Epilog

158K 5K 706
                                    

Artinya adalah saat aku di sini. Tapi kamu memilih untuk pergi meninggalkan.

***

Semilir angin sore membelai rambut Rasi yang tidak terikat. Membiarkannya sedikit berkibar layaknya model iklan shampo di televisi. Rasi menatap hamparan air yang sangat luas di depannya.

Biru dan tenang. Rasi menikmatinya seraya memejamkan mata, menarik napasnya dalam-dalam dan membuangnya secara perlahan.

"Rasi."

Suara bariton itu membuat Rasi menoleh ke arah kanan, menemukan lelaki berambut hitam dengan kaus hijau army di tubuhnya berikut dengan topi yang berwarna senada. Menyodorkan sebuah es krim cone ke arahnya.

 Menyodorkan sebuah es krim cone ke arahnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rasi menerimanya seraya tersenyum. Mulai menjilati es krim itu sembari menyengir lebar. "Kok tumben pakai topi?"

"Kenapa? Jelek?" Titan mengambil satu batang rokok, menyalakannya, kemudian menghisapnya dalam seraya memandangi burung-burung di langit. Titan menghembuskan asap itu ke udara. Menatap ke arah Rasi yang kini tersenyum kepadanya.

"Kak Titan nggak pernah jelek." Titan sempat terkekeh pelan mengacak rambut Rasi. "Tapi aku tau, pasti sekarang Kak Titan rambutnya udah panjang dan nggak bisa dirapihin. Makanya pakai topi biar nggak ribet, kan?"

Titan sedikit terkejut kemudian mendekat ke arah gadisnya. Merangkulnya seraya menghisap lebih dalam batang putih yang ada di tangannya.

"Kamu pinter banget, sih," ujar Titan gemas. Mencubit sebelah pipi Rasi dengan tangannya yang terbebas. Membuat gadis itu mencebik kesal.

"Kak Titan jangan deket-deket. Aku nggak suka," ujar Rasi seraya mendorong tubuh Titan menjauh membuat dahi Titan mengernyit. "Kenapa nggak suka?"

Titan segera menyadari arah tatapan Rasi. Dengan cepat lelaki itu menjatuhkan batang rokok tadi kemudian ia injak hingga baranya padam.

Rasi menatap kegiatan yang sedang Titan lakukan. "Kasian rokoknya diinjek."

"Biarin. Aku lebih sayang pacar aku daripada rokok," jawab Titan seraya mengambil es krim dari tangan Rasi kemudian menjilatnya untuk menghilangkan bau rokok di mulutnya.

"Kak Titan masih ngerokok? Nggak jadi tobat?"

"Lupa, Ras. Khilaf," ucap Titan. Mengembalikan es krimnya pada Rasi.

Rasi menekuk wajahnya sempurna. Matanya mengilat tajam menatap Titan kesal yang dapat dipastikan akan berakhir dengan cewek itu yang mendiamkan Titan selama beberapa hari.

"Iya, nggak usah cemberut. Ini terakhir kalinya. Janji."

Rasi menghela napas pasrah. Namun tatapannya tak dapat teralih dari wajah Titan. Kalau ada yang bilang ia sangat beruntung, ia akan dengan senang hati mengakuinya. Memiliki Titan adalah sesuatu yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya.

TITAN: What's The Beginning ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang