☀☀☀Kalau mimpi, tolong bangunin gue.
Gue kagak mau terjebak dalam dunia ilusi.---Luvina Anggara---
☀☀☀
Luvi menapakkan kakinya di koridor sekolahnya. Lantai keramik dingin dan mengkilap jadi hal menarik untuknya kali ini. Rasanya ia ingin terus memandangi lantai itu.
Andai saja, kalau dia tidak sayang dahinya. Kemungkinan saja nanti dia bisa kepentok dinding atau tiang di tengah perjalanannya, kalau dia terus melihat ke bawah.
Kan miris.
Pagi ini, Luvi memang sengaja berangkat lebih pagi dari biasanya. Jam 06.00 dia sudah datang ke sekolah, jadi sekolah hanya ada guru piket dan tukang sapu.
Kali ini sepertinya bukan kelas yang ia tuju, tapi kursi panjang di taman sekolah seakan-akan menarik perhatiannya. Ia mendudukkan dirinya disana sambil menikmati hawa pagi.
Disana, ada Luvi dan beberapa juru kebersihan. Jadi Luvi tidak perlu takut sendirian.
Seketika pikirannya melayang di kejadian kemarin. Dimana dia dan geng 'Mafia' berkumpul untuk yang kedua kalinya dengan bahasan yang sama.
Flashback on
"Kayaknya ini kagak akan bisa selesai masalahnya kalau dengan main pukul gini deh, Fan," simpul Ryan.
Plakkk!!!
"Dari dulu main pukul tangan kagak ada faedahnya, bego! Lo kemane aje?" Edo menambahkan setelah memukul kepala belakang Ryan.
Ryan menaikkan sebelah alisnya. "Lah, kenapa lo ikutan adu bogem kemaren?!"
Edo nyengir. "Salah mereka ganggu macan tidur."
"Hahaha...." tawa anggota geng terdengar bersahutan.
"Jadi Ryan, lo tau sebab dari pertempuran ini? Sampai mereka mengajak pasukan lain?" Fandi bertanya dengan tangan yang menyangga dagu.
Ryan mengangguk. "Ya, seperti biasa. Soal tidak terima kekalahan. Tapi itu bukan intinya."
Gyan mengernyit. "Maksud lo?"
Ryan menyeringai. Ia kemudian menyerahkan rekaman cctv di HP Fandi. Ternyata rekaman itu secara tidak langsung berhasil menjawab semua pertanyaan.
"Kembarannya keluar. Dan itu menyangkut juga dengan geng kita."
Fandi tau Ryan akan menyensor kalimatnya. Tidak mungkin ia bicara blak-blakan pada anggota geng 'Mafia' sementara ada pelakunya di sini, bukan?
Luvi menggigit bibir. Ia kemudian menunduk. Ia tau betul ini juga menyangkut tentangnya.
Maaf....
Flashback Off
Luvi memandangi kakinya. Sepatu hitam dan pull putih. Sepatu favoritnya. Namun sayang, sepatu itu pernah jadi penyebab kemarahannya.
Dia pernah menarik rambut seseorang karena sepatu itu.
Dan ternyata, masalahnya tidak hanya sampai disitu. Sekarang malah merebah ke mana-mana. Bahkan ia sampai memancing geng lain untuk jadi musuh sekolahnya.
Apakah Luvi jahat?
Luvi menggoyangkan kakinya. Ia tersenyum miris.
"Luvina!"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Problem Girl[Completed]
JugendliteraturIni cerita tentang seorang perempuan dan karakternya. Yang nyatanya, jiwa plin-plan lebih berciri khas. ☀☀☀ "Kau menyukaiku?" "Tidak!" "Kalau begitu aku pergi." "Kenapa pergi?" "Kau tidak menyukaiku." "Tapi bukan begitu... Aish, terserah kau!" "Apa...