Bagian 28

1.6K 180 5
                                    

Bosan merupakan kata yang tepat menggambarkan keadaan Dinda saat ini. libur panjang setelah bertempur dengan segala bentuk soal ujian nyatanya tidak membuat Dinda bersorak seperti kebanyakan anak lainnya. Berbagai kegiatan seperti membantu Mbok Inem memasak hingga berkebun nyatanya tak mampu membunuh kebosanannya pagi ini.

Dinda sedih jika harus berada di rumah tanpa Kinan yang saat ini tengah pergi sekolah, begitu juga dengan kedua orangtuanya yang pastinya sibuk mengurusi segala pekerjaannya. Dengan kesal Dinda membolak-balik halaman majalah sembari berbaring di sofa panjang dengan posisi kepala berada di bawah.

" mau ikut bersama ku ? " sebuah suara mengagetkan Dinda hingga membuat gadis cantik itu merosot jatuh

Dinda bangkit berdiri dengan cepat kala menangkap siapa pemilik suara lembut itu. gadis itu menatap dengan bingung wanita paruh baya berpakaian rapi yang entah sejak kapan telah berada di rumah

" kau mau ikut, jalan-jalan sepertinya bisa membunuh kebosanan mu " ucap Amira lagi kala dirinya tak mendapat respon berarti kecuali hanya tatapan bingung yang amat menggemaskan dari Dinda

" em... bolehkah ? " Tanya Dinda ragu dengan sesekali mengerjapkan matanya lucu

" tentu, segeralah mengganti pakaiamu aku tunggu di mobil " Amira melangkah pergi sembari tersenyum kecil kala mendengar pekikan riang yang keluar dari mulut gadis muda itu.

Tak butuh waktu lama bagi seorang Dinda untuk bersiap-siap, karena nyatanya tanpa memoleskan make up pun gadis itu sudah terlahir cantik. Kedua wanita berbeda generasi itu memutuskan untuk menjemput Kinan terlebih dahulu dan kemudian pergi jalan-jalan menghabiskan waktu luang mereka.

Setelah kejadian dimalam batalnya pertunangan itu, Amira memang telah berusaha merubah sikapnya terhadap Dinda dan berusaha menerima gadis tak bersalah itu. seperti saat ini, Amira memang mengkhususkan waktunya untuk ia habiskan bersama kedua putrinya. Ia ingin berusaha mendekatkan dirinya pada Dinda, ia ingin gadis itu tak lagi memandangnya dengan takut-takut.

Hari libur yang membosankan untuk Dinda kini berubah menjadi mimpi indah yang bahkan tak pernah sekalipun berani Dinda bayangkan. Tatapan dan sentuhan-sentuhan hangat Amira yang berikan padanya mampu membuat Dinda merasa terbang diawan-awan. Dinda tampak amat bahagia dengan senyuman yang tak pernah luntur di wajahnya, bahkan sesekali ia akan bersenandung kecil sembari memeluk beberapa belanjaan yang Amira belikan khusus untuknya.

Lelah berjalan-jalan hingga langit kota telah berubah warna menjadi kemerahan, tanda bahwa mentari akan kembali keperaduannya membuat ketiga wanita bahagia itu memutuskan untuk segera pulang sebelum melewatkan makan malam yang pastinya akan membuat sang ayah menekuk mukanya kesal.

" em.... Mama, Terima kasih " ucap Dinda sembari mengeggam jemari Amira dengan ragu-ragu setelah mereka telah sampai dipekarang rumah mewah mereka.

Amira menatap Dinda dengan haru. Tak pernah ia membayangkan bahwa Dinda, gadis yang ia besarkan dengan kebenci mampu membuat hatinya menghangat seperti ini. tanpa sadar air mata luruh dari kedua mata wanita itu.

" jangan berterima kasih. Maaf selama ini mama sudah menyakiti mu " Dinda membungkan bibir Amira dengan tangannya sembari menggelengkan kepala

" mama tak pernah menyakiti ku. Aku mencintai mama " Dinda tersenyum dengan lebarnya

" boleh mama memeluk mu ? " Tanya Amira. Tanpa menjawab, Dinda segera memeluk wanita yang ia panggil mama itu dengan sangat erat. Semua kesedihan yang selama ini ia rasakan nyatanya terbayar sudah hanya dengan dekapan hangat wanita itu.

DINDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang