37

12.5K 1.3K 21
                                    



Setelah sesaat para pelayan itu memberikanku was mantel yang cukup tebal serta minuman hangat, Osiris menggiringku ke ruangan studi miliknya. Satu-satunya ruangan yang belum pernah kumasi semenjak tiba di Dortos.

"Kemarilah Dementieva." Serunya menyuruhku untuk mendekat dan menatap buku yang berada di genggamanya, "ini adalah sejarah lampau Dortos." aku mengambil buku tersebut dan segera membacanya perlahan.

Di halaman pertama terdapat lambang kerajaan yang cukup besar, merak putih sebagaimana sebutan pada dataran putih Dortos, "Seperti yang kau ketahui dataran putih Dortos hanyalah perumpamaan untuk sebuah negri suci yang diberkati langsung oleh para dewi dan Ibumu adalah keturunan terakhirnya."

"Satu-satunya penerus tahta tunggal bagi kerajaan yang sayangnya justru jauh lebih memilih untuk mengejar cinta sejatinya." Ratu Chorine, aku melihatnya garis merah tipis yang menghubungkan foto sang ratu dengan raja Brotos. Wanita itu terlihat begitu menawan, "Kekosongan kursi kekuasaan membuat ayahku sang adipati naik dalam posisi pertama dalam ahli waris kerajaan."

"Jadi seperti itulah kau bukan saudara kandungku, kau selalu berkata tidak membohongiku namun nyatanya kau melakukanya."

"Secara teknis aku tidak sepenuhnya membohongimu." Jawab Osiris cepat, "kau memanglah suadariku Dementieva lebih tepatnya sepupu jauh dengan begitu kau selalu menjadi adik kecil di mataku."

"Dan dengan meyakinkanmu sebagai adik kecilku itulah aku berharap kau-" ucapanya terhenti begitu pandanganya bertemu denganku, "dengar aku tau jika semua ini salah, aku minta maaf."

"Apa kau telah memaafkanku, Dementieva?"

Berhakkah aku marah atas semua ini? Lagipula dia tidak sepenuhnya salah, sejujurnya aku hanya takut jika keberadaanku disisinya akan  semakin memperdalam perasaan itu, perasaan yang begitu dalam dan egois seperti apa yang Arsenio rasakan. "Kalau aku memaafkanmu, dapatkah kau melupakan perasaanmu padaku?"

Osiris terdiam, ia hanya melihatku kemudian tangannya membuka lembaran pada buku yang berada di genggamanku dan menunjuk pada sebuah tulisan, ia mengalihkan pembicaraan.

"Zaman tergelap." Ejaku pada tiap katanya, berbeda dari halaman-halaman yang lain di halaman ini seluruh kertasnya terasa jauh lebih kasar dan pudar, "aku tidak dapat membacanya dengan jelas, sesuatu disini mengatakan tentang... perang?"

"Tepat terjadi ketika ayahku akan menerima tahta, hanya karena masalah kecil tiba-tiba saja Dortos mengajukan perang pada Skrates."

"Jadi Dortoslah yang memulainya? Aku tidak yakin jika itu adalah masalah kecil."

"Anggap saja seperti itu. Semuanya bermula ketika terbunuhnya salah seorang ksatria dortos yang rumornya di bunuh ketika memasuki tanah Skrates." Tatapanya menerawang jauh, "membunuh seorang ksatria  dortos tanpa alasan yang pasti di tanah luar merupakan pelanggaran berat bagi tiap kerajaan karena seorang ksatria dortos dianggap sebagai seorang yang suci dan berbudi luhur."

"Setelah kejadian itu perpecahan tidak dapat ditolerir kembali hingga pasukan Dortos berhasil memukul mundur pasukan milik Skrates hingga melukai Kaisar Robane yang saat itu memimpin peperangan secara langsung." Ia memberi jeda melihat ke arahku, "dengan kata lain, ayahku hampir saja membunuhnya."

"Lalu." Aku berkata dengan ragu, "apa memang skrateslah yang membunuh ksatria itu?"

Osiris menggeleng, "Tidak ada yang pernah tau,  semenjak  itulah Skrates dan Dortos merupakan musuh bebuyutan, tidak ada perjanjian perdamaian atau usaha apapun yang dilakukan." Aku melihat kembali tulisan-tulisan yang berada di dalam buku, "keduanya pecah begitu saja."

"Seluruh cerita ini terdengar seperti mimpi buruk."

"Peperangan adalah cerita terburuk bagi siapa saja yang mendengarkannya, Demen-"

The Empress Choice'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang