5 | Marli

167K 8.2K 402
                                    

Tidak ada yang bisa memprediksi masa depan. Termasuk kebahagiaan atau kesedihan dari sebuah pertemuan.

***

Rasi gugup.

Sudah jelas ketika mata hitam itu seolah menyelami ke dalam matanya penuh membuat Rasi sama sekali tidak bisa berkutik. Bahkan untuk mendengar suara Elara yang memanggilnya sekarang pun tubuh Rasi seakan kehilangan respon.

Perlu waktu cukup lama sampai Titan kembali bersuara melihat keterbungkaman Rasi. Sebenarnya itu bukan pilihan yang baik saat justru mendengar suara Titan sekali lagi membuat jantung Rasi semakin berdebar kencang.

"Heh! Gue ngomong sama lo, bego!"

Kalimat barusan tentu membuyarkan semua pikiran Rasi. Namun tak serta merta membuat Rasi menjawab.

"Lo yang ...." Titan menjeda kalimatnya sebentar. Mencoba mengingat akan sesuatu. "Lo cewek yang kemaren, kan?" tanyanya baru ingat Rasi adalah gadis yang baru kemarin mengembalikan seragamnya.

Elara berdecak melihat Rasi yang seperti patung Pancoran. Ia mendekat kemudian berbisik di telinga Rasi. "Ras, simpen dulu ke-begoan lo! Itu lo diajak ngomong sama Kak Titan!"

Rasi masih terlalu sibuk dalam pikirannya hingga Elara tak tahan untuk mengguncangkan bahu cewek itu.

"Ras, Ras, Ras! Ya salam si Rasi masih muda kupingnya udah conge-an apa ya?" ujar Elara.

"Temen lo budek?" Titan menoleh pada Elara membuat cewek itu tersentak.

Ya ampun diajak ngomong cogan...

"Eh? E-nggak, Kak. Emang orangnya gini. Dia itu punya penyakit bisu mendadak jadinya sekarang nggak bisa ngomong." Beribu maaf Elara gumamkan dalam hatinya pada Rasi. Sebab juga, sosok itu malah terdiam dan tak menjawab apapun.

Elara tidak salah juga kalau ia bilang Rasi punya penyakit bisa mendadak, kan?

Titan berdecak. Menatap sebentar pada Prince yang kini memperhatikannya kesal sebelum mengambil sebelah tangan Rasi dari Prince lalu menyeretnya dari sana. Meninggalkan Elara dan Prince yang terkejut saat Titan sudah jauh melesat pergi.

Elara dan Prince lantas dengan cepat tersadar. Jika Elara memilih untuk mencubit lengan dan pipinya membuktikan yang barusan ia lihat bukanlah mimpi, maka lain dengan Prince yang segera memupuk langkahnya agar bisa mengejar Titan.

"Lepasin dia! Gak liat dia kesakitan!" Prince berbicara selagi menyeimbangkan langkahnya dengan langkah Titan. Ia mendengus. Memperlambat langkahnya agar bisa sejajar dengan rasi yang berada di belakang Titan dan dalam sekali sentakan, tubuh Rasi sudah tertarik lepas dari genggaman cowok itu.

Titan berhenti lantas menoleh. Tak bisa digambarkan lagi bagaimana matanya memelotot tajam sekarang.

"Lo nggak bisa bawa dia sembarangan."

Titan menggertakkan giginya lalu maju satu langkah. "Urusan lo apa?"

"Gue temennya Rasi. Dan Rasi kena bola gara-gara lo! Jadi---"

"Bacot!" sela Titan cepat. Ia kembali menarik tangan Rasi hingga tubuh Rasi membentur dadanya kemudian menatap Prince sengit. "Nggak usah ikut campur atas apa yang mau gue lakuin."

Titan kembali berjalan dengan pegangan tangan yang semakin mengerat pada Rasi. Cowok itu berjalan seperti kecepatan angin, Radi bahkan sangat kesulitan mengimbangi langkah panjangnya. Hingga mereka sampai pada pintu kaca berwarna hitam dengan logo dan tulisan Unit Kesehatan sekolah di depannya.

TITAN: What's The Beginning ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang