20 | Berniat

117K 6.2K 109
                                    

Mungkin kalau raga sudah tak mampu. Maka pikiranmu akan mengeluarkan tanpa sepengetahuannya.

***

"Kemarin mah ngobatin luka dia, terus diajak jalan berdua bela-belain nyampe bolos pelajaran. Terus pas balik senyum-senyum kayak orang gila."

"Sekarang mah, cih! Habis manis sepah dibuang. Kasian banget lo, Ras."

Rasi memicing menatap Aurora yang sedari tadi tidak henti-hentinya menyeloteh sementara Elara hanya geleng-geleng saja melihat tingkah mereka berdua.

Aurora tersenyum puas dapat menggoda Rasi, apalagi kalau sampai membuat gadis itu kesal. Karena jarang sekali Rasi bisa marah, biasanya tingkat kesabaran Rasi seperti iklan wafer.

"Apa lo liat-liat?! Mau ngehujat? Silakan! Gue terima semua hujatan lo. Ayo ayo!" Aurora mendekatkan dirinya kepada Rasi membuat Rasi memutar bola mata malas. Entah kenapa moodnya sangat buruk semenjak tadi pagi ia melihat Titan berboncengan dengan Amel. Dua kakak kelasnya itu kompak membuat mood Rasi jatuh, sejatuh-jatuhnya.

"Udah, Ra. Lo kalau digituin juga marah. Kasian Rasi." Elara menepuk-nepuk pundak Rasi membuat gadis itu dapat tersenyum setidaknya ada salah satu temannya yang waras.

Aurora mendengus kemudian menggigit baksonya lalu berkata. "Lagian dia ngeselin kek kambing." Aurora menunjuk Rasi dengan garpu. "Kemarin tuh harusnya kita kerja kelompok. Ini malah jadi batal gara-gara si Kakak kelas yang katanya hitz itu!"

"Kan aku udah minta maaf, Ra. Lagian aku juga nggak tau kalau Kak Titan niat nganter aku pulang," jelas Rasi pelan. Ia tidak mau terbawa emosi hanya karena kata-kata Aurora. Sahabatnya yang satu itu memang suka berbicara ceplas-ceplos tanpa peduli perasaan orang.

"Iya, giliran sama Kak Titan aja bisa. Giliran buat kerja kelompok aja ditunda-tunda. Apa sekarang prioritas gebetan itu ngalahin tugas sekolah nyampe diajak kerja kelompok aja nggak bisa?"

Baru saja Rasi ingin membalas perkataan Aurora, dering ponsel Rasi terdengar hingga mungkin beberapa orang menatap ke arahnya.

Melihat siapa nama peneleponnya, Rasi sedikit mengerutkan kening. Goldan?

"Halo, Goldan?"

Di satu sisi Aurora dan Elara kompak menaikkan sebelah alis mereka. Tentunya, panggilan nama Goldan membuat mereka bertanya-tanya siapa itu Goldan?

"Ras, pulang sekolah nanti gue jemput ya. Gue mau ngajak lo makan."

"Oh, emang ada acara apa?"

"Nggak ada, sih. Cuma pengen aja. Lo mau, kan?"

Rasi mengetuk-ngetuk dagunya berpikir. Pulang sekolah ia ada rapat dengan anggota ekskul dance karena lomba mereka semakin dekat. Tidak mungkin ia membatalkan lagi, karena si bawel Aurora pasti akan nyinyir tiada henti.

"Kayaknya nggak bisa deh, Dan. Aku ada rapat ekskul."

"Kira-kira selesai jam berapa?"

"Mungkin setengah enam sore atau jam lima. Kamu mau nunggu?"

"Pasti gue tunggu. Sekalian gue main ke sekolah lo."

"Yaudah, kalau kamu nggak keberatan."

"Apasih yang nggak buat lo."

Rasi dapat mendengar suara tawa Goldan dari seberang sana. Ia tersenyum kikuk bingung ingin merespon apa. Ingin tertawa juga, tapi menurutnya tidak ada yang lucu.

TITAN: What's The Beginning ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang