[25]

664 137 10
                                    

Kandang naga kembali sepi, tidak banyak orang yang lalu-lalang ketika aku memeriksa ke dalam. Bisa dibilang tempat ini kosong-melompong karena semua naga sedang bersama penunggang mereka. Aku mulai berlari pelan, amat pelan, hampir seperti berjalan, dan itu menuai ejeken dari Lucifer.

“Menyedihkan," si infernos berkata.

“Menyedihkan, memang,” Beast menyetujui. “Diculik, menjadi pekerja secara paksa, dikejar-kejar Bailes, temannya dibawa pergi karena tuduhan pembunuhan, mendapat pelatih sinting.”

“Terima kasih sudah merangkumnya,” gerutuku.

“Sama-sama. Aku senang bisa membantu.”

“Bantuan yang tidak diperlukan.”

“Jangan banyak bicara, Cassie. Pakai tenagamu untuk lari," Beast menasehati.

“Apa dia baru saja membalas setiap ucapanmu?” Lucifer menyela perdebatan kami. “Hei, Perempuan, kau bisa—”

“Bukan Perempuan,” aku menyela, “Cassidy.”

Beast tertawa, membuat suara aneh nan ganjil di telingaku. Lucifer mendengus, mulai memahami keadaan. “Kau punya Telinga Naga, eh?”

“Ya, jadi kalau kau mau mengataiku macam-macam, tolong pergi jauh-jauh dulu, soalnya aku bisa mendengar setiap suku kata dengan jelas, dan berhentilah tertawa Beast.”

“Terkejut, ya, Lucifer?” tanya Beast. “Penunggangku yang lemah punya kemampuan yang hanya dimiliki oleh satu penunggang tiap abadnya.”

“Buat apa terkejut?" Lucifer terdengar kesal. "Itu kemampuan yang biasa-biasa saja. Dante tidak perlu kemampuan seperti itu untuk membuatnya spesial.”

“Oh, tentu dia perlu,” Beast memanas-manasi.

“Hentikan... kalian... berdua," suruhku, sedikit ngos-ngosan. Pertikaian kedua naga itu membuat energiku terkuras lebih cepat.

Setiap kali aku berhenti, Lucifer akan mulai mengomel dan Beast membalas, mengakibatkan dua naga itu berdebat lalu diam lagi. Begitu terus hingga aku berhasil memutari kandang naga sebanyak dua kali dan berakhir dengan kaki gemetar. Aku terduduk lemas sambil bersandar pada Beast kemudian memaksakan diri berjalan menuju dapur untuk minum. Butuh beberapa kali menuang air ke gelas hingga akhirnya dahagaku terpuaskan.

Baru saja aku keluar dari dapur, Lucifer langsung mencercokiku, “Jangan lupa, masih ada push-up dan—”

“Aku tahu!” jawabku, setengah berteriak kepadanya dengan suara yang tersisa. Kami kembali ke padang rumput, di mana aku bisa beristirahat sebelum berlatih lagi. Begitu kuselesaikan sisa latihanku, barulah Lucifer pergi. Latihan hari itu diakhiri dengan terbaring aku di atas rumput dalam keadaan mengenaskan.

━━━━━━━━━▼━━━━━━━━━

Di malam hari, aku dan Beast tidak menghadiri upacara perkabungan. Orang-orang bilang penunggang dan naga yang belum melakukan pengikatan sebaiknya tidak mendatangi upacara perkabungan demi menjauhkan diri dari hal-hal buruk.

Kata Raelynn, satu-satunya cara memakamkan para naga adalah menaruh tubuh mereka di suatu pulau, dan dibiarkan begitu saja hingga mereka sendiri menjadi tulang-belulang. Banyak yang mengatakan bahwa tubuh para naga membusuk dengan cepat, dan dipercaya ada campur tangan dewa dalam proses tersebut supaya tidak memakan waktu lama. Yang lebih aneh, alih-alih terlihat mengerikan, pulau tersebut justru terlihat indah dan dipenuhi bunga.

Sejauh yang kuketahui, terutama dari gosip para pekerja, lima dari sembilan belas orang penunggang yang kehilangan naga berusaha mengakhiri nyawa, walau untunglah masih bisa diselamatkan. Entah apa yang akan terjadi lagi ke depannya nanti. 

IltasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang