☀☀☀Karena seseorang yang dingin bagaimanapun.
Masih memiliki kehangatan di hatinya.☀☀☀
Gyan memarkirkan motornya di halaman parkir perusahaan. Ia menatap gedung di depannya yang menjulang tinggi.
'Hm, persis seperti kata ayah. Gedung yang besar.'
Gyan berniat ingin turun dari motornya. Namun karena rematan di seragam belakangnya yang kuat, ia memilih melihat perempuan di belakangnya.
'Astaga, apa segitu cepatnya gue sampe lo takut begitu, Lu?'
Gyan lantas mengambil helm di kepala Luvi. Itu ia lakukan karena Luvi tak kunjung turun dari motornya dan memilih masih terdiam dengan mata yang memejam erat.
"Sudah sampai, Princess."
Luvi membuka matanya. Ia merasa kalau sekarang kepalanya ringan sedikit karena helm berat itu berhasil lepas dari kepalanya.
Luvi kemudian turun dari motor Gyan. Menata rambutnya yang berantakan karena tergerai bebas dengan jemarinya, kemudian ia menyibak poninya ke belakang. Setelah itu, ia menatap tajam sang pelaku. Gyan hanya nyengir tak berdosa.
Blakkkk!
Tangan Luvi menghantam lengan Gyan, membuat korbannya merintih kesakitan.
"Rese lo! Hampir jantungan gue sama lo! Dasar cowok!"
Gyan menaruh helmnya dulu di sepeda motornya. Tak lupa tangannya yang senantiasa mengelus bekas gamparan itu. Gyan kembali pada Luvi dengan cengirannya.
"Maaf, Luvina. Ini karena buru-buru."
Luvi memutar bola matanya malas. Ia lebih baik menahan emosinya dan memilih berjalan dulu meninggalkan Gyan. Sedangkan Gyan tanpa pikir panjang langsung mengikuti Luvi di belakang.
"Luvi!"
Panggilan itu lantas menghentikan langkah Luvi dan Gyan. Mereka kemudian beralih menatap ke sumber suara.
Elis.
Sepupu Luvi yang satu itu lantas berlari ke dua bocah berpakaian seragam SMA itu. High-heels yang ia kenakan, membuatnya agak susah berlari ke arah mereka berdua. Sampainya di hadapan Luvi, Elis terengah untuk menetralkan napasnya.
Luvi memutar bola matanya malas. Kebiasaan dari sepupunya ya gini. Kalau sudah ada yang ia inginkan, ia langsung semangatnya tanpa tau malu menghampirinya.
"Hah! Hah! Ya ampun -hah- akhirnya -hah- kau -hah- datang -hah- aduuuh....."
Luvi menaikkan sebelah alisnya. Dalam pikirannya, 'emang lari berapa kilometer sampai ngos-ngosan begitu?'
Luvi lantas menyodorkan tas yang tadi dibawanya. "Nih, tas lo."
Elis lantas berbinar. Ia merenggut cepat tas itu lantas melompat dan memekik senang.
"Astaga, akhirnya gue kagak jadi dipecat. Makasih banyak, Luv."
Luvi mengerlingkan mata jenuh. Oh ayolah, Luvi bahkan kemari, menjatuhkan sifat dinginnya di depan Gyan, minta tolong antarkan ke kantor, kemudian disini di depan kantor yang banyak orang seperti ini, haruskah dia ada dengan perempuan yang nyatanya adalah saudara sepupu bangsatnya?
Luar biasa! Elis memang jago memonopoli Luvi.
"Mana tas gue?! Gue harus balik! Lima belas menit lagi bel masuk," ujar Luvi sambil menelisik arloji di pergelangan tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Problem Girl[Completed]
Ficção AdolescenteIni cerita tentang seorang perempuan dan karakternya. Yang nyatanya, jiwa plin-plan lebih berciri khas. ☀☀☀ "Kau menyukaiku?" "Tidak!" "Kalau begitu aku pergi." "Kenapa pergi?" "Kau tidak menyukaiku." "Tapi bukan begitu... Aish, terserah kau!" "Apa...