Seusai pembicaraan yang cukup serius dengan Kaia, aku kembali ke kamar. Ben dan ayahnya sedang tidak ada di rumah, sementara aku beralasan pada Mrs. Salvatore kalau aku cuma mencari udara segar. Wanita itu tidak ambil pusing dengan alasan tersebut dan menyuruhku kembali beristirahat di kamar.
Kuputuskan untuk menghabiskan waktu dengan membaca salah satu buku di rak gantung dalam kamar tersebut. Pilihanku jatuh pada buku berjudul Paduan Naga dan Penunggang. Kelihatannya buku ini ditulis dengan mesin tik atau semacamnya. Ada pula ilustrasi buatan tangan untuk membantu pemahaman pembaca.
Penjelasan dimulai dari sejarah mengenai naga pertama yang ditemukan, yaitu naga ladre. Naga tersebut kerap kali meresahkan penduduk, terutama para pemburu yang sering keluar-masuk hutan. Dari sanalah Dewa Draig, yang merupakan dewa berwujud separuh naga, separuh manusia, mendamaikan kedua kaum sehingga muncul orang-orang yang disebut para penunggang naga.
Penjelasan dilanjutkan dengan sejarah mengenai Dewa Draig sendiri, beserta tata upacara dan perayaan untuk menghormatinya. Salah satu perayaan sudah berlalu, tepatnya tanggal 5 Maret, untuk merayakan hari munculnya penunggang naga pertama, yakni Jacob Daur, yang waktu itu masih berusia sepuluh tahun saat bertemu naganya. Hal tersebut menjadi alasan mengapa setiap penunggang bertemu naganya saat mereka berusia sepuluh tahun. Jacob pun termasuk salah satu penunggang yang mempelopori berdirinya tempat pelatihan penunggang naga pertama, yang kini dikenal sebagai Matumaini.
Pintu kamar terbuka selagi aku terlarut dalam penjelasan-penjelasan dalam buku. Mrs. Salvatore masuk untuk memberi tahu bahwa makan malam sudah siap. Aku bahkan tidak sadar kalau waktu telah lama berlalu.
"Atau kau mau makan nanti saja? Kelihatannya kau sedang sibuk membaca," ujar Mrs. Salvatore.
"Tidak apa, aku akan segera menyusul." Nesrin pergi duluan sementara aku segera menyelesaikannya sisa paragraf terakhir dari bab yang sedang kubaca. Setelahnya, barulah kuletakkan buku tersebut di nakas dan berjalan menuju ruang makan di lantai bawah. Ben dan keluarganya sudah bersiap-siap menyantap makan malam.
"Bagaimana keadaanmu?" tanya Mr. Salvatore ketika melihatku. "Menurutku kau kelihatan jauh lebih baik."
Aku mengangguk kecil. "Aku sudah merasa lebih baik, sir."
Makanan kami malam ini berupa beberapa olahan ikan dengan tambahan sayuran hijau rebus. Mengingat keluarga ini tinggal di pesisir, sepertinya mereka makan ikan hampir setiap hari. Aku mencoba sesuap dan diam-diam mengapresiasi masakan Mrs. Salvatore. Hampir setiap kali memasak ikan, Granny selalu menggorengnya saja, jarang mengolahnya ke dalam bentuk lain atau dengan bumbu tertentu.
"Apa makanannya enak, Cassie?" tanya Mrs. Salvatore, agak harap-harap cemas.
Aku mengangguk cepat. "Masakanmu enak sekali, Ma'am."
"Itu pujian sungguhan, 'kan?" Salah satu alisnya dinaikkan, sementara bibirnya mengulas senyum.
"Tentu saja masakanmu enak, Ibu," Ben menimpali. "Siapa yang bisa bohong soal itu?"
Mrs. Salvatore tersenyum penuh kebanggaan tatkala mendengar hal tersebut. "Kalau memang enak, maka jangan malu-malu, Cassidy. Tambah lagi yang banyak. Ini, ambillah." Dia membantu mengambilkan beberapa potong daging ikan lagi. "Ikan itu sehat untuk kesehatan, terutama untuk penunggang naga seperti kalia—"
Kata-kata yang berhenti mendadak itu membuatku terheran. Hingga baru kuingat kalau saat ini aku tidak punya naga lagi. Atau setidaknya, itulah yang kami ketahui sekarang.
Senyum Mrs. Salvatore memudar, begitu pula semangatnya. Melihat reaksi tersebut, aku buru-buru bicara, "Aku sangat suka yang ini, Mrs. Salvatore. Keluargaku suka makanan pedas." Kutunjuk salah satu hidangan di meja. "Tapi, aku jarang makan ikan karena kurang suka memisahkan tulangnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Iltas
FantasySeorang remaja dari New Orleans adalah penunggang naga di Andarmensia. - Hidup Cassidy Adams normal-normal saja sampai suatu hari, ia menyadari bahwa temannya, Imrie, adalah seorang penyihir. Tidak sampai disitu, Cassie menghabiskan musim panasnya d...