[10]

826 154 21
                                    

Cassidy!” Seseorang memanggilku dengan suaranya yang tak asing. Sudah lama sekali aku tidak dengar suara Immy. “Cassidy!”

Kepalaku serasa dijejali batu. Aku mengerang panjang sebelum membuka mata. Immy masih memanggilku bangun disertai guncangan pada bahu. Pelan-pelan aku mulai memperoleh kesadaran. Telingaku sedikit berdengung, kemudian kembali normal. Butuh waktu hingga aku bisa mendorong tubuhku duduk.

Aku hampir tidak punya tenaga untuk marah-marah, tetapi masih bisa melirik Immy dengan sinis. “Oh, jadi sekarang kau sudah menemukanku?”

“Kenapa kau bisa sampai di sini?”

“Kenapa kau baru datang sekarang setelah aku menjadi pembantu selama lima hari?”

Immy mendesah, “Cassie—”

“Apa kau bahkan tahu aku diculik?”

Dia terdiam cukup lama sebelum menjawab, “Aku tahu.”

Lagi-lagi, rasa marah tak kunjung keluar walau aku mencoba. Immy buru-buru menambahkan, “Kalau kau bertanya kenapa aku baru datang sekarang, itu karena aku butuh waktu berhari-hari untuk mencari mantra yang tepat supaya bisa menemukanmu. Saat mengetahui lokasimu pun, kau sudah berada Matumaini. Aku tidak bisa merangsek masuk begitu saja. Akan terjadi masalah dan aku akan merepotkan pamanku.”

Setidaknya alasan itu lumayan bagus.  Kemudian aku teringat naga ur yang selalu muncul di hadapanku. “Naga itu suruhanmu?” tanyaku.

Immy mengerutkan dahi, terlihat kebingungan. "Aku tidak tahu naga apa yang kau maksud. Namun itu kebetulan yang baik. Begitu aku tahu kau pergi dari Matumaini, aku baru bergegas menjemputmu.”

Aku berusaha bangkit. Immy menarikku dan memapahku. “Lalu apa mau naga itu?” tanyaku.

“Tidak tahu, tapi sebaiknya kita pergi.”

“Aku masih kesal denganmu.”

“Maaf, Cassie,” Immy berucap tulus. “Aku akan mentraktirmu makanan atau apa pun yang kau inginkan supaya kau tidak marah lagi.”

Aku mendengkus, “Kau pikir aku semurah itu? Luluh hanya karena makanan?”

“Aku cuma berusaha menghiburmu," dia membalas sabar. Immy baru akan membawaku pergi, tapi aku langsung menahannya.

“Kalau kau bisa membantuku, aku akan memaafkanmu,” tawarku. “Aku tidak akan membahas masalah ini lagi, tidak akan minta dibawa ke Andarmensia lagi ataupun merepotkanmu. Namun kau harus bantu aku sekali ini saja.”

Tatapan curiga Immy kuabaikan begitu saja. Aku menariknya ke gua tadi, tempat si naga hitam berada. Dalam perjalanan menuju ke sana, Immy memang tidak membalas apa pun.

“Aku punya firasat idemu ini pasti buruk,” dia baru menyeletuk saat kami tengah berada dalam gua gelap tadi.

“Kau mau kumaafkan atau tidak? Kenapa kau tidak langsung menolongku saat aku baru dibawa pergi?”

"Butuh waktu cukup lama sampai aku sadar apa yang terjadi. Semula kupikir kau cuma pergi jalan-jalan dan tak kusangka—" Immy tidak sempat menyelesaikan jawabannya. Dia terkesiap pelan saat melihat naga itu, yang masih berbaring di tempat yang tadi. Gadis di sebelahku mundur sedikit, menjaga jaraknya.

“Astaga,” Immy berbisik. “Ba-bagaimana kau menemukannya?”

“Eh, tinggal masuk ke gua ini dan kau langsung menemukannya. Tidak perlu cara khusus.”

Immy tampak menahan napas. “Seharusnya naga ini tidak ada lagi.”

“Kau harus membantuku. Naga ini tidak punya sayap. Kurasa dipotong atau semacamnya.”

IltasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang