34 | Kembali?

95.2K 4.7K 209
                                    

Tuhan tidak akan memihak kalau kamu tidak menentukan nasibmu sendiri.

***

Titan tahu ini akan terjadi saat ia memaksakan untuk menonton penampilan Rasi di atas panggung yang padahal Rasi sudah melarang keras dirinya.

Dan sekarang ia harus menerima akibatnya, tangannya sudah gatal ingin menonjok siapapun orang yang melirik ke arah Rasinya. Bahkan ia juga ingin menyumpal semua mulut yang berani-beraninya menyoraki nama Rasi dari bawah panggung. Ia tidak suka, sungguh!

Ingin rasanya Titan berteriak keras kalau cewek yang saat ini sedang mereka puja adalah miliknya dan tidak ada yang boleh menentang itu.

Emosi Titan semakin mendidih saat dengan samar ia mendengar dua orang lelaki di sampingnya yang sepertinya juga penonton sedang membicarakan Rasi, membuat Titan menatap mereka dengan tatapan tajam. Sangat tajam. Tetapi mereka berdua belum menyadari itu. Sialan!

"Menurut lo. Dia punya cowok, nggak?"

Titan sungguh ingin menyumpal lelaki berbaju merah di sebelahnya sekarang karena telah berbicara lancang seperti itu seraya menatap pada Rasinya.

"Kalau dilihat dari mukanya, kayaknya belum. Gue akuin dia emang cantiknya jebol. Tapi mukanya polos-polos gitu. Kayak belum pernah pacaran."

Titan mendengar semuanya dengan emosi yang diubun-ubun. Lebih parah lagi saat obrolan kedua lelaki tersebut semakin jauh dan Titan semakin merasa kalau tempatnya sekarang berpijak mendadak menjadi seperti kehilangan pasokan udara.

"Salah lo! Cewek kayak gitu biasanya banyak yang deketin. Polos gampang dibegoin."

Obrolan mereka berdua semakin berlanjut dan membuat kuping Titan semakin panas, juga tangannya yang semakin terkepal untuk meninju kedua lelaki jalang itu.

Titan merasakan ia harus segera pergi dari sana sebelum tangannya bergerak lebih jauh, namun sayangnya, penampilan Rasi tak bisa ia lewatkan begitu saja. Ya, Rasi terlalu berharga untuk dilewatkan.

Alhasil setelah berulang kali menarik napas dalam. Titan mencoba hanya fokus pada seorang gadis yang bergerak lincah di atas panggung. Mengabaikan teriakan-teriakan dari sekitarnya dan juga obrolan kedua pemuda tadi yang bahkan enggan Titan abaikan.

"Dia cantik, bukan?"

Titan tidak tuli, walaupun di tengah keramaian yang bahkan untuk mendengar suara batinnya saja terasa sulit, namun ia dapat menangkap darimana suara itu berasal.

Cowok itu menolehkan kepalanya ringan, namun tak bertahan lama ketika justru keterkejutanlah yang menghampiri dirinya. Matanya sedikit melebar, untuk kemudian berganti menjadi garis tipis--memicing-- disertai dengan kerutan yang ada di dahinya.

Titan dapat melihat sosok itu menoleh ke arahnya sekilas untuk kemudian kembali menatap ke arah panggung dengan Rasi yang masih berada di sana.

"Lama kita nggak ketemu. Gimana kabar lo, Kak?"

Titan tidak menjawab, sosok di sebelahnya bertanya tanpa mau menatap dirinya. Ia malah sibuk pada penampilan Rasi, dan Titan tentu saja tidak buta dengan melihat binar mata itu saat menatap pujaan hatinya.

"Gue mau ngajak lo ketemuan sama Papa. Lo mau, kan?"

Lagi, Titan berharap saat itu juga hanya ada dirinya dengan Rafi sekarang. Kebisingan di sekitarnya membuatnya sedikit terganggu. Dan tentu saja jika menyangkut papanya, Titan merasa ini sudah masuk dalam masalah internal.

"Gue gak ma--" Belum sempat Titan melanjutkan kalimatnya, Rafi sudah terlebih dahulu menoleh. Memotong ucapan kakaknya membuat Titan hendak protes namun suaranya tertahan ketika ucapan Rafi selanjutnya malah membuat tubuhnya membelu seketika.

TITAN: What's The Beginning ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang