7 | Bukan Tawuran

145K 7.5K 197
                                    

Perhatian belum tentu sayang, kan?

***

Flashback

"Aurora, aku boleh izin latihan dance hari ini?" Rasi menatap Aurora penuh permohonan setelahnya.

"Yaelah, Ras. Izin mulu dikira sini ekskul punya lo."

"Sekali aja, Ra. Aku janji besok bakal masuk." Rasi menyatukan tangannya di depan dada. Berharap Aurora bisa membantunya.

Aurora memutar mata malas lalu bersedekap. "Mau ngapain pake izin? Nenek lo meninggal? Basi banget lah ya."

Rasi menggeleng. "Aku ada urusan, Ra. Please ... izinin aku sama coach, ya."

"Gue gak tanggung kalau lo dimarahin Kris. Lomba kita udah mau deket. Gerakan dance meliuk-liuk kayak ulet keket dan lo bolos-bolosan kayak bocah SMP gini. Hadeh ...."

"Please, Ra. Kali ini aja." Rasi terus memohon menggoyang-goyangkan lengan Aurora. Bahkan kalau perlu ia akan berlutut jika Aurora meminta.

Aurora menghela napas panjang. "Oke. Oke. Gue bantu izin," putusnya membuat Rasi tersenyum semringah. "Tapi nanti malem dominoz harus nyampe rumah," sambung gadis itu penuh penekanan.

"Apapun yang kamu mau."

Aurora tiba-tiba  menoleh antusias. "Serius?! Kalo gitu tambahin Mas Taeyong-nya yang buanyakk."

Rasi mengernyitkan kening. "Ha?! Te-te---apa?"

Aurora melengos mengibaskan tangannya ke arah Rasi. "Bodoamat. Udah sana pergi lo. Sekalian musnah aja."

"Oke. Oke. Makasih, Ra." Rasi memeluk Aurora sesaat sebelum kemudian membawa langkah kakinya keluar sekolah. Namun ada yang berbeda dari arah yang dituju gadis itu.

Kenapa arahnya menuju belakang sekolah tempat anak-anak Rajawali biasa berkumpul?

***

Ada satu hal di dunia ini yang masih terikat pada manusia. Ialah ketakutan.

Rasa khawatir akan sebuah hal, baik untuk masa lalu, sekarang, ataupun masa depan selalu menghantui. Melekat dalam setiap jiwa manusia dan terus menggerogotinya perlahan. Hingga pada akhirnya mungkin mereka tidak bisa bertahan, sebagian dari mereka mati perlahan dengan banyak luka torehan.

Seperti Rasi sekarang, tubuhnya kalut dalam rasa takut. Seakan menggigil dengan keringat yang masih menetes lewat pelipisnya.

"Lo udah aman di sini. Tenang aja."

"I-iya. Makasih, Kak."

Rasi kembali mengambil teh hangat miliknya yang tadi diberikan oleh lelaki paruh baya penjaga warung di sana. Menyeruputnya perlahan berharap takut yang menyerangnya musnah.

"Luka lo mau diobatin dulu gak?" tanya cowok di depannya lagi. Rasi menggeleng lemah.

"Kalau gitu----" Ucapan Rigel di sana terpotong karena suara deruman motor yang saling bersahutan dari luar.

"Gue belum puas nyakar mukanya Samuel. Belum gue kasih sianida, belum gue ceburin ke kolam cupang, belum gue jambak rambutnya, belum gue palak duitnya, pokoknya belum! Gue belum puas!" Slamet menghentakkan kakinya di tanah layaknya anak kecil yang kehilangan permen.

TITAN: What's The Beginning ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang