---------
"Dia tidak akan menyembunyikan perasaannya ketika hatinya kacau."
--------
Pagi ini, Gyan datang ke sekolah sedikit terlambat. Satu hal yang membuatnya terburu-buru. Ia lupa membalikkan teflon yang ia gunakan menggoreng telur. Alhasil, telur sarapannya jadi gosong sebagian. Tapi mau bagaimana lagi, buat ulang akan memakan waktunya. Jadi, rela nggak rela, Gyan harus memakan masakannya sendiri.
"Aish... Rasa pahitnya kenapa nggak ilang sih?!" gumamnya di tengah acara berlarinya.
Namun apalah daya. Sampainya dia di sekolah, gerbang sudah tertutup rapat. Alhasil, Gyan hanya bisa mengusap wajahnya frustasi.
"Sekarang gimana gue masuknya? Ya kali, gue manjat gerbang?"
Kepalanya celingukan kesana kemari. Dia harus cepat cari jalan masuk agar tidak kelewat pelajaran.
"Apa bener, gue lewat pintu belakang?"
Setelah berpikir lama, Gyan memutuskan bergegas menuju belakang sekolah. Akan lebih baik baginya menerobos dan tetap masuk sekolah, daripada pulang mendapat sambutan pukulan maut dari sang bunda. Membayangkannya saja Gyan bergidik ngeri.
Namun sampai di belakang sekolah, jalan masuk Gyan terhalangi oleh kumpulan pelajar. Dari penampilannya dan motor yang diduduki, sepertinya mereka bukan kategori murid taat aturan. Gyan bersembunyi di balik tembok pagar dan berniat menguping pembicaraan mereka.
"Kenapa lo nggak masuk kelas, Fan?" tanya satu dari mereka sambil menepuk pundak teman depannya.
"Gue males. Princess kagak masuk, jadi kagak ada yang gue ganggu."
Gyan memprediksi, suara itu adalah Fandi. Secara, Yasfa dulu pernah bilang kalau Fandi satu dari geng sekolah. Yang nama gengnya belum diketahuinya. Gyan kembali menguping.
"Lo masih mengganggu cewek masalah itu? Bro, udahlah.... Dia kayak nggak ada tertariknya sama lo." ujar temannya yang lain, sedikit jengah.
Fandi berdiri dari duduknya, menghadap beberapa temannya yang tidak tahu ada berapa orang. Ia memasukkan tangannya di saku seragamnya. Terlihat ia tersenyum miring.
"Sayangnya target gue bukan lagi si pengacau itu."
Teman-temannya memasang muka bingung.
"Maksud lo?" tanya satu dari mereka.
Fandi kembali menaikkan satu sudut bibirnya. "Kurasa aku menemukan yang lebih seru dari itu."
"Siapa? Jangan bilang si kutu bacot itu. Siapa namanya? Yas... Yasfa! Bener nggak?"
Fandi berbalik. Gyan menghela nafas. Kalau begitu, dia tidak bisa melihat ekspresi Fandi bagaimana.
"Lo bisa menebak dengan sekali tebak, brother. Dan sepertinya itu akan jadi permainan lebih menantang lagi. Bukan merebutkan satu orang yang belum pasti." Fandi menjeda bicaranya. Ia sedikit menoleh ke samping. "Bukan begitu, Gyan Aryananda?"
Gyan sedikit terjengit. Apakah Fandi tadi menyebut namanya? Atau hanya pendengaran Gyan yang salah?
Tapi respon temannya itu yang membuat Gyan sadar kalau dia tidak dalam masa salah pendengaran. Fandi juga menoleh ke arahnya.
"Keluarlah! Gue nggak akan nyerang lo karena sudah menguping pembicaraan kami." ujar Fandi santai.
Dengan langkah pelan, Gyan mendekat ke arah Fandi dan gengnya. Ia disambut cengiran dari Fandi dan tatapan mengintimidasi dari anggotanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Problem Girl[Completed]
Teen FictionIni cerita tentang seorang perempuan dan karakternya. Yang nyatanya, jiwa plin-plan lebih berciri khas. ☀☀☀ "Kau menyukaiku?" "Tidak!" "Kalau begitu aku pergi." "Kenapa pergi?" "Kau tidak menyukaiku." "Tapi bukan begitu... Aish, terserah kau!" "Apa...