33. Karma?

337 10 3
                                    


☀☀☀

Dan ingatlah!
Di waktu saatnya lo akan bilang.

"Karma is Back!"

-Luvina Anggara-

☀☀☀


Ting!! Tong!!!

Bukan lonceng es krim, atau penjual cilok keliling. Itu bel pulang sekolah berbunyi.

Muka Luvi sudah kusut. Ia masih kesal dengan kejadian di kelasnya tadi.

"Apa-apaan itu?! Artis dadakan turun dari tembok?!"

Sekali lagi, Gyan menjadi artis dadakan di kelasnya. Fans-nya juga makin lama, makin banyak saja.

Jadi jangan salahkan lidah Luvi yang sedari tadi mengumpat tak tentu jumlahnya.

"Dasar aprikot! Polkadot! Idiot! Dasar bontot!!!!"

Serasa ada yang menghalanginya, Luvi lantas menghentikan langkahnya. Ia menaikkan pandangan. Dan lagi, sekarang ia dibuat heran dengan segerombolan perempuan di hadapannya.

Oke, sekarang apa lagi?

"Cekal dia!"

Luvi memutar bola matanya malas. Ada saja yang ingin mengganggunya siang ini.

Dua perempuan yang jelas lebih tinggi dari Luvi pun mendekat.

"Mau apa?" tanya Luvi tanpa nada bergetar sedikitpun.

"Lo kagak takut?" tanya salah satu dari mereka.

Luvi terkekeh geli mendengarnya. Apa itu? Sebuah tantangan, kah?

"Kenapa ketawa? Kagak ada yang lucu!"

Luvi memberhentikan kekehannya. Dilihatnya perempuan yang menjadi pimpinan dari kumpulan geng wanita itu.

Ah, Luvi sekarang ingat. Perempuan itu yang pernah Luvi tarik rambutnya dulu. Dan itu hanya karena Luvi yang tak bisa mengontrol amarahnya melihat sepatu mahalnya terinjak.

'Astaga, sepertinya gue menghadapi karma.'

Luvi memijit pangkal hidungnya.

"Mending kalian semua mundur, sebelum gue yang akan buat kalian mundur."

Mendengarnya, gerombolan perempuan itu tertawa lepas. Seperti mendengar guyonan renyah di siang bolong.

"Astaga! Apa kalian dengar semua? Dia mengancam kita?"

Dan sekali lagi, mereka tertawa. Luvi hanya tersenyum licik di balik poninya dan tangan yang sudah menggenggam geram.

'Astaga, semut-semut berebut gula.'

"Lo kagak liat, Luv. Lo lawan berapa di sini? Kita segerombolan dan lo cuman seorang."

Luvi tak membalas. Senyum sinis itu masih terpampang, sembari melihat gerombolan perempuan itu yang tertawa renyah karenanya.

"Gausah bacot! Kalo mau tanding, ayo maju!" kukuh Luvi.

Gerombolan perempuan itu bersiap dengan menggulung lengan bajunya, seakan memperlihatkan lengan mereka.

Satu perempuan maju. Ia melayangkan tinju pada Luvi, tapi dengan cepat Luvi menghindar dan menghantam perempuan itu dengan tas punggungnya yang berisi beberapa buku fisika. Seketika perempuan itu tergeletak dengan kepala pening.

My Problem Girl[Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang