37 | Kalut

82K 4.5K 228
                                    

Cinta bukan soal memilih yang sempurna, tetapi ia menemukan kesempurnaan dalam ketidaksempurnaan.

***

"Gue cabut duluan ya." Rigel berdiri merapikan jaket Rajawalinya yang sedikit kusut akibat terlalu lama duduk. Pasalnya Rajawali sudah berkumpul sejak pulang sekolah tadi dan sekarang hingga pukul 7 malam belum ada satu orang pun anak Rajawali yang kembali ke rumah mereka masing-masing.

"Cabut? Ngapain lo?! Nonton dora?" sahut Slamet tanpa menatap lawan bicara. Sebab mata cowok itu sedari tadi tidak lepas dari game online dari ponselnya.

Rigel yang mendengarnya sontak mendesis ke arah Slamet kemudian menoyor kepala cowok itu kencang. Membuat Slamet mengumpat kencang.

"Keep you sentence!" ucap Rigel sinis menatap Slamet kesal. Cowok kok mulutnya lemes!

"Sok Inggris! Gue mana ngerti!"

Rigel tak mempedulikan ocehan Slamet. Berjalan ke arah Titan yang bahkan sudah tidak dapat dijabarkan lagi bagaimana keadaan cowok itu sekarang.

"Tan, gue cabut duluan, ya." Rigel menepuk pundak Titan pelan membuat cowok itu sedikit tersentak.

"Ya, apa?" tanya Titan linglung. Pasalnya sedari tadi cowok itu hanya diam dengan pandangan kosong bahkan beberapa kali sempat Titan mengacuhkan anak-anak Rajawali yang mencoba mengobrol dengannya.

"Gue cabut. Duluan, ya. Jangan banyak pikiran lo!" Rigel tersenyum sekilas sebelum kemudian melangkahkan kakinya menjauh dari Marli.

"Tu anak kok kerjaannya ngabur mulu, ya?" Lagi. Titan tersentak. Ketika suara Surya tiba-tiba muncul dari belakangnya. Titan mengerutkan kening, darimana Surya datang?

"Orang sibuk," ucap Titan asal.

"Gak! Masa iya setiap kita ngumpul dia selalu nggak ada. Gue jadi curiga." Surya mengusap-usap dagunya perlahan. Matanya memicing menatap sorot lampu motor Rigel yang semakin menjauh. Meninggalkan kesan misterius dari bendahara Rajawali itu.

"Gue juga. Ada apa dengan Rigel? Jangan-jangan dia saudaranya Rangga AADC? Makanya suka ngilang," ujar Slamet yang entah tiba-tiba juga ikut nimbrung obrolan. Dan lebih parahnya, omongannya ngelantur kemana-mana.

"Ngaco kalian!"

Surya menatap ke arah Titan, "Serius! Kemarin gue mergokin dia di markas Nicander. Ngapain coba tu bocah! Masa iya jualan gulali!" ujar Surya menggebu. Tangannya bergerak untuk menggebrak meja yang kini ada di depannya.

"Serius? Rigel? Bukannya dia paling anti sama Nicander?" tanya Slamet heran.

"Makanya itu. Gue curiga berat jadinya, kan!"

"Astaghfirullah Surya. Kata Pak uztadz nggak boleh su'udzon sembarangan." Slamet menggelengkan kepalanya sambil berkacak pinggang. Menatap ke arah Surya penuh peringatan.

"Gue gak---"

"Ngapasih ngomongin tuh bocah mulu! Berasa artis dia entar." Neus memotong ucapan Surya. Cowok itu memutar bola mata malas. Hal yang selanjutnya cowok itu lakukan adalah membuka ponselnya, yang kegiatannya tak luput dari lirikan tersembunyi Slamet.

"Oh, jadi kecebong satu ini udah ada yang punya!" teriak Slamet kencang tepat di samping kuping Neus membuat Neus mendesis risih.

"Anjir, anjir, anjir, lah! Sialan! Pamali lo duluin gue!" Surya menyahut kemudian menoyor kepala Neus kencang hingga terhuyung sedikit.

"Lagian lo nggak laku-laku. Capek gue nunggguin," ujar Neus. Terselip sedikit keombongan di nada suaranya yang membuat Surya sedikit geram.

TITAN: What's The Beginning ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang