Bagian 31

1.9K 203 24
                                    

8 Tahun Kemudian

Wanita cantik bertubuh mungil itu tengah melamun sembari menatap hiruk pikuk jalanan kota Jakarta yang pastinya macet total di jam-jam sibuk seperti ini. Banyak orang akan tertipu dengan tubuh mungil wanita dewasa itu yang lebih tampak seperti seorang gadis SMA, belum lagi ditambah dengan wajah ayu yang awet muda itu.

Kemacetan dan segala macam hiruk pikuk di sekitarnya tak mampu mengusik kegiatan wanita itu melamum. Pikirannya melayang mengingat segala masa lalu yang pernah di laluinya di kota kelahiran yang cukup lama tak pernah di datanginya itu.

Sebenarnya amat berat rasanya bagi Dinda untuk kembali menginjakkan kaki di tempat ini. jika bukan karena Kinan terus merengek memintanya datang di pesta ulang tahun gadis kecil itu, Dinda akan berpikir seribu kali untuk kembali ke kota ini. apalagi di tambah dengan fakta bahwa hatinya belum sepenuhnya sembuh.

Nyatanya waktu 8 tahun tak mampu membuat Dinda merelakan dengan ikhlas, waktunya terbuang dengan percuma hanya untuk selalu di bayang-bayangi masa lalunya. Berulang kali Dinda meruntuki kebodohan hatinya, namun apa mau di kata jika nama pria itu nyatanya masih terukir indah di dalam hatinya. pria itu seperti punya tempat istimewa di dalam sana.

Tanpa sadar Dinda semakin mempererat remasan di kedua tangannya, hingga membuat buku-buku jarinya memutih kala bayangan pria dingin yang tampan itu tanpa diundang kembali menari di dalam pikirannya.

" mau mampir dulu atau langsung pulang Non ? " Tanya Mang Ujang sopir keluarga yang bertugas menjemputnya di bandara

" mampir ke Café Velvet dulu ya Pak, ada janji ketemu sama teman lama " ujar Dinda seraya tersenyum tipis, hanya senyuman tipis tapi mampu membuat siapa saja jatuh terpesona.

Mengikuti keinginan majikannya, Mang Ujang mengarahkan laju mobilnya menuju tempat yang Dinda tuju. Tak butuh waktu lama bagi Dinda untuk sampai di tempat tujuan.

Wanita itu memilih duduk di dekat jendela Café sembari menikmati pemandangan asir pekarangan yang ditumbuhi bunga-bunga cantik. Sembari memandangi indahnya ciptaan Tuhan, Dinda sesekali menatap arlogi yang melingkar di tangan kirinya.

Dinda memang datang lebih awal, namun orang yang di tunggu tak memunculkan batang hidungnya bahkan setelah 15 menit waktu berlalu dari jam temu yang telah di sepakati.

" maaf telat dikit " ucap pria tinggi putih itu seraya menyengir kuda

" dikit loe bilang ? " Dinda semakin menatap tajam pria di hadapannya itu, kala dengan entengnya pria itu menenggak habis minumannya.

" Sorry... Sorry gue tadi harus ngehandle pacar bawel gue dulu " ucap Sean seraya memesan makanan, pasalnya ia belum melahap apapun di jam istirahatnya itu. Perutnya beberapa kali berontak meminta perhatian. Sean benar-benar pusing, waktunya benar-benar terkuras habis hanya untuk meladeni kemauan kekasihnya.

" makanya, cari pacar itu yang bener. Udah bagus-bagus sama Kak Shery malah di sia-siain, balikan deh loe berdua " ejek Dinda. ia tahu jika sahabat baiknya dan Sherly itu masih saling mencintai. Di tambah lagi dengan fakta bahwa putusnya hubungan mereka hanya di karena kesalah pahaman.

Meskipun 8 tahun tak menginjakkan kaki di kota ini lagi, namun persahabatnya dengan Sean tak berakhir begitu saja. Mereka masih sering saling berkomunikasi, begitu juga dengan Sherly. Jadi ia tahu semua seluk beluk hubungan mereka berdua yang terlalu rumit, saling mencintai namun terhalang gengsi.

" loe aja gimana jadi pacar gue, sekalian deh entar gue lamar " Sean berusaha mengalihkan topic dengan menjahili gadis di hadapannya itu

" meskipun loe satu-satunya pria yang tersisa di muka bumi ini, gue tetap bakal ogah nerima lamaran loe " Dinda begidik ngeri membayangkan hidupnya harus ia habiskan bersama dengan Sean. Pria absurd yang hanya bisa di mengerti oleh Sherly.

DINDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang