------
Aku tidak tahu apa yang saat ini kau pikirkan.
Tapi aku berharap,
kau tidak menyakiti dirimu.------
Seorang lelaki mengetukkan bolpoin di sela jarinya ke meja kayu yang tengah ia tempati. Matanya memandang lurus ke depan. Sedang di hadapannya, Bu Astuti sebagai guru mapel bahasa inggris tengah berceloteh tentang satu topik yang cukup membosankan baginya. Lelaki itu menumpu dagunya. Berharap materi kali ini cepat selesai.
Dan saat bel penghujung jam pelajaran berbunyi, terdengar hembusan napas lega hampir di setiap bangku kelas.
"Baiklah, untuk materi kali ini, kesimpulannya adalah kalian harus lebih banyakin kosa kata, perbanyak latihan pronunciation, dan jangan Lupakan latihan bacaan-bacaan atau cerita, bisa juga lagu yang kalian suka."
Celotehan panjang lebar itu hanya dibalas anggukan atau dehaman oleh warga kelas, membuat sang pengajar harus rela tersenyum paksa dan tidak terlanjur memberikan muridnya pertanyaan satu per satu.
Bu Astuti mengucapkan salam sebelum keluar kelas dan dijawab seisi kelas kompak. Seperginya guru bahasa inggris itu, kelas mendadak ricuh.
Ada yang saling lempar-lemparan kertas, bergosip dengan temannya dan tertawa, atau masih ada juga yang terfokus dengan buku bacaannya.
Seperti lelaki satu ini.
"Gyan!"
Panggilan itu sontak mengalihkan pandangannya, menghadap gadis yang memanggilnya.
'Tuh poni panjang amat. Apa dia bisa lihat gue?'
"Ada apa?"
Gyan memandang bingung perempuan didepannya kali ini. Pasalnya, dia belum mengetahui namanya.
"Gue Yasfa, temen Luvi," ujarnya seakan tahu ekspresi bingung Gyan, "Lo tadi liat Luvi nggak?"
Lelaki itu -Gyan- mengerutkan keningnya bingung. Ia lantas menggelengkan kepalanya. Melihat respon Gyan yang di luar dugaannya, Yasfa mengusak rambutnya kasar.
"Aish... Dimana perempuan itu?" geram Yasfa frustasi.
"Setelah tadi petugas UKS kemari memberi izin Luvi di UKS, bu Astuti menyuruh kamu menyusulnya, saya kira Luvi akan tetap diam di UKS bersama kamu."
Yasfa menghela nafas, "Dia kabur. Gue udah capek cari dia di sekolah. Andai ini udah jam istirahat, gue udah nyuruh Fandi dan geng absurd-nya itu buat bantu cari."
Fandi yang kebetulan berada tak jauh tempat duduknya dari mereka berdua, tak sengaja mendengar pembicaraan Yasfa. Ia lantas menghampiri mereka.
"Ada apaan?" tanya Fandi.
Yasfa dan Gyan lantas menoleh.
"Oh, kutu semut, gue kira siapa. Btw, sinyal lo kuat amat." cibir Yasfa.
Fandi yang mendengarnya kemudian jadi bersungut. Kalau bukan perempuan, mungkin Fandi sudah mencekiknya karena berani mengatainya.
"Emang gue tiang listrik ap--"
"Tuh tahu." serobot Yasfa kelewat santai.
"Bisa nggak, sih?! Lo sehari nggak ngatain gue!" jengah Fandi.
"Mulut, mulut siapa? Nggak usah protes, 'deh, kutu!" bantah Yasfa.
"Jepit rambut!"
"Karung goni!"
"Gila!"
"Kutu bacot!!"
Gyan memilih membenamkan kepalanya dengan buku ensuklopedia yang tadi dibacanya. Serasa telinganya tengah menjerit minta tolong mendengar dua mulut yang rebutan ngatain lawannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Problem Girl[Completed]
Fiksi RemajaIni cerita tentang seorang perempuan dan karakternya. Yang nyatanya, jiwa plin-plan lebih berciri khas. ☀☀☀ "Kau menyukaiku?" "Tidak!" "Kalau begitu aku pergi." "Kenapa pergi?" "Kau tidak menyukaiku." "Tapi bukan begitu... Aish, terserah kau!" "Apa...