaskan motif Asmodeus, karena ketua dewan belum mendapat cerita yang jelas mengenai hal tersebut.

Berdasarkan cerita Imrie, Asmodeus hanyalah seorang darah campuran biasa. Hidupnya pun sama seperti darah campuran lainnya yang dikucilkan, tidak begitu dianggap, bahkan ditindas. Pada usia remaja, Ayahnya tiada akibat serangan jantung, kemudian ibunya terlarut dalam kesedihan hingga akhirnya menyusul.

Asmodeus beruntung bisa menemukan seorang perempuan -yang merupakan manusia biasa- sebagai pendamping hidupnya, yang menerima dirinya apa adanya. Mereka pindah ke sebuah desa terpencil di Felgen, menjauh dari dunia luar dan menjalani kehidupan yang menyenangkan selama beberapa tahun. Hanya dia, istrinya, naganya, lalu disusul oleh kehadiran bayinya.

Singkat cerita, Imrie berkata bahwa ada sekelompok penunggang naga yang singgah ke desa tersebut. Semula mereka berniat buruk kepada istri Asmodeus setelah bermabuk-mabukan di sebuah kedai minum, tetapi ketika sang sang suami muncul, barulah diketahui kalau para penunggang itu jugalah sekumpulan orang yang pernah merudung Asmodeus di Matumaini.

Sisa peristiwa mengerikan itu membuatku menutup telinga, tak ingin mendengar. Keluarga Asmodeus semua dibunuh pada akhirnya, sementara Asmodeus sendiri ditinggalkan dalan kondisi sekarat.

Imrie turut menambahkan cerita mengenai alasan dia bergabung dalam misi sinting ini. Mengingat Asmodeus menyelamatkannya dari perjodohan, maka sebagai ganti Imrie harus mengabdi padanya. Pertukaran itu tidak begitu buruk bagi Imrie dan dia akan membantu Asmodeus dengan senang hati kalau saja semua ini tidak mengancam keselamatanku maupun nagaku.

"Terima kasih atas cerita Anda," ucap ketua dewan penyihir. "Miss Casimir, apa Anda tidak menyangkal bahwa Anda telah membantu Asmodeus Abacus dalam melaksanakan rencana tersebut?"

"Saya tidak menyangkal," balas Imrie. "Saya mengakui kesalahan saya dan bersedia menerima apa pun keputusan dewan."

"Imrie Marigold Casimir, atas kejahatan yang Anda lakukan untuk membantu Asmodeus Abacus, dewan menjatuhkan hukuman berupa kurungan penjara selama lima tahun. Namun, berkat kesediaan Anda menyerahkan diri dan bantuan Anda dalam menyelamatkan para naga, maka hukuman akan diringankan apabila Anda menunjukkan itikad baik." Palu diketuk, pertanda akhir dari persidangan untuk Imrie.

Dua orang sipir membawa Imrie keluar dari ruang sidang. Kami sempat bertemu pandang; Imrie tersenyum ke arahku dan entah bagaimana aku mampu membalas senyumannya. Dalam hati, aku mengingatkan diri untuk mengunjungi Imrie begitu aku punya waktu. Bagaimanapun, dia berperan besar dalam membantu kami.

Kini giliran Dante. Dia mendapat giliran paling terakhir. Sama seperti Imrie, dia diminta menceritakan apa yang dia ketahui soal Asmodeus, alasannya bergabung, dan diminta untuk mengakui perbuatannya. Dante tidak menyangkal, namun tidak banyak informasi yang dia bagikan karena sebagian besar waktunya hanya dihabiskan di Matumaini. Dari yang kudengar, Asmodeus memantrai salah satu keluarga penyihir dan membuat mereka mengadopsi Dante, yang mana cukup memprihatinkan, baik untuk Dante maupun keluarga Willson.

Persidangannya berjalan lancar dan Dante mendapat hukuman yang sama, yakni lima tahun, mengingat dia juga telah mengakibatkan kekacauan di Matumaini dan membahayakan nyawa penunggang yang kehilangan naga. Untungnya dia tidak sungguh-sungguh membunuh para naga atau hukumannya akan lebih berat. Sama seperti Imrie, Dante akan dibebaskan lebih cepat bila berlaku baik selama dipenjara.

Saat Dante digiring keluar, Amethyst menghampirinya, meminta waktu kepada para penjaga untuk bicara. Sebelum keluar dari ruang sidang, Dante memberi pelukan pada Amethyst lalu pergi. Gadis itu memandangi kepergian temannya sementara aku dan Ben mendekatinya. Sebelum kami sempat memanggil, Amethyst sudah berjalan pergi lebih dulu.

"Sepertinya setelah ini kau tidak akan kembali lagi ke Matumaini. Iya, kan?" tanyaku pada Ben selagi kami menghampiri Beast dan Kaia yang telah menanti di halaman depan.

"Aku rasa bekerja bersama ayahku tidak buruk-buruk amat," kata Ben. "Lagi pula, aku akan kembali saat upacara pengikatanmu dan Beast. Kau pun diterima di rumah kami kapan saja, jadi pastikan untuk berkunjung saat ada libur."

"Tentu," balasku. "Jadi, sampai jumpa, Ben."

"Sampai jumpa, Cassie." Pemuda itu tersenyum. "Kau... keberatan kalau aku memelukmu?"

Pelukan bukanlah sesuatu yang kuterima dari sembarangan orang. Akan tetapi ini Ben. Kami telah melewati banyak hal bersama dan sebuah pelukan terdengar tidak buruk. Maka dari itu aku merentangkan tangan. "Kemarilah."

"Tunggu, aku keberatan," sela Beast, tetapi aku dan Ben sudah duluan berpelukan. Napas Ben terasa hangat di tengkukku, sampai aku sedikit bergidik dibuatnya. Itu pelukan paling canggung dan kaku tapi pada saat bersamaan terasa nyaman dan hangat.

Beast menyelipkan kepala ke tengah-tengah kami, memisahkan pelukan tersebut. "Ayolah, Ben, kau pasti bakal rindu padaku juga," ujar Beast. Aku menerjemahkan ucapannya pada Ben.

Pemuda itu hanya tertawa datar. "Ya, aku akan merindukan tatapan sinismu yang muncul tiap kali melihatku."

"Pokoknya kau harus datang ke Morze kalau sempat," ucap Kaia. "Aku akan marah kalau kau tidak mau datang."

"Kau mau marah pada penunggangku?" tanya Beast. "Katakan itu sekali lagi dan-"

"Ya, kami pasti akan datang," aku menyela Beast. "Ben, sebaiknya aku pergi sebelum Beast dan Kaia mulai bertengkar lagi."

Ben mengangguk. "Hati-hati, Cass."

"Kalian juga," aku membalas. Kendati berat berpisah dengan seorang teman sepertinya, setidaknya kami akan bertemu lagi nanti.

Kami naik ke naga kami masing-masing. Ben mengulas senyumnya dan melambaikan tangan untuk terakhir kali sebelum dia dan Kaia terbang pergi.

━━━━━━━━━▼━━━━━━━━━

Di malam harinya, Roan memanggilku ke kantornya. Bertepatan dengan keluarnya Amethyst, aku melangkah masuk.

"Anda memanggilku, sir?"

"Silakan duduk dulu," dia mempersilakan. "Aku memanggilmu kemari untuk menyampaikan rasa terima kasih dewan atas keberanianmu dan teman-temanmu untuk menyelamatkan para naga. Kau punya sesuatu untuk disampaikan? Ada keinginan khusus?"

Aku mengerutkan dahi, "Aku diberi semacam imbalan?"

"Kau, Amethyst, dan Ben. Dante dan Imrie Casimir sudah mendapat hukuman yang lebih ringan sebagai balasan untuk kontribusi mereka. Nah, sekarang, apa ada yang kau inginkan?"

Aku ragu-ragu. Sebenarnya tak diberi imbalan pun aku tak masalah. Pasalnya, aku hanya ingin nagaku kembali.

"Apa yang kalian lakukan adalah perbuatan yang patut diapresiasi, jadi jangan sungkan," ucap Roan, berusaha meyakinkanku.

Setelah berpikir lumayan keras, aku teringat akan satu hal. "Ini soal temanku, Raelynn."

IltasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang