Sampai pada satu masa, mungkin waktu akan berhenti. Bukan hanya untuk memihak, tetapi juga melihatmu bahagia.
***
"Tahun udah mau ganti, dan lo sampai sekarang masih jomblo? Hah! Hotman Paris aja istrinya udah sepuluh! Kalah lo sama aki-aki!"
Baru jam setengah tujuh pagi, tetapi tangan Neus sudah gatal untuk menonjok rahang seseorang yang tiba-tiba datang dengan ucapan ngawur seperti itu.
Neus hampir melemparkan penghapus papan tulis yang ada di depannya jika saja Slamet tidak dengan santainya merebut ponsel yang ada di genggamannya sebelumnya.
"Bangsat! Balikin HP gue, Met!" teriak Neus kencang. Untung saja masih lumayan pagi dan masih sedikit siswa pula yang datang ke kelasnya.
"Bah! Najisin banget. Udah mantan woy! Buang aja, ngapain lo chat-chat lagi!" ejek Slamet sambil terus men-scroll layar ponsel Neus.
"Apaan nih! 'Semoga lo bahagia sama Ando, ya, Ris.'. Wah anjay ini mah pro," ucap Slamet mengutip sedikit pesan Neus kepada Risa.
"Ish! Sialan! Gila, lo!"
Slamet terkekeh sembari terus melancarkan aksinya. "Anjir! 'Gue bahagia kalau lo juga bahagia, Ris.'. Bah! Tahik banget, sih, ini menurut gue!" Slamet semakin tergelak ketika membaca seluruh isi chat Neus pada Risa.
Neus mengatur napasnya. Memejamkan mata sesaat mencoba mengontrol agar tangannya tidak menjambak mulut Slamet sekarang. "Kepo banget sih, lo. Nyebelin tau, nggak! Balikin HP gue cepet!"
Slamet terkikik geli melihat Neus yang mulai marah. Sontak lelaki itu melempar ponsel yang ada di tangannya ke arah Neus yang untung saja dengan sigap ditangkap oleh cowok itu.
"Gagal move on ya, lo! Hah! Pacaran baru seumur bulu ketek aja move on-nya bertahun-tahun. Payah!" seru Slamet sambil melompat naik ke atas meja. Menarik tasnya untuk dijadikan bantalan tidur mumpung meja di sampingnya masih kosong dan ia gunakan untuk menopang kakinya yang cukup panjang.
Neus menggeram sebentar kemudian mendengkus. "Berisik! Masih mending gue gagal move on, daripada lo nggak pernah ngerasain gimana rasanya dapet ucapan 'selamat pagi' dari dia," jawa Neus tak mau kalah.
Slamet membuka matanya. Melirik Neus sinis. "Hah! Siapa bilang, itu emak gue setiap hari bilang kek gitu. Malahan gue dikasih bonus susu putih sama nasi goreng. Mau apa lo?!" tukas Slamet lagi yang berakhir dengan perang dingin di antara mereka berdua.
"Lo berdua diem dulu, napa. Mending sekarang bantuin gue mikirin tema yang cocok buat acara amal nanti," ucap Rigel seraya mengetuk-ngetuk dagunya berpikir. Mencadi ide yang pas dan tidak mengecewakan.
"Emang pake tema-temaan segala? Tinggal ngasih duit aja repot amat hidup lo." Ucapan Slamet spontan dihadiahi tatapan tajam dari Rigel. "Jangan sama-samain sama angkatan yang dulu, dong! Kita bikin mini konser biar rame sedikit," ujar Rigel ngotot.
"Nah cakep, nanti kita berempat bikin boyband buat ikutan manggung. Biar kayak BST." Surya menyahut girang sambil menunjukkan foto sebuah boyband di ponselnya yang baru saja ia lihat di instagram.
"BTS, bodoh!"
"Nggak bisa! Gue nggak mau! Lagian menurut gue itu menjijikan!" ujar Slamet seraya mendorong jauh-jauh ponsel Surya yang ada di hadapannya kemudian memeragakan seolah ingin muntah.
"Apaan, sih, lo! Sirik aja!"
Slamet mendengkus. "Lagian tuh mereka anggotanya tujuh! Bukan empat. Lagian juga, suara lo nggak sebagus mereka ataupun lo sendiri nggak setenar mereka. Dan ... lagian lagi, nih, muka lo nggak semulus dan seputih mereka juga. Jadi jangan mimpi, deh!"
KAMU SEDANG MEMBACA
TITAN: What's The Beginning ✔
Teen Fiction[TAHAP REVISI] Galaksi Titan Supernova. Si galak dan dingin dari Rajawali. Bertemu dengan Rasi Almathea, anggota eskul dance SMA Persada. Pertemuan yang tak disangka-sangka yang membawa mereka dalam sebuah kisah. Pertanyaannya adalah bagaimana kisah...