6 | Nicander

157K 7.9K 453
                                    

Kamu adalah ketidakpastian yang selalu aku perjuangkan walau aku bisa mengira akhirnya tak akan bahagia

***

"Gue berdoa semoga otak gue masih baik-baik aja sekarang." Aurora memegangi kepalanya yang masih pening sehabis mengerjakan ulangan matematika tadi.

Elara melirik pada Aurora lalu melakukan gerkaan yang sama yaitu memijat kepalanya pelan. "Sama, Ra. Gue juga. Gila aja woy, bilangnya satu soal tapi anaknya ampe tujuh turunan. Astaga ... emang minta dipites tuh guru."

"El, kamu ngomongnya jangan kayak gitu," sergah Rasi memperingati.

Elara memutar mata malas. "Lo mana tau penderitaan murid-murid yang otaknya cuma ada nama bias sama subtitle drakor kayak gita, Ras."

"Betul, lo kan gaulnya sama rumus balok sama tabung doang. Mana kenal sama Jimin, Jaehyun, Jaemin, Jinhwan."

Rasi merapatkan bibirnya. Apa itu? Kenapa namanya mirip semua?

"Nah, kan! Kicep lo. Udah sana gaul aja sama rumus integral," ujar Aurora lalu menyandarkan punggungnya pada tembok. Kakinya ia selonjorkan pada kursi di depannya. Di tangan gadis itu pun sudah ada buku yang digunakan untuk mengipasi dirinya karena AC di ruangan ini tak cukup dingin untuk meredakan panas akibat ulangan matematika dadakan tadi.

"Gue kayaknya besok-besok harus sedia contekan lebih banyak lagi di kolong meja," sahut Elara. "Rasi jadi mendadak budek pas ulangan."

Elara melirik pada Rasi yang kini sibuk membereskan barang-barangnya seolah tak mendengar apapun. Padahal dilihat dari gesturnya, sangat ketara sekali kalau cewek itu tengah gugup.

"Apa gue manggilnya kurang kenceng ya," sambung Elara dengan intonasi lebih tinggi dari sebelumnya. Berharap Rasi menoleh dan merespon.

Aurora tertawa. Ia memukul meja Rasi dengan satu tangannya yang sontak membuat gadis itu mengangkat wajah tekejut. "Harusnya lo bersyukur, Ras. Punya temen kayak kita gini. Lo bisa ketularan cantik sama terkenal kayak gini karena siapa? Karena gue sama Elara, Ras," seru Aurora.

Rasi menghela napas. Usahanya untuk berpura-pura tidak peduli gagal. "Iya, iya."

Aurora berdecak. "Coba elo, gue temenan ama lo tapi lo nggak nyipratin apa-apa. Pinter kagak gue yang ada makin bego."

Rasi selesai memasukkan bukunya ke dalam tas kemudian ia beralih mengenakan cardigan berwarna merah muda miliknya. "Lagian kalian tuh kalau nyontek sekalian pelajarin materinya, bukan asal salin buku aja."

"Mana sempat, keburu Bu Dewi datang," ujar Elara.

"He'em ... mana sempat," sahut Aurora menyusul.

Rasi memutar mata malas. Memakai tas di pundaknya bersiap untuk melangkah keluar. Namun usahanya gagal saat justru ia terjatuh atas tubrukan kencang dari arah belakangnya.

"Eh, eh. Sorry, Ras. Gue buru-buru." Itu teman kelasnya, Aldi.

"Gobs. Mau kemana sih lo, Di, ampe jalan aja gak pake mata." Elara bangkit dari duduknya membantu Rasi berdiri dan membersihkan rok gadis itu.

Aldi membenarkan letak ranselnya. "Gue mau ke Marli."

Elara berkacak pinggang pada pinggulnya. Berdecak pada Aldi. "Yaelah gue kira sampe ke Planet Mars. Ke Marli lima menit nyampe aja pake segala nabrak orang."

TITAN: What's The Beginning ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang