Bagian 15

1.3K 172 8
                                    

Malam minggu kali ini tidak seperti malam minggu kelabu Dinda biasanya. Malam ini entah angin dari mana Gilang datang kerumahnya dan mengajak gadis itu untuk pergi menonton. Dinda yang memang tak mau menyia-nyiakan kesempatanpun dengan antusias menganggukkan kepala menerima ajakan Gilang.

Tidak seperti apa yang Dinda bayangkan, lagi-lagi dirinya harus menelan rasa kecewanya seorang diri kala Gilang mengatakan tidak akan sudi mengajaknya jalan-jalan jika bukan karena paksaan dari papanya.

Bukan Dinda namanya jika harus berlama-lama terpuruk dengan kekecewaannya, dibalik rasa sedihnya Dinda tetap bersyukur karena meskipun harus dengan paksaan Om Alex akhirnya Gilang mau menghabiskan malam minggu bersama dirinya.

Meskipun acaran menonton kali ini tidak seperti khayalan romantic Dinda, namun gadis itu tetap menikmati duduk berdampingan dalalam waktu yang cukup lama bersama pria dingin kesayangannya itu.

Setelah menonton merekapun makan malam bersama di sebuah restoran cepat saji dengan Gilang yang tetap dalam mode senyap. Hanya Dinda yang berulang kali mengoceh tak jelas tanpa tanggapan yang berarti dari pria dingin itu. dindapun tanpa sungkan bernyanyi-nyanyi dengan suara yang tak bisa di katakana bagus selama perjalan pulang menuju rumahnya. Jujur Dinda amat sangat membenci suasana hening nan senyap seperti itu, dirinya seperti merasa tengah menonton film horror yang memang menjadi salah satu genre film yang ia benci.

Tepat pukul Sembilan malam Dinda sampai di rumahnya dengan diantarkan oleh Gilang. Dinda tak mau berbasi-basi untuk mengajak Gilang mampir ke rumahnya, Karena Dinda sudah tahu dengan jelas jika Gilang pasti akan menolak tawarannya mentah-mentah. Setelah mengucapkan terimakasi di sertai senyuman manis andalan gadis itu, Dinda langsung turun dari mobil dan langsung melangkahkan kakinya memasuki rumah.

Dinda terkejut kala mendegar suara pecahan benda disertai teriakan dan tangisan dari adiknya. Tanpa pikir panjang Dinda segera berlari menuju ke arah suara itu berasal. Sekali lagi Dinda terkejut saat melihat mamanya yang tengah mengamuk hebat memporak-porandakan semua benda yang ia temui. Dinda melihat Kinan saat ini tengah menangis ketakutan dalam pelukan Bi Inem sembari sesekali memanggil-manggil sang mama.

Melihat Kinan yang tampak ketakutan membuat Dinda segera mendekap adik kecilnya itu kedalam pelukan hangatnya. Dinda berusaha menenangkan Kinan yang tengah bergetar ketakutan.

" sttt..... ada kakak disini, semuanya baik-baik aja " ucap Dinda seraya membelai punggug sang adik menenangkan

Setelah dirasa tubuh Kinan mulai tenang, Dinda melerai pelukan mereka dan mulai mengecek keadaan adiknya itu. dinda tak ingin jika adik kecilnya itu terluka karena ulah mamanya yang saat ini pasti tengah dalam pengaruh alcohol seperti biasanya.

" Kinan ke kamar sama Bi Inem ya, biar kakak yang nemenin mama " ujar Dinda seraya menyerahkan sang adik pada wanita kepercayaannya itu

Kinan menggelengkan kepalanya sembari menggenggam tangan Dinda semakin erat. Gadis kecil itu tahu apa yang akan terjadi setelah ini, besok pagi kakaknya pasti akan terbangun dengan berbagai macam luka lebam di seluruh tubuhnya. Kinan tak mau hal itu terjadi lagi, dirinya ingin kali ini dirinya yang gantian melindungi Dinda.

Dengan perlahan Dinda melepaskan genggaman Kinan dan membujuk gadis kecil itu untuk segera beristirahat dikamarnya bersama Bi Inem

" dengar princess, mama hanya sedang lelah. Setelah membantunya tertidur, semuanya akan baik-baik saja " bujuk Dinda untuk kembali meyakinkan gadis kecil yang sedikit keras kepala seperti dirinya itu

Setelah melalui sedikit perdebatan, akhirnya Kinanpun menuruti permintaan Dinda dan bergegas menuju ke kemarnya ditemani Bi Inem.

Dinda terlebih dahulu memastikan Kinan aman di kamarnya, sebelum akhirnya menghela napas panjang sembari menatap sedih pada mamanya yang telah terduduk sembari bersandar pada pinggiran sofa.

" ma, kita ke kamar yuk. Mama pasti lelah " ucap Dinda hati-hati sembari menyentuh lengan Amira lembut

Merasakan sentuhan lembut di lengannya membuat Amira membuka matanya yang sedari tadi tengah tertutup. Amira kembali histeris kala melihat wanita di hadapannya saat ini

" menjauh dari ku wanita menjijikan !! jangan menyentuhku !!" teriak Amira dengan mendorong Dinda untuk menjauh

" mama, ini Dinda anak mama " dengan tanpa menyerah Dinda mulai kembali menenangkan mamanya

" aku bukan mama mu. aku tak sudi memiliki anak seperti dirimu !! " Amira terus mendorong Dinda menjauh, bahkan tanpa segan-segan wanita itu memukuli Dinda tanpa ampun agar gadis itu menjauh darinya

Dinda mulai menangis sesenggukan mendengar perkatan Amira yang amat menyakitkan untuknya

" mama ini Dinda " ucap Dinda bergetar, dirinyapun tak menghiraukan luka pukulan sang mama di tubuhnya. Dinda tahu bahwa saat ini mamanya tengah tak sadar karena pengaruh alkohol

" Dinda.... " ucap Amira dengan suara lirih dan tidak melanjutkan aksi brutalnya, bahkan wanita itu menatap Dinda lekat-lekat sembari membelai wajah gadis cantik itu.

" mengapa kamu harus lahir dari rahim wanita menjijikan itu. setiap melihat wajahmu, aku akan selalu mengingat penghianatan Toni dan Sekar. kenapa ?! " teriak Amira lagi

" gak ma, Dinda anak mama Amira. Dinda anak mama dan akan selalu begitu " Dinda mulai memohon pada sang mama

" pergi !! aku sangat membencimu. Karena dirimu pernikahanku hancur berantakan !! " Amira mulai memukuli Dinda kembali hingga gadis cantik itu beberapa kali terdorong jatuh karena kebrutalan Amira.

" seharusnya kamu gak pernah terlahir di dunia ini. Lebih baik kamu mati hingga aku bisa hidup dengan tenang !! " Amira mulai menarik rambut Dinda dan memojokkan gadis itu ke tembok. Dinda hanya menggeleng-gelengkan kepalanya dan sesekali memanggil Amira dengan suara lirih.

Amira yang memang tidak sadar dengan apa yang sedang ia perbuat dan tengah terbawa emosi semakin gencar menyakiti Dinda. Amira mulai mencekik leher Dinda hingga gadis itu mulai tak bisa bernapas.

Dengan napas yang terputus-putus, Dinda tetap berusaha menenangkan mamanya dengan sesekali mencoba melepaskan diri dari wanita itu. Dinda dapat melihat wajah mamanya yang penuh dengan air mata. Kala matanya bertemu pandang dengan manik mata milik Amira, dirinya bisa melihat dengan jelas pancaran kesedihan yang amat sangat dalam manik mata itu. dinda saat ini benar-benar paham dengan rasa sakit Amira yang wanita itu pendam seorang diri selama ini.

Dinda tersadar bahwa wanita di hadapannya ini amatlah merasa tersiksa dengan kehadirannya. Ya Tuhan, mengapa dirinya harus dilahirkan jika dengan kelahirannya membuat kehidupan wanita yang dicintainya ini amatlah menderita.

Melihat kesedihan mendalam dari kedua bola mata Amira, membuat Dinda tak lagi memberontak dan mencoba melepaskan diri dari mamanya. Dinda pasrah dengan apa yang akan terjadi, dirinya merasa sepertinya Amira akan benar-benar bahagia jika dirinya tak pernah ada di dunia ini. Dinda berpikir matipun tak apa asalkan dirinya bisa melihat kebahagianan di mata Amira, satu-satunya wanita yang akan selalu menjadi mamanya. Dinda tetap diam tanpa berontak hingga dirinya benar-benar mulai kehabisan napas.

DINDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang