Hari senin adalah hari yang paling dibenci semua orang, termasuk aku. Meski begitu aku tidak memiliki alasan yang tepat mengapa harus membolos kuliah hari ini, jujur saja aku bukanlah seorang gadis dengan akal yang brilian yang dapat mengerjakan tugas tugas kuliah tepat pada waktunya atau seorang gadis cantik dan populer di kampusnya. Hanya seorang gadis biasa, dan itu cukup.
Rambut pendek hitam sebahu serta mata biru yang begitu mencolok membuatku terkadang tidak begitu pd dengan penampilan, banyak orang berkata bahwa aku terlihat aneh karenanya jika saja bukan karena ayahku yang berwarga negara asing mungkin aku tidak akan pernah mendapatkan mata aneh namun indah ini.
"Demyy!!" Teriak gadis berambut panjang itu sambil berlari ke arahku.
Seakan tidak peduli aku kembali menyendokkan sesendok es krim mint kedalam mulut yang baru saja kubeli dari kantin. Sarah namanya, entah sejak kapan aku sudah mengenal gadis mungil cerewet itu. Aku tidak pernah menganggapnya sebagai teman semenjak awal pertemuan kita namun dia selalu saja menempel padaku seperti permen karet. Jika diingat lagi kita tidak memiliki kesamaan apapun selera kita benar benar berbeda, dia adalah gadis yang populer dan sangat enerjik sedangkan aku hanyalah gadis biasa dan terkesan judes mungkin.
"Demy! kau mengabaikanku." Ucapnya dengan nada kesal, sedangkan aku hanya menaikkan sebelah alisku untuk menanggapinya, "Ck aku tidak mengerti kenapa kau sangat dingin terhadap semua orang."
"Kalau begitu, tidak usah berteman denganku." Ucapku seadanya.
"Ya ya terserah, ngomong ngomong Profesor Andrew mencarimu." Sarah menarik kursi di hadapanku dan duduk dengan tenang.
"Biarkan saja, mungkin aku tidak akan lulus di semester ini lagi." jawabku tidak peduli, toh seberapa keras aku berusaha pasti akan selalu gagal pada akhirnya dan itu membuatku lelah. Seharusnya sedari awal aku sadar bahwa jurusan Sastra bukanlah keahlianku.
Sarah menatapku malas, iapun sepertinya sudah lelah untuk menasehatiku setiap saat dan akupun sudah lelah mendengarkan ceramahnya yang sudah seperti ibu-ibu beranak satu itu.
"Kau benar benar gila, besok adalah sidang dan kau masih menganggapnya remaeh?!"
Aku tersenyum, "Ingin melakukan sesuatu yang gila?"
"Tidak perlu aku sudah bersama orang gila." Tunjuknya kearahku dan kemudian melihat ke arah jam yang melingkar di pergelangan tanganya itu, "Well waktu istirahat kita sudah habis. setelah ini adalah mata kuliah profesor Imanuel, aku tidak ingin kita terlambat dan harus di bentak dulu sebelum memasuki kelas." Aku hanya memutar mata malas menanggapinya, well selama ada sarah si murid teladan tidak masalah bagiku bukan?
Kami kemudian berjalan beriringan menuju kelas yang kebetulan dengan mata kuliah sama dan itu membuatku sedikit malas karena Sarah akan selalu membuat kita berdua menjadi pusat perhatian orang orang akan kecantikanya itu, meski setiap kali aku protes dia akan mengatakan bahwa akulah penyebab utama perhatian itu sebenarnya.
Baru beberapa langkah menaikki anak tangga, seseorang dengan sengaja menyandung kaki kiriku dan membuatku hampir terguling dari tangga jika saja Sarah tidak memiliki refleks yang cepat. Dan benar saja sesuai dugaanku, Shelin dan temanya yang benar benar menyebalkan .
"Ups nggak sengaja." Ucapnya dengan raut wajah yang menggelikan itu.
Aku menatap wajahnya datar, bertengkar denganya bukanlah hal baru lagi bagi semua orang. "Oh maklum kok sama orang buta." Sarah beserta orang orang yang mendengar ucapanku tertawa geli melihat ke arah Shelin yang sudah memasang wajah aroganya itu. Jika saja orang tuanya bukanlah orang yang berpengaruh bagi universitas mungkin saat ini ia sudah di keluarkan dari lama.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Empress Choice's
Fantasy'Only one can take the emperor heart' Aku hanyalah seorang mahasiswi tingkat akhir biasa, keseharianku benar benar membosankan. Namun semua itu berubah ketika aku secara tidak sengaja tertabrak truk yang sedang melaju begitu kencang tepat di hari uj...