Berkali-kali aku berteriak, tidak ada sahutan.
Aku terseret semakin jauh. Bisa mempertahankan kepala untuk selalu timbul ke permukaan saja sudah membuatku bersyukur. Sewaktu sebatang kayu yang terapung bergerak ke arahku, rasanya aku baru aja menemukan harta karun. Setidaknya ada sesuatu yang bisa kujadikan pegangan untuk sementara.
Sekarang harus apa? aku bertanya dalam hati. Kalau saja ada naga di sini, aku masih bisa meminta tolong. Sayangnya makhluk hidup yang ada di sekitarku hanyalah ikan. Keberadaan mereka pun malah membuatku tambah cemas, terlebih ketika tubuh-tubuh kecil itu menabrakku saat lewat, membuatku berjengit dan harus rajin-rajin memeriksa ke bawah. Berikutnya, bisa aja seekor kraken muncul dan menelanku.
Mungkin ini yang seharusnya terjadi, pikirku. Aku mati sendirian, dilupakan oleh semua orang.
Pikiran tersebut membuatku ingin melepas pegangan dari batang kayu. Namun mati tenggelam pun terdengar mengerikan. Waktu berjalan dengan sangat lambat dan penuh siksaan. Aku menatap langit yang sejak tadi tidak menunjukkan perubahan. Belum lagi, bentangan air terlihat dari segala arah tanpa sedikit pun tanda-tanda daratan. Tubuhku mulai mati rasa. Sebesar apa pun keinginanku untuk terus bertahan, kematian seakan berusaha menyeretku ke dasar laut.
Dari jauh terdengar suara samar. Kukira semua itu hanya mimpi, sampai aku sadar bahwa yang kudengar benar-benar suara kepak sayap naga. Aku terus berusaha mempertahankan kesadaran. Hingga detik ini, nyawaku serasa terkikis. Tanganku kehilangan pegangan, membuatku mulai tenggelam. Air menyelimuti seluruh wajahku, bagai tudung kematian yang mulai merenggut napas.
Kemudian sesuatu menarikku ke atas dengan kasar.
━━━━━━━━━▼━━━━━━━━━
Aku memuntahkan air, lalu terjatuh. Seseorang menahanku dan aku berpegang erat pada siapa pun itu. Hawa dingin menyergapku dari segala arah, membuat gigiku bergemeletuk tak terkendali.
“Kau harus mengganti bajunya.” Terdengar suara laki-laki dari sampingku.
“Kau kira aku membawa baju? Kita tidak berencana menginap atau semacamnya.”
“Ayolah, Amethyst. Dia akan mati.”
“Oh, baiklah," Amethyst membalas jengkel. Tubuhku diangkat, entah dibawa ke mana.
“Rantha, bantu aku.” Amethyst meraih bagian bawah bajuku, sudah membuka setengah saat aku meraih tangannya.
Napasku tercekat. “Aku bisa sendiri.”
“Ya, dan bersyukurlah kau belum terapung dalam wujud mayat saat kami menemukanmu.” Amethyst menepis tanganku. Samar-samar, kulihat seekor naga membentangkan sayapnya lebar-lebar, menutupi kami. Amethyst melakukan pekerjaannya dengan cepat sampai aku tidak sadar sudah berganti pakaian. Mantel hangat milik Amethyst pun turut menyelimuti tubuhku.
Berikutnya, kulihat Lucifer mendekat. Dia duduk di sebelahku dengan sayap terbentang, membentuk selimut bagiku. Panas dari sayapnya membuatku mengerang nyaman.
“Apa kau yakin dia akan baik-baik saja?” tanya suara yang tak asing di telingaku.
“Seharusnya dia cuma perlu istirahat, lalu semua akan baik-baik saja,” balas Lucifer.
Kurasakan terpaan napas hangat di dekat wajahku. Tatkala membuka mata, seekor naga ur terlihat sedang mengamatiku. Aku menyipitkan mata, mencoba mengenalinya. “Kau teman Beast.”
Naga itu menghela napas. “Apa yang mau kau lakukan, Makhluk Kecil?”
“Bagaimana kau bisa di sini?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Iltas
FantasySeorang remaja dari New Orleans adalah penunggang naga di Andarmensia. - Hidup Cassidy Adams normal-normal saja sampai suatu hari, ia menyadari bahwa temannya, Imrie, adalah seorang penyihir. Tidak sampai disitu, Cassie menghabiskan musim panasnya d...