Dinda membaringkan tubuh letihnya di ranjang kamar yang hampir seminggu ini tak penah di jamahnya. Setelah mendapat bujuk rayu dari banyak orang, Dinda akhirnya sangat amat terpaksa untuk mengalah dan setuju mengistirahakan tubuhnya di rumah. Sungguh berat untuknya meninggalkan Gilang, meskpiun ia tahu jika pria itu tak mungkin di tinggalkan seorang diri. Pastilah banyak orang yang akan menggantikannya merawat Gilang, namun hati Dinda terasa amat risau saat ini.
Alasan untuk mengistirahatkan tubuhnya pun nyatanya sama sekali tak bisa terwuju karena semua pikirannya melayang pada sesosok pria yang kini masih terbaring sakit. Dinda sama sekali tak mampu menutup matanya hanya untuk tertidur barang sejenakpun.
Berusaha menutup matanya, tiba-tiba ponsel Dinda berdering yang menandakan jika ada panggilan masuk. Tubuh gadis itu spontan langsung bangun dari tidurnya dan secepat kilat berusaha mengendarai mobilnya, kala Adelia yang notabene adalah sepupu Gilang mengabarinya tentang kondisi pria itu saat ini
Gadis mungil itu benar-benar mengendarai mobilnya dengan kecepatan penuh bahkan dengan santainya ia mengabaikan keselamatannya sendiri. Dinda tak ambil pusing dengan beberapa pengendara lain yang tampak memaki dirinya, hanya satu yang ia tahu saat ini bahwa dirinya harus secepat mungkin untuk sampai di rumah sakit.
Dengan langkah terburu-buru yang bahkan terkesan berlari, Dinda membawa kaki pendeknya menuju dimana letak ruangan Gilang dirawat. Senyum sumringah secerah mentari pagi nyatanya tak bisa bertahan lama menghiasi wajah ayu Dinda.
Kini hanya tinggal deru napasnya yang tersengal-sengal disertai sorot mata sayu kala memandang kedalam ruangan Gilang, dimana saat ini pria itu tampak bersama dengan Senja yang terlihat amat telaten menyuapinya. Belum lagi dengan kehadiran Maya dan beberapa anggota keluarga lain yang tampak tersenyum bahagia. Dinda jadi merasa tak pantas jika harus ikut bergabung di dalam sana.
" kau tak menghabiskan makanan mu Sayang ? " tanya Oma Niken memandangi cucunya yang terlihat sedikit murung bahkan sejak dirinya membuka mata
" aku tak berselera Oma " ucap Gilang seraya mengambil alih gelas di tangan Senja kala gadis itu mencoba membantunya
Mendapat perlakuan dingin dari Gilang bukanlah sebuah hal baru untuk Senja, namun entah mengapa rasanya masih saja terasa sakit di dalam sana.
" ada lagi yang kau perlukan Lang ? " Senja tetap mencoba bersikap ramah menutupi luka hatinya
Bukannya menjawab, Gilang lebih memilih mengabaikan Senja dan kembali membaringkan tubuhnya yang memang masih sangat lemah. Dirinya memejamkan kembali kedua matanya tanpa mau melirik gadis itu barang sedikitpun.
Dalam diam Maya melihat semua yang terjadi di hadapannya. Bagaimana tatapan kecewa putranya saat pertama kali membuka mata dan tak menemukan keberadaan sesorang yang ia harapkan berada di sisinya. Ditambah dengan perlakuan kasar yang sejak tadi putranya berikan pada Senja. putranya nampak berubah menjadi jauh lebih dingin dari sebelumnya, Gilang kini seperti tak tersentuh dan Maya merasakan sesak di dalam dadanya.
" seharusnya kakak masuk sejak tadi, jangan hanya berdiri seperti orang bodoh di luar " ucap Adeli pada seseorang yang berada di belakangnya, mengikuti gadis muda itu memasuki ruang rawat Gilang
Dinda hanya mampu terdiam dan melempar senyuma canggung kearah beberapa orang yang ada di sana. Jika bukan karena paksaan Adelia, Dinda akan lebih memilih tetap menunggu di luar.
" oh.... Dinda, akhirnya kau datang juga !! " Oma Niken memekik girang seraya menekankan nama Dinda pada kalimatnya.
Seperti anak kecil yang mendengar kata hadiah, Gilang langsung membuka matanya yang terpejam dan bangkit dari posisi tidurnya. Mata tajam Gilang tampak berbinar cerah kala netranya berisitatapan dengan manik rusa kesayangannya itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
DINDA
FanfictionIni hanyalah sebuah kisah klasik dimana Cleodinda Sekar Ayu, si cewek seksi yang selalu ceria mencintai seorang pria dingin dan cuek bernama Gilang Arka Permana yang notabene adalah pria paling mempesona di seantero sekolah. namun apa mau dikata ket...