☀☀☀
Sendok yang saling bertabrakan, dua-duanya tidak akan bisa sampai tujuan.
☀☀☀
Setelah makan siang dengan Elis, Jimmy, dan keluarga pemilik rumah, Luvi terdiam cukup lama di kursi sofa ruang tamu rumah itu. Ia menerawang sekelilingnya.
Rumah ini, sangat berbeda dengan mansionnya. Rumah sederhana yang lebih terkesan hangat untuknya, karena bisa lari dari permasalahan hatinya yang tengah mencuar.
Dan lagi, ditambah kehadiran Fisya. Perempuan itu serasa menampik keras kenangan yang akan mengelabui pikiran Luvi, membawa Luvi ke arah keseruan yang belum ia rasakan sebelumnya. Merasakan indahnya memiliki keluarga yang seutuhnya.
Ow, benar. Luvi sudah terlena di rumah ini. Dia sudah terlanjur jatuh cinta dengan hawa yang dipancarkan rumah ini. Bahkan hanya dengan peristiwa makan siang itu, membuat senyumnya yang sedari tadi tertampang di belahan bibirnya tak kunjung luntur.
"Luvina!"
Panggilan itu lantas menaikkan pandangan Luvi untuk menatap pemilik suara.
"Rupanya kamu disini. Noona dan Hyung memanggilmu."
Luvi kembali pada pemikirannya. Kali ini bukan dengan permasalahannya. Yang ada dalam pikirannya, 'Gyan sangat mudah beradaptasi dengan panggilan baru itu. Padahal untuk lidah Indonesia, sebutan itu akan terasa sedikit aneh untuk pengucapan pertama kali.'
Luvi mengangguk mengiyakan, lantas mengekori Gyan untuk menuju tempat dimana kakak sepupunya itu berada.
"Luvi? Sini-sini!" panggil Elis saat Luvi sudah ada di belakang Gyan.
Luvi yang menurut, lantas duduk disamping Elis tanpa berujar. Di dapur rumah ini, Elis dan Jimmy tengah sibuk berkutat dengan barang di tangannya.
"Noona sedang buat apa?" tanya Gyan pada Elis.
"Kau duduk dan diamlah! Sebentar lagi sudah selesai. Tinggal menempel perekat disini, dan....."
"Nah, sudah selesai....!"
Elis mengangkat tinggi-tinggi hasil karyanya. Serasa bangga dengan karya yang baginya terlihat sangat membanggakan itu.
"Nah, sekarang, ayo main!" ajak Elis penuh semangat.
Luvi terkejut. 'Apa maksudnya main bersama?'
"Tidak!"
Pekikan Luvi lantas membuat tiga orang yang tak jauh darinya menoleh ke arahnya bersamaan.
"Lo kagak berniat ngehancurin hiasan rumah lagi 'kan?"
Elis berpikir. Benar juga apa kata Luvi. Dulu saat pertama kali Elis memainkannya dengan Bi Ira saja, kepala Luvi langsung dapat benjolan. Dan lagi, vas bunga mansion Luvi yang mewah itu harus jadi korbannya. Jadi, dia tidak mungkin menghancurkan rumah yang notabenya bukan miliknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Problem Girl[Completed]
Teen FictionIni cerita tentang seorang perempuan dan karakternya. Yang nyatanya, jiwa plin-plan lebih berciri khas. ☀☀☀ "Kau menyukaiku?" "Tidak!" "Kalau begitu aku pergi." "Kenapa pergi?" "Kau tidak menyukaiku." "Tapi bukan begitu... Aish, terserah kau!" "Apa...