DUA PULUH DUA

15.1K 681 18
                                    

Happy Reading

***

Bangun pagi sudah menjadi rutinitas manusia di seluruh dunia. Secara alami manusia akan terbangun di pagi hari setelah semalaman mengarungi mimpi. Kalau pun ada yang setelah bangun, kamudian tidur lagi itu hanya pengikut almarhum Mbah Surip.

Setelah bangun langsung mandi. Menghadap ilahi. Persiapan sekolah. Pagi selalu berulang. Rasanya sayang jika pengulangan tersebut hanya menjadi seremonial menunggu mati. Dari pagi ke pagi, kita bangun, mandi, sarapan, nonton tv kemudian pergi. Padahal pagi memberi peluang bagi kita untuk berbuat lebih.

Pagi begitu istimewa. Baban yang lelah telah selesai dibaringkan. Pikiran yang kusut telah direfresh dengan mimpi. Sinar matahari menambah stamina bagi tulang dan tubuh. Udara yang segar juga memberikan kesejukan. Maka sayang jika moment indah ini kita biarkan begitu saja. Berlalu tanpa meninggalkan jejak.

Ada sebuah alternatif membuat jejak di pagi hari. Mengoreskan pena di atas kertas bagi yang masih mencintai yang orisinal. Bagi yang suka praktis, bisa langsung nyalakan komputer. Menulis di pagi hari bisa menjadi sarapan bergizi.

Menulis apa? selama satu hari penuh tentu kita dikelilingi cerita. Dari sekian banyak cerita, bisa dipilih satu sebagai tema. Cerita di di sekolah contohnya, atau cerita di jalan raya. Kalau selama satu hari tidak ada cerita yang dianggap menarik, bisa juga menceritakan mimpi. Mimpi yang dialami saat tidur atau mimpi berupa harapan yang belum sempat dicapai.

Menggoreskan pena atau mengetik di komputer akan menjadi indah. Bukan untuk waktu ini saja. Esok atau lusa, kita bisa membaca tulisan tersebut. Membaca sesuatu yang sudah lama, seperti membuka album photo. Sensasi indah terbayang dalam pikiran. Dan memori itu bisa membuat kita tersenyum.


Drtttt

Drtttt

"Halo? "

"Gue udah di bawah rumah lo! "

"Ngapain? "

"Berangkat bareng lah!! "

"Suruh siapa lo bareng sama gue? "

"Ini naluriah diri gue sendiri. "

"Bacot lo! "

"Udah ah, cepet lo turun anjir! "

"Oke! "

Gadis itu dengan cepat mengemasi alat tulisnya dan keluar dengan kemudian perlahan menuruni anak tangga, melihat rumah yang sepi bagai kuburan membuatnya malas berada di rumah. Apalagi dengan masalah yang sedang ada di sini, hanya satu yang ia cemaskan, Satya.

Jujur saja, walaupun dirinya memaksakan diri supaya tidak memikirkan hal ini tetap saja dirinya khawatir. Sejenak mengambil nafas panjang lalu menghembuskannya secara kasar.

Netta mengambil roti dan mengoleskan selai di atasnya lalu menutupnya kembali dengan roti, berjalan dengan tergesa menuju keluar. Ia merutuki rumah yang besar ini karena dirinya harus berjalan jauh tatkala ia sendiri ingin segera keluar dari sana.

"Lama anjir! " Disana aulia sudah menunggu di depan pagar rumah netta yang jaraknya lumayan jauh jika di ukur.

"Gue gak pernah nyuruh lo nunggu!! " Sungutnya karena memang dirinya tak pernah menyuruh gadis itu untuk menjemputnya.

Brother and Sister [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang