TIGA PULUH DELAPAN

11.1K 517 27
                                    

Happy Reading!!

***

Netta duduk di ranjangnya. Ia masih bingung dengan semuanya, apa yang harus ia lakukan sekarang? Oh ya tuhan, mengapa harus sesulit ini.

Netta pergi ke balkon dan melihat langit yang mulai menggelap. Dia menikmati semilir hembusan angin sore yang akan menjelang malam sebentar lagi.

Perutnya entah sedang kerasukan apa hingga netta terus merasakan lapar, ah maksudnya ia mudah lapar. Biasanya netta tidak sesering ini merasakan perutnya cepat kosong.

Sebaiknya ia turun dan mengambil beberapa cemilan untuk mengganjal perutnya, atau menyuruh bibi memasak saja.

Netta akhirnya keluar dari kamar dan turun ke bawah, ia mencari bibi yang sedari tadi memang tidak terlihat dan sialnya netta memang tak menemukannya di kamar.

Ah, netta pergi mengambil cemilan saja, namun saat ia berbalik tubuhnya menabrak sesuatu hingga tubuhnya terhuyung ke belakang.

"Aww... " netta meringis sembari mengusap-usap pantatnya yang mencium keramik dengam sangat kerasnya.

Satya yang melihat itu langsung berjongkok dihadapan netta.

"Sakit? " tanya satya khawatir.

"Monyet juga tau kalo orang jatuh pasti sakit. " ucap netta dengan sedikit cemberut.

"Maaf, abang gak tau kalau kamu mau balik badan. " satya menjelaskan.

Satya berdiri dan mengulurkan tangannya, membantu netta berdiri. Netta menerima uluran tangan satya dan berdiri.

"Ngapain ke kamar bibi? " tanya satya lagi.

"Ya nyari bibi lah, masa nyari seruling! " sungut netta.

"Netta.. Sejak kapan bicara kamu seperti itu? Kamu tahu seberapa besar efek nya jika kamu bicara dengan orang lain? " satya mulai jengah dengan bicara netta yang sudah tak beraturan.

Degg


Netta agak terkejut dengan nada tegas dati satya apa lagi itu terkesan seperti memarahinya, ya jujur saja netta terkejut. Sebelumnya satya tak pernah mematahi netta jika ia salah, paling-paling satya akan menjelaskan nya dengan sabar.

Satya berubah. Ya dia berubah.

Nafas netta mulai tak beraturan, ia langsung pergi dari hadapan satya dan berlari ke halaman belakang yang terdapat kolam renang.

Netta duduk di pinggiran kolam, dan menatap langit yang dimana matahari sudah tenggelam sepenuhnya.

Tanpa di izinkan air mata netta lolos dari pelupuk mata, kenapa? KENAPA?

Entahlah, hatinya sakit.

"Maaf. " satu kata meluncur dari suara berat satya.

Pemuda itu tiba-tiba ada di belakang netta dan duduk di sebelahnya. Netta berusaha menghapus air matanya, namun satya menahan tangan netta dan menggantikan tangan gadis itu. Satya menghapus air mata yang turun sebab ulahnya.

Brother and Sister [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang