Bagian 5

1.2K 163 8
                                    

Sama seperti kejadian di kantin, saat Dinda memasuki kelas Senja langsung histeris kala melihat wajah sahabatnya yang terdapat banyak sekali lebam. Dinda sebenarnya ingin tertawa saat melihat wajah khawatir yang Senja berikan, namun saat Senja hendak menangis kala meneliti luka yang terdapat di wajahnya membuat Dinda amat tersentuh.

Kekhawatiran Senja semakin menjadi hingga gadis itu memaksa Dinda agar beristirahat di ruang UKS selama pelajaran berlangsung, tapi lagi-lagi Dinda mengatakan bahwa dia tidak apa-apa dan itu hanyalah luka kecil yang ia dapatkan saat dirinya berlatih tekwondo.

Senja yang memang keras kepala tetap memaksa Dinda untuk beristirahat di UKS bahkan hingga jam pelajaran dimulai gadis itu tetap memaksa Dinda.

" Senja ibu perhatikan dari tadi kamu sibuk sendiri. Ada apa ? " tanya Bu Imelda kala melihat anak didik kesayangannya tampak tak memperhatikan pelajaran. Senja yang baru pertama kalinya ditegur oleh Bu Imelda hanya bisa menggeleng sembari tersenyum kikuk.

" kalau begitu kamu dan Dinda tolong bantu Ibu untuk mengambil beberapa buku di perpustakaan " perintah Bu Imelda yang langsung dijalankan oleh Dinda dan Senja, mereka tidak ingin membangunkan singa yang tengah tertidur dengan menolak perintah wanita berumur itu

" Dinda" panggil Bu Imelda yang langsung membuat langkah Dinda dan Senja yang berada tepat di depan pintu keluarpun terhenti. Dinda yang merasa bahwa namanyalah yang wanita itu sebut dengan malas memutar badannya menghadap kearah Bu Imelda

" sudah berpa kali ibu katakan untuk mengganti seragam sekolah mu itu. memangnya kamu tidak merasa risih dengan pakaian yang sudah sangat kekecilan di badan kamu itu " Bu Imelda geleng-geleng kepala melihat penampilan Dinda yang tak pantas di sebut anak sekolah

" hehehe... maaf bu, tapi bajunya belum selesai di jahit " ucap Dinda seraya menggaruk kepalanya yang tak gatal

" kamu mau membodohi ibu ya, mana ada menjahit baju dari kamu kelas 1 hingga sekarang sudah kelas 3 tidak jadi-jadi. Hampir tiga tahun loh ya " Bu Imelda semakin geram dengan tingkah anak didiknya yang satu ini

" kalau ibu gak percaya ibu temuin aja tukang jahitnya, nanti saya antar " Dinda lagi-lagi berusaha membela diri dengan berbohong yang kelewat tak pintar

" sudahlah ibu capek ngomelin kamu terus " Ucap Bu Imelda pasrah dengan tingkah polah Dinda

" yah, padahal saya suka ibu omelin. Ibu kayak mama saya " ujar Dinda jujur

" sudah-sudah, sekarang kamu ambil buku di perpustakaan " perintah Bu Imelda untuk mengakhiri sesi omelan panjang yang tak ada habisnya dengan Dinda. Dinda tersenyum senang kala melihat wajah Bu Imelda yang tampak kesal karena ulahnya.

Saat Dinda dan Senja sedang dalam perjalan menuju ke perpustakaan, Dinda meminta Senja untuk pergi ke perpus terlebih dahulu karena dirinya harus ke toilet untuk buang air kecil

Di dalam kamar mandi Dinda membuka kemeja sekolahnya dan menyisakan tank top putih di balik seragamnya itu. Dinda menyentuh pundak dan lengan atasnya yang terdapat beberapa luka lebam yang lebih parah dari luka yang ada di wajahnya.

Bayangan kejadian semalam kembali berputar di dalam kepala Dinda. Kejadian dimana membuatnya mendapatkan luka membuat gadis itu menunduk sedih. Dirinya ingin menangis sekencang-kencangnya untuk menyalurkan rasa menyesakkan pada dadanya, namun itu semua tak akan mampu gadis itu lakukan.

Dinda lebih memilih membungkan mulutnya dan menyembunyikan apa yang sebenarnya terjadi. Biarlah rahasia itu terus ia simpan sendiri rapat-rapat. Dengan perlahan Dinda mengeluarkan bungkusan kecil berupa krim luka yang ada dalam saku rok sekolahnya yang sempat ia beli sebelum berangkat kesekolah.

Dinda meringis sakit kala rasa perih menerpa kulitnya saat krim luka itu ia balurkan pada beberapa lebam di sekitar bahu dan lengan atasnya. Beberapa kali Dinda harus menggit bibir bagian dalamnya untuk meredam rasa perih pada luka-lukanya. Saat perih yang ia rasakan sudah mulai menghilang, Dinda kembali mengenakan kemeja sekolanya dan menyimpan krim luka kembali pada saku roknya.

Dinda keluar dari toilet dan langsung menyusul Senja menuju Perpustakaan. Dia tidak ingin jika Senja merasa kesusahan kala harus mencari buku yang di maksud oleh Bu Imelda dan harus membawa semua buku itu menuju ke kelas seorang diri.

Sesampainya di perpustakan Dinda menengok ke kanan dan ke kiri guna mencari dimana letak sahabatnya itu berada. Senyum yang biasa menghiasi bibir Dinda di setiap harinya tiba-tiba menghilang di gantikan dengan tatapan bingung yang sarat akan rasa penasaran kala melihat Senja tengah mencari beberapa buku Ekonomi bersama seorang pria yang terlihat tak asing baginya.

Memperhatikan dari jauh itulah yang hanya bisa Dinda lakukan saat ini. menyaksikan pujaan hatinya tengah bercengkrama dengan sahabatnya sendiri sembari memcari beberapa buku membuat Dinda hanya diam terpaku.

Melihat kedekatan yang terjalin antara Senja dan Gilang benar-benar membuat dirinya merasa gerah. Apalagi saat dengan mata kepalanya sendiri Dinda menyaksikan tangan Gilang membelai sekilas kepala Senja, namun langsung di tepis oleh sahabatnya itu.

Segala macam pikiran negatif datang silih berganti di dalam pikiran Dinda, namun lagi-lagi gadis itu segera mengenyahkan semua pikira itu. Dinda berusaha berpikir positif bahwa Gilang hanya tak sengaja bertemu dengan Senja dan dengan baik hati membantu sahabatnya itu yang terlihat kesusahan.

Dengan senyum manis yang kembali terbit di wajah Dinda, gadis itu berlari menghampiri Gilang dan Senja yang saat ini tengah berjalan kearahnya sembari membawa beberapa tumpukan buku. Dinda mengambil alih beberapa tumpukan buku dari tangan Gilang yang terlihat lebih banyak dibandingkan milik Senja.

" maaf ya Senja, aku pasti lama banget di toiletnya " ujar Dinda seraya mengambil posisi tepat diantara Gilang dan Senja

" iya gak apa-apa kok " ujar Senja seraya tersenyum maklum

" Gilang kok ada di sini ? tapi makasih loh udah mau bantuin sahabat cantik ku yang satu ini " ujar Dinda seraya menyenggol bahu Gilang.

Dinda tidak bodoh dengan perubahan sikap Gilang saat ini. senyum yang sejak tadi pria itu berikan pada Senja tiba-tiba hilang entah kemana tepat saat kehadiran dirinya. senyum itu kini berganti menjadi tampang dingin nan cuek yang memang biasa Dinda dapatkan dari Gilang. Lagi-lagi Dinda tak ambil pusing dengan itu semua, yang ia tahu bahwa hatinya tetap bergetar hanya untuk Gilang seorang

" kamu kok bisa kenal sama Senja dari mana ? " tanya Dinda lagi saat merasa bahwa ucapannya tak mendapatkan respon berarti dari Gilang

" aku kan sahabat kamu, jadi gak mungkin kan Gilang gak kenal sama aku. Bukan Begitu Gilang " bukan Gilang yang menjawab pertanyaan yang Dinda berikan melainkan Senja

Dinda menatap Gilang untuk memastikan apakah jawaban yang Senja berikan memang benar " iya bisa dibilang begitu " ucap Gilang datar, Dinda hanya mengangguk-anggukkan kepalanya tanda bahwa dirinya sudah paham

Langkah Dinda terhenti kala dirinya merasakan sakit pada bahu dan lengan atasnya. Dinda merasa tangannya yang saat ini tengah ia gunakan untuk membawa buku seperti mati rasa. Ringisan kecil tanpa bisa dicegah tampak pada wajah cantiknya, namun sepertinya tak ada satupun dari Gilang dan Senja yang mengetahui kesakitannya itu.

Rasa sakit di tangannya telah berkurang dan Dinda hendak melanjutkan langkahnya, namun lagi-lagi langkahnya terhenti sejenak saat melihat keakraban yang kembali terjalin diantara Senja dan Gilang. Mereka berdua tampak tengah mengobrol di selingi beberapa tawa diantara keduannya. Dinda tak tahu apa yang tengah mereka perbincangkan hingga tampak semenyenangkan itu. Merasa tak ingin tertinggal akhirnya Dinda memilih berlari kecil untuk mensejajarkan langkah mereka.

DINDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang