Bagian 17

1.2K 170 6
                                    

Sudah hampir seminggu sejak kejadian malam itu, dimana Gilang telah mengetahui semua rahasia Dinda yang tak diketahui teman-temannya yang lain, bahkan Senja sekalipun. Selama itu pula Gilang berusaha bersikap baik pada Dinda.

Perubahan sikap Gilang memang tak bisa dikatakan manis, namun sikap pria itu sudah cukup membuat Dinda merasa di perhatikan. Gilang tak lagi menolak permintaan orangtuanya ketika harus mengantar dan menjemput Dinda sekolah. meskipun di sepanjang perjalanan pria itu hanya diam dan tak mengiraukan Dinda, namun gadis itu tetap tersenyum senang.

Tak hanya hal itu, Gilang juga tak pernah lagi menolak bekal pemberian dari Dinda. Yah walapun pada akhirnya bekal itu akan jatuh ketangan teman-teman Gilang, tapi Dinda tetap bersyukur setidaknya bekal itu tak lagi terbuang percuma di dalam tempat sampah.

Pria bernama Gilang itu juga tak lagi terang-terangan mengusir Dinda yang berada di dekatnya, padahal dari raut wajahnya semua orangpun tahu bahwa Gilang sesungguhnya terganggu dengan keberadaan Dinda.

Melihat dan merasakan perubahan Gilang pada dirinya membuat Dinda seringkali tersenyum dan merona sendiri membayangkannya. Dindapun berpikir dan juga berharap bahwa apa yang di lakukan Gilang merupakan bukti bahwa pria itu mulai berusaha membuka hatinya untuk Dinda.

Dinda hanya ingin terus berusaha semaksimal mungkin untuk bisa mendapatkan seorang Gilang yang sudah sejak lama menetap di hatinya. dinda berpikir bahwa segala cara akan gadis itu lakukan untuk mengejar cinta Gilang.

Seperti saat ini, Dinda tengah berlari hanya untuk mengambil sebuah payung yang ia simpan di loker kala dirinya melihat Gilang tengah berdiri menunggu derasnya hujan yang tak kunjung reda.

Jam pulang sekolah memang sudah sejak tadi berbunyi, namun semua murid yang hendak pulang terjebak dengan adanya hujan yang cukup deras. Begitu juga dengan Gilang dan teman-temannya, namun Gilang lebih memilih menunggu hujan di lorong kelasnya dibandingkan mengikuti teman-temannya yang sudah beralih menuju kantin.

Sebenarnya Gilang tak ingin mengikuti teman-temannya karena saat ini dirinya tengah menunggu seseorang. namun Gilang tak ingin jika teman-temannya sampai mengetahui niatnya itu. belum lagi jika mereka tahu siapa yang saat ini tengah ia tunggu.

Melihat jika Gilang masih berdiri di tempatnya membuat Dinda tersenyum lega. Dengan sebuah payung yang ada di tangannya, Dinda melangkah dengan sedikit terburu-buru kearah Gilang.

" Gilang !! " panggil Dinda sembari berlari riang

Gilang yang merasa terpanggilpun menolehkan wajahnya ke sumber suara berharap bahwa itu adalah orang yang tengah ia tunggu. Namun kekecewaan langsung terlihat dari wajah tampan Gilang kala pria itu mengetahui bahwa yang telah memanggilnya adalah Dinda.

" syukur deh kamu masih disini, aku udah lari sekencang mungkin untuk ambil payung biar kamu gak usah hujan-hujanan " Dinda memperlihatkan payung yang ia bawa kepada Gilang seraya tersenyum bangga

Gilang tak menghiraukan perkataan Dinda dan kembali fokus pada benda persegi di genggamannya saat ini.

" ayo kita keparkiran sepayung berdua biar romantis " Dinda menggandengan lengan Gilang sembari membuka payung di tangannya.

Gilang yang tidak bisa menolakpun hanya pasrah kala lengannya digandeng paksa oleh Dinda sembari menyimpan ponselnya kedalam saku celananya.

" kamu aja deh yang pegang payungnya, aku gak nyampek soalnya kamu terlalu tinggi " ucap Dinda manja sembari menyerahkan payung itu pada Gilang

Lagi-lagi Gilang hanya bisa menuruti permintaan Dinda dengan berat hati, namun ketika melihat senyuman bahagia di wajah Dinda entah mengapa membuat hati Gilang menghangat.

" kalau kamu penurut gini aku jadi makin sayang deh " ujar Dinda sembari mempererat pelukkannya pada lengan Gilang hingga membuat si empunya lengan memutar bola matanya malas

Belum sempat Gilang melangkahkan kaki membelah hujan, tiba- tiba langkahnya terhenti kala Dinda memekik kaget

" ya ampun !! aku lupa ngumpulin tugasnya Bu Imelda " pekik Dinda seraya memukul dahinya " Gilang kamu tunggu di sini sebentar ya, aku gak lama kok " ucap Dinda seraya berlari meninggalkan Gilang yang bahkan belum mengatakan setuju.

Dinda berlari sekencang mungkin menuju ruangan guru, dirinya tak ingin membuat Gilang menunggu terlalu lama. Setelah mengungumpulkan tugasnya Dinda kembali berlari, namun lantai yang licin karena cipratan air hujan membuat Dinda kehilangan keseimbangannya dan akhirnya terjatuh.

Dinda mengernyit sakit kala merasa pergelangan kaki kanannya terkilir. Masih dengan posisi terduduk di lantai, Dinda memijat seklias pergelangan kakinya berharap dapat sedikit meredakan rasa sakitnya.

Sedikit tertatih Dinda berusaha bangkit dan melanjutkan langkahnya menuju kearah dimana Gilang tengah menunggu. Dengan susah payah Dinda tetap melangkahkan kakinya hingga gadis itu tersenyum senang kala melihat bahwa Gilang masih berdiri menunggunya.

Senyuman manis terpatri jelas di wajah Dinda dan ia terus mempercepat langkahnya menghiraukan rasa sakit pada pergelangan kakinya yang terkilir. Namun, senyuman manis itu luntur kala Dinda melihat dengan jelas Senja berjalan menghampiri Gilang. Mereka berdua tampak berbincang di selingi senyuman bahagia dari keduanya.

Dinda kembali mengingat bagaimana ekspresi Gilang kala melihat kedatangannya berbanding terbalik dengan apa yang saat ini tengah dilihatnya. Belum cukup rasa sakit yang Dinda rasakan, dirinya kembali dibuat semakin merasakan sakit kala melihat Gilang dan Senja melangkah pergi bersama membelah hujan dengan mengenakan payung miliknya.

Dinda berdiri terpaku di tempatnya sampai air mata tanpa permisi lolos di kedua pipinya. Tak ingin ada yang mengetahui bahwa dirinya tengah menangis, Dindapun dengan segera menundukkan kepalanya sembari menghapus air mata yang tak mau berhenti.

Entah pikiran dari mana, Dinda memutuskan untuk menerobos hujan. Padahal selama ini hujan adalah hal yang paling Dinda benci. Dinda benci hujan karena hujan seringkali membuatnya sakit, namun kali ini dirinya memilih berada di bawah guyuran hujan. Setidaknya dengan begitu tak akan ada orang yang mengetahui bahwa saat ini dirinya tengah menangis.

Dinda semakin terisak kala mengingat bagaimana teganya Gilang dan Senja meninggalkannya dalam hujan. Apakah sebegitu tak berarti dirinya bagi Gilang dan juga Senja. bagaimana mungkin dua orang yang paling di sayanginya bisa memberikan luka sesakit ini pada hatinya.

Sebenarnya apa yang Gilang dan sahabatnya itu tengah mainkan di belakangnya. Tidakkah cukup selama ini Dinda berusaha bersikap seperti orang tolol yang tak mengetahui apapun. Apakah Dinda harus tetap berusaha bersikap seolah semuanya baik-baik saja. jujur Dinda lelah terus menerus bersikap sok kuat, namun dirinyapun tak bisa memungkiri jika ia takut menghadapi kenyataan yang tengah menantinya saat ini. sesulit ini kah mengharapkan cinta Gilang.

DINDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang