46 | Persiapan

86.3K 4K 399
                                    

Lebih terdengar berharga saat diam yang kamu anggap tidak berguna berarti sejuta hal.

***

Tak biasanya Rasi melakukan gerakan memutar mata bahkan di sertai dengan berbagai makian cantik di dalam hatinya---yang sangat jarang atau bahkan belum pernah sama sekali ia keluarkan.

Ditujukan kepada siapa lagi semua itu kalau bukan untuk cowok di sebelahnya sekarang.

"Kenapa ngeyel, sih! Udah dibilang nggak usah masuk sekolah masih tetep aja!"

Tuh, kan! Baru lima detik yang lalu dia ngomel!

Rasi menghela napas berat. Tetap tersenyum selebar lapangan sepak bola---walupun terpaksa---mendengar sedari tadi ucapannya hanya dianggap angin lalu oleh lelaki ini. "Kalau aku nggak masuk, Kak Titan juga nggak masuk."

Titan mendengus. Walaupun kesal namun matanya tak pernah lepas dari Rasi yang kini berjalan di depannya. Bahkan gadis itu menolak bantuan dari dirinya, ck! Bawaannya Titan hanya ingin marah saja!

"Ngapain kamu ngurusin aku!" Titan dengan sigap membantu rasi saat gadis itu kesulitan menaiki undakan rumah dengan tongkatnya.

"Kaki kamu belum sembuh!" semburnya tiada henti.

Rasi melebarkan matanya---tak terima dengan apa yang dikatakan Titan. "Tapi aku bisa. Jangan ngeremehin aku!" ujar Rasi memalingkan wajah, melanjutkan langkahnya yang tertatih menuju dalam rumahnya.

Namun sayangnya, rasa terlalu kesal pada Titan, Rasi kurang memperhatikan langkahnya. Maka masalah baginya saat tongkat yang ia gunakan tersandung satu lagi kerikil kecil.

Tubuhnya akan mendarat pada tanah kotor itu kalau saja tangan Titan tidak dengan sigap menahan tubuh mungil itu, membuat Rasi terkejut.

Meski sesaat terpaku dengan pemandangan gadis bernetra cokelat di depannya, Titan dengan cepat tersadar kemudian membenarkan letak tubuh Rasi untuk kemudian mendesis sempurna. "Bisa nggak jadi orang jangan ngeyel."

"Kok Kak Titan jadi marah-marah sama aku?!"

"Ya ... lo nggak bisa diatur!"

"Lo---gue?" Rasi mengerutkan keningnya. Kok ngomongnya lo-gue lagi?

Merasa tak mendapatkan jawaban karena Titan hanya diam saja, Rasi memutuskan untuk menatap ke arah cowok itu datar untuk kemudian melanjutkan langkahnya.

"Yaudah, Kak Titan ngapain ngatur-ngatur hidup aku," ketus Rasi. Walaupun sama sekali tak menoleh ke belakang, ia tahu kalau cowok itu mengikutinya, sama sekali tidak melepaskan pandangannya yang mau tak mau Rasi tak bisa menahan senyumannya untuk terbit.

Untung nggak kelihatan. Batin Rasi bersua.

Sementara itu Titan yang menapak tepat di belakang gadis itu hanya tersenyum seraya menggelengkan kepalanya heran. Tumben sekali Rasi marah-marah, biasanya sabar terus.

Meninggalkan Titan yang masih berkutat dengan pikirannya, Rasi mulai melangkahkan kakinya masuk, kali ini mamanya ada di rumah---tidak ikut bersama papanya ke luar kota.

Dan tentu saja menjadi hal yang cukup buruk saat mamanya ada di rumah dan saat ini di belakangnya masih tertampang seorang lelaki berjaket hitam lengkap dengan seragam putih abu-abunya.

Menghembuskan napas, Rasi memantapkan langkah empat kakinya sekarang. Mendapati ibunya---Narisa---tengah duduk santai menonton televisi di ruang tengah.

Semakin jadi bencana!

Semakin jadi bencana!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
TITAN: What's The Beginning ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang